UBI JALAR

TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 1/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
UBI JALAR / KETELA RAMBAT
(  Ipomoea batatas  )
1. SEJARAH SINGKAT
Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari Benua Amerika.
Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah
Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov,
seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi
jalar adalah Amerika Tengah.
Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropika
pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia,
terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia.
2. JENIS TANAMAN
Plasma nutfah (sumber genetik) tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia diperkirakan
berjumlah lebih dari 1000 jenis, namun baru 142 jenis yang diidentifikasi oleh para
peneliti. Lembaga penelitian yang menangani ubi jalar, antara lain: International
Potato centre (IPC) dan Centro International de La Papa (CIP). Di Indonesia,
penelitian dan pengembangan ubi jalar ditangani oleh Pusat Peneliltian dan
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 2/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan
Umbi-Umbian (Balitkabi), Departemen Pertanian.
Varietas atau kultivar atau klon ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah jumlahnya
cukup banyak, antara lain: lampeneng, sawo, cilembu, rambo, SQ-27, jahe, kleneng,
gedang, tumpuk, georgia, layang-layang, karya, daya, borobudur, prambanan,
mendut, dan kalasan.
Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a) Berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar.
b) Berumur pendek (genjah) antara 3-4 bulan.
c) Rasa ubi enak dan manis.
d) Tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.)dan penyakit kudis oleh
cendawan Elsinoe sp.
e) Kadar karotin tinggi di atas 10 mg/100 gram.
f) Keadaan serat ubi relatif rendah.
Varietas unggul ubi jalar yang dianjurkan adalah daya, prambanan, borobudur,
mendut, dan kalasan. Deskripsi masing-masing varietas unggul ubi jalar adalah
sebagai berikut:
a) Daya
1. Varietas ini merupakan hasil persilangan antara varietas (kultivar) putri selatan
x jonggol.
2. Potensi hasil antara 25-35 ton per hektar.
3. Umur panen 110 hari setelah tanam.
4. Kulit dan daging ubi berwarna jingga muda.
5. Rasa ubi manis dan agak berair.
6. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.
b) Prambanan
1. Diperoleh dari hasil persilangan antara varietas daya x centenial II.
2. Potensi hasil antara 25-35 ton per hektar.
3. Umur panen 135 hari setelah tanam.
4. Kulit dan daging ubi berwarna jingga.
5. Rasa ubi enak dan manis.
6. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.
c) Borobudur
1. Varietas ini merupakan hasil persilangan antara varietas daya x philippina.
2. Potensi hasil antara 25-35 ton per ha.
3. Kulit dan daging ubi berwarna jingga.
4. Umur panen 120 hari setelah tanam.
5. Ubi berasa manis.
6. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.
d) Mendut
1. Varietas ini berasal dari klon MLG 12653 introduksi asal IITA, Nigeria tahun
1984.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 3/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2. Potensi hasil antara 25-50 ton per ha.
3. Umur panen 125 hari ssetelah tanam.
4. Rasa ubi manis.
5. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.
e) Kalasan
1. Varietas diintroduksi dari Taiwan.
2. Potensi hasil antara 31,2-42,5 ton/ha atau rata-rata 40 ton/ha.
3. Umur panen 95-100 hari setelah tanam.
4. Warna kulit ubi cokelat muda, sedangkan daging ubi berwarna orange  muda
(kuning).
5. Rasa ubi agak manis, tekstur sedang, dan agak berair.
6. Varietas agak tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.).
7. Varietas cocok ditanam di daerah kering sampai basah, dan dapat  beradaptasi
di lahan marjinal.
3. MANFAAT TANAMAN
Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan
makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan
diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi.
Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan
demikian tanaman ini dapat diusahakan orang sepanjang tahun
Ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk olahan.
Beberapa peluang penganeka-ragaman jenis penggunaan ubi jalar dapat dilihat
berikut ini:
a) Daun: sayuran, pakan ternak
b) Batang: bahan tanam,pPakan ternak
c) Kulit ubi: pakan ternak
d) Ubi segar: bahan makanan
e) Tepung: makanan
f) Pati: fermentasi, pakan ternak, asam sitrat
4. SENTRA PENANAMAN
Pada tahun 1960-an penanaman ubi jalar sudah meluas ke seluruh provinsi di
Indonesia. Pada tahun 1968 Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor
empat di dunia. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Irian Jaya, dan Sumatra Utara.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 4/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
a) Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab. Daerah
yang paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah yang bersuhu 21-27
derajat C.
b) Daerah yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari merupakan daerah yang
disukai. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usaha tani ubi jalar
tercapai pada musim kering (kemarau). Di tanah yang kering (tegalan) waktu
tanam yang baik untuk tanaman ubi jalar yaitu pada waktu musim hujan, sedang
pada tanah sawah waktu tanam yang baik yaitu sesudah tanaman padi dipanen.
c) Tanaman ubi jalar dapat ditanam di daerah dengan curah hujan 500-5000
mm/tahun, optimalnya antara 750-1500 mm/tahun.
5.2. Media Tanam
a) Hampir setiap jenis tanah pertanian cocok untuk membudidayakan ubi jalar. Jenis
tanah yang paling baik adalah pasir berlempung, gembur, banyak mengandung
bahan organik, aerasi serta drainasenya baik. Penanaman ubi jalar pada tanah
kering dan pecah-pecah sering menyebabkan ubi jalar mudah terserang hama
penggerek (Cylas sp.). Sebaliknya, bila ditanam pada tanah yang mudah becek
atau berdrainase yang jelek, dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman ubi jalar
kerdil, ubi mudah busuk, kadar serat tinggi, dan bentuk ubi benjol.
b) Derajat keasaman tanah adalah pH=5,5-7,5. Sewaktu muda memerlukan
kelembaban tanah yang cukup.
c) Ubi jalar cocok ditanam di lahan tegalan atau sawah bekas tanaman padi,
terutama pada musim kemarau. Pada waktu muda tanaman membutuhkan tanah
yang cukup lembab. Oleh karena itu, untuk penanaman di musim kemarau harus
tersedia air yang memadai.
5.3. Ketinggian Tempat
Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab. Tanaman ubi
jalar juga dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah
penyebaran terletak pada 300 LU dan 300 LS. Di Indonesia yang beriklim tropik,
tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl. Di
dataran tinggi dengan ketinggian 1.000 m dpl, ubi jalar masih dapat tumbuh dengan
baik, tetapi umur panen menjadi panjang dan hasilnya rendah.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 5/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
Tanaman ubi jalar dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan secara
vegetatif berupa stek batang atau stek pucuk. Perbanyakan tanaman secara
generatif hanya dilakukan pada skala penelitian untuk menghasilkan varietas baru.
1) Persyaratan Bibit
Teknik perbanyakan tanaman ubi jalar yang sering dipraktekan adalah dengan
stek batang atau stek pucuk. Bahan tanaman (bibit) berupa stek pucuk atau stek
batang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Bibit berasal dari varietas atau klon unggul.
b) Bahan tanaman berumur 2 bulan atau lebih.
c) Pertumbuhan tanaman yang akan diambil steknya dalam keadaan sehat,
normal, tidak terlalu subur.
d) Ukuran panjang stek batang atau stek pucuk antara 20-25 cm, ruas-ruasnya
rapat dan buku-bukunya tidak berakar.
e) Mengalami masa penyimpanan di tempat yang teduh selama 1-7 hari.
Bahan tanaman (stek) dapat berasal dari tanaman produksi dan dari tunas-tunas
ubi yang secara khusus disemai atau melalui proses penunasan. Perbanyakan
tanaman dengan stek batang atau stek pucuk secara terus-menerus mempunyai
kecenderungan penurunan hasil pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena
itu, setelah 3-5 generasi perbanyakan harus diperbaharui dengan cara menanam
atau menunaskan umbi untuk bahan perbanyakan.
2) Penyiapan Bibit
Tata cara penyiapan bahan tanaman (bibit) ubi jalar dari tanaman produksi adalah
sebagai berikut:
a) Pilih tanaman ubi jalar yang sudah berumur 2 bulan atau lebih, keadaan
pertumbuhannya sehat dan normal.
b) Potong batang tanaman untuk dijadikan stek batang atau stek pucuk sepanjang
20-25 cm dengan menggunakan pisau yang tajam, dan dilakukan pada pagi
hari.
c) Kumpulkan stek pada suatu tempat, kemudian buang sebagian daun-daunnya
untuk mengurangi penguapan yang berlebihan.
d) Ikat bahan tanaman (bibit) rata-rata 100 stek/ikatan, lalu simpan di tempat yang
teduh selama 1-7 hari dengan tidak bertumpuk.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 6/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
6.2. Pengolahan Media Tanam
1) Persiapan
Penyiapan lahan bagi ubi jalar sebaiknya dilakukan pada saat tanah tidak terlalu
basah atau tidak terlalu kering agar strukturnya tidak rusak, lengket, atau keras.
Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur, kemudian dibiarkan selama ± 1
minggu. Tahap berikutnya, tanah dibentuk guludan-guludan.
b) Tanah langsung diolah bersamaaan dengan pembuatan guludan-guludan.
2) Pembentukan Bedengan
Jika tanah yang akan ditanami ubi jalar adalah tanah sawah maka pertama-tama
jerami dibabat, lalu dibuat tumpukan selebar 60-100 cm. Kalau tanah yang
dipergunakan adalah tanah tegalan maka bedengan dibuat dengan jarak 1 meter.
Apabila penanaman dilakukan pada tanah-tanah yang miring, maka pada musim
hujan bedengan sebaiknya dibuat membujur sesuai dengan miringnya tanah.
Ukuran guludan disesuaikan dengan keadaan tanah. Pada tanah yang ringan
(pasir mengandung liat) ukuran guludan adalah lebar bawah ±  60 cm, tinggi 30-40
cm, dan jarak antar guludan 70-100 cm. Pada tanah pasir ukuran guludan adalah
lebar bawah  ± 40 cm, tinggi 25-30 cm, dan jarak antar guludan 70-100 cm. Arah
guludan sebaiknya memanjang utara-selatan, dan ukuran panjang guludan
disesuaikan dengan keadaan lahan.
Lahan ubi jalar dapat berupa tanah tegalan atau tanah sawah bekas tanaman
padi. Tata laksana penyiapan lahan untuk penanaman ubi jalar adalah sebagai
berikut :
a) Penyiapan Lahan Tegalan
1. Bersihkan lahan dari rumput-rumput liar (gulma)
2. Olahan tanah dengan cangkul atau bajak hingga gembur sambil
membenamkan rumput-rumput liar
3. Biarkan tanah kering selama minimal 1 minggu
4. Buat guludan-guludan dengan ukuran lebar bawah 60 cm, tinggi 30-40 cm,
jarak antar guludan 70-100 cm, dan panjang guludan disesuaikan dengan
keadaan lahan
5. Rapikan guludan sambil memperbaiki saluran air diantara guludan.
b) Penyiapan Lahan Sawah Bekas Tanaman Padi
1. Babat jerami sebatas permukaan tanah
2. Tumpuk jerami secara teratur menjadi tumpukan kecil memanjang berjarak 1
meter antar tumpukan
3. Olah tanah di luar bidang  tumpukan jerami dengan cangkul atau bajak,
kemudian tanahnya ditimbunkan pada tumpukan jerami sambil membentuk
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 7/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
guludan-guludan berukuran lebar bawah  ±  60 cm, tinggi 35 cm, dan jarak
antar guludan 70-100 cm. Panjang disesuaikan dengan keadaan lahan
4. Rapikan guludan sambil memperbaiki saluran air antar guludan. Pembuatan
guludan di atas tumpukan jerami atau sisa-sisa tanaman dapat menambah
bahan organik tanah yang berpengaruh baik terhadap struktur dan
kesuburan tanah sehingga ubi dapat berkembang dengan baik dan
permukaan kulit ubi rata. Kelemahan penggunaan jerami adalah
pertumbuhan tanaman ubi jalar pada bulan pertama sedikit menguning,
namun segera sembuh dan tumbuh normal pada bulan berikutnya. Bila
jerami tidak digunakan sebagai tumpukan guludan, tata laksana penyiapan
lahan dilakukan sebagai berikut :
- Babat jerami sebatas permukaan tanah
- Singkirkan jerami ke tempat lain untuk dijadikan bahan kompos
- Olah tanah dengan cangkul atau bajak hingga gembur
- Biarkan tanah kering selama minimal satu minggu
- Buat guludan-gululdan berukuran lebar bawah  ± 60 cm, tinggi 35 cm dan
jarak antar guludan 80-100 cm.
- Rapikan guludan sambil memperbaiki saluran air antar guludan.
Hal yang penting diperhatikan dalam pembuatan guludan adalah ukuran tinggi
tidak melebihi 40 cm. Guludan yang terlalu tinggi cenderung menyebabkan
terbentuknya ubi berukuran panjang dan dalam sehinggga menyulitkan pada saat
panen. Sebaliknya, guludan yang terlalu dangkal dapat menyebabkan
terganggunya pertumbuhan atau perkembangan ubi, dan memudahkan serangan
hama boleng atau lanas oleh Cylas sp.
6.3. Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola Tanam
Sistem tanam ubi jalar dapat dilakukan secara tunggal (monokultur) dan tumpang
sari dengan kacang tanah.
a) Sistem Monokultur
1. Buat larikan-larikan dangkal arah memanjang di sepanjang puncak guludan
dengan cangkul sedalam 10 cm, atau buat lubang dengan tugal, jarak antar
lubang 25-30 cm.
2. Buat larikan atau lubang tugal sejauh 7-10 cm di kiri dan kanan lubang tanam
untuk tempat pupuk.
3. Tanamkan bibit ubi jalar ke dalam lubang atau larikan hingga angkal batang
(setek) terbenam tanah 1/2-2/3 bagian, kemudian padatkan tanah dekat
pangkal setek (bibit).
4. Masukkan pupuk dasar berupa urea 1/3 bagian ditambah TSP seluruh
bagian ditambah KCl  1/3 bagian dari dosis anjuran ke dalam lubang atau
larikan, kemudian ditutup dengan tanah tipis-tipis. Dosis pupuk yang
dianjurkan adalah 45-90 kg N/ha (100-200 kg Urea/ha)  ditambah 25 kg
P2O5/ha (50 kg TSP/ha) ditambah 50 kg K2O/ha (100 kg KCl/ha). Pada saat
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 8/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
tanam diberikan pupuk urea 34-67 kg ditambah TSP 50 kg ditambah KCl 34
kg per hektar. Tanaman ubi jalar amat tanggap terhadap pemberian pupuk N
(urea) dan K (KCl).
b) Sistem Tumpang Sari
Tujuan sistem tumpang sari antara lain untuk meningkatkan produksi dan
pendapatan per satuan luas lahan. Jenis tanaman yang serasi
ditumpangsarikan dengan ubi jalar adalah kacang tanah. Tata cara penanaman
sistem tumpang sari prinsipnya sama dengan sistem monokultur, hanya di
antara barisan tanaman ubi jalar atau di sisi guludan ditanami kacang tanah.
Jarak tanam ubi jalar 100 cm x 25-30 cm, dan jarak tanam kacang tanah 30 x
10 cm.
2) Cara Penanaman
Bibit yang telah disediakan dibawa ke kebun dan ditaruh di atas bedengan. Bibit
dibenamkan kira-kira 2/3 bagian kemudian ditimbun dengan tanah kemudian
disirami air.
Bibit sebaiknya ditanam mendatar, dan semua pucuk diarahkan ke satu jurusan.
Dalam satu alur ditanam satu batang, bagian batang yang ada daunnya tersembul
di atas bedengan.
Pada tiap bedengan ditanam 2 deretan dengan jarak kira-kira 30 cm. Untuk areal
seluas 1 ha dibutuhkan bibit stek kurang lebih 36.000 batang. Penanaman ubi
jalar di lahan kering biasanya dilakukan pada awal musim hujan (Oktober), atau
awal musim kemarau (Maret) bila keadaan cuaca normal. Dilahan sawah, waktu
tanam yang paling tepat adalah segera setelah padi rendengan atau padi gadu,
yakni pada awal musim kemarau.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penjarangan dan Penyulaman
Selama 3 (tiga) minggu setelah ditanam, penanaman ubi jalar harus harus diamati
kontinu, terutama bibit yang mati atau tumbuh secara abnormal. Bibit yang mati
harus segera disulam. Cara menyulam adalah dengan mencabut bibit yang mati,
kemudian diganti dengan bibit yang baru, dengan menanam sepertiga bagian
pangkal setek ditimbun tanah.
Penyulaman sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, pada saat sinar
matahari tidak terlalu terik dan suhu udara tidak terlalu panas. Bibit (setek) untuk
penyulaman sebelumnya dipersiapkan atau ditanam ditempat yang teduh.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 9/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2) Penyiangan
Pada sistem tanam tanpa mulsa jerami, lahan penanaman ubi jalar biasanya
mudah ditumbuhi rumput liar (gulma). Gulma merupakan pesaing tanaman ubi
jalar, terutama dalam pemenuhan kebutuhan akan air, unsur hara, dan sinar
matahaari. Oleh karena itu, gulma harus segera disiangi. Bersama-sama kegiatan
penyiangan dilakukan pembumbunan, yaitu menggemburkan tanah guludan,
kemudian ditimbunkan pada guludan tersebut.
3) Pembubunan
Penyiangan dan pembubunan tanah biasanya dilakukan pada umur 1 bulan
setelah tanam, kemudian diulang saat tanaman berumur 2 bulan. Tata cara
penyiangan dan pembumbunan meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
a) Bersihkan rumput liar (gulma) dengan kored atau cangkul secara hati-hati agar
tidak merusak akar tanaman ubi jalar.
b) Gemburkan tanah disekitar guludan dengan cara memotong lereng guludan,
kemudian tanahnya diturunkan ke dalam saluran antar guludan.
c) Timbunkan kembali tanah ke guludan semula, kemudian lakukan pengairan
hingga tanah cukup basah.
4) Pemupukan
Zat hara yang terbawa atau terangkut pada saat panen ubi jalar cukup tinggi, yaitu
terdiri dari 70 kg N ( ±  156 kg urea), 20 kg P2O5 ( ± 42 kg TSP), dan 110 kg K2O ( ±
220 kg KCl) per hektar pada tingkat hasil 15 ton ubi basah. Pemupukan bertujuan
menggantikan unsur hara yang terangkut saat panen, menambah kesuburan
tanah, dan menyediakan unsur hara bagi tanaman.
Dosis pupuk yang tepat harus berdasarkan hasil analisis tanah atau tanaman di
daerah setempat. Dosis pupuk yang dianjurkan  secara umum adalah 45-90kg
N/ha (100-200 kg urea/ha)  ditambah 25 kg P2O5/ha (± 50 kg TSP/ha)  ditambah
50 kg K2O/ha ( ± 100 kg KCl/ha).
Pemupukan dapat dilakukan dengan sistem larikan (alur) dan sistem tugal.
Pemupukan dengan sistem larikan mula-mula buat larikan (alur) kecil di sepanjang
guludan sejauh 7-10 cm dari batang tanaman, sedalam 5-7 cm, kemudian
sebarkan pupuk secara merata ke dalam larikan sambil ditimbun dengan tanah.
5) Pengairan dan Penyiraman
Meskipun tanaman ubi jalar tahan terhadap kekeringan, fase awal  pertumbuhan
memerlukan ketersediaan air tanah yang memadai. Seusai tanam, tanah atau
guludan tempat pertanaman ubi jalar harus diairi, selama 15-30 menit hingga
tanah cukup basah, kemudian airnya dialirkan keseluruh pembuangan. Pengairan
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 10/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
berikutnya masih diperlukan secara kontinu hingga tanaman ubi jalar berumur 1-2
bulan. Pada periode pembentukan dan perkembangan ubi, yaitu umur 2-3 minggu
sebelum panen, pengairan dikurangi atau dihentikan.
Waktu pengairan yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari. Di daerah
yang sumber airnya memadai, pengairan dapat dilakukan kontinu seminggu
sekali. Hal Yang penting  diperhatikan dalam kegiatan pengairan adalah
menghindari agar tanah tidak terlalu becek (air menggenang).
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
a) Penggerek Batang Ubi Jalar
Stadium hama yang merusak tanaman ubi jalar adalah larva (ulat). Cirinya adalah
membuat lubang kecil memanjang (korek) pada batang hingga ke bagian ubi. Di
dalam lubang tersebut dapat ditemukan larva (ulat). Gejala: terjadi pembengkakan
batang, beberapa bagian batang mudah patah, daun-daun menjadi layu, dan
akhirnya cabang-cabang tanaman akan mati.  Pengendalian: (1) rotasi tanaman
untuk memutus daur atau siklus hama; (2) pengamatan tanaman pada stadium
umur muda terhadap gejala serangan hama: bila serangan hama >5 %, perlu
dilakukan pengendalian secara kimiawi; (3) pemotongan dan pemusnahan bagian
tanaman yang terserang berat; (4) penyemprotan insektisida yang mangkus dan
sangkil, seperti Curacron 500 EC atau Matador 25 dengan konsentrasi yang
dianjurkan.
b) Hama Boleng atau Lanas
Serangga dewasa hama ini (Cylas formicarius Fabr.) berupa kumbang kecil yang
bagian sayap dan moncongnya berwarna biru, namun toraknya berwarna merah.
Kumbang betina dewasa hidup pada permukaan daun sambil meletakkan telur di
tempat yang terlindung (ternaungi). Telur menetas menjadi larva (ulat),
selanjutnya ulat akan membuat gerekan (lubang kecil) pada batang atau ubi yang
terdapat di permukaan tanah terbuka. Gejala : terdapat lubang-lubang kecil bekas
gerekan yang tertutup oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat. Hama
ini biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang sudah berubi. Bila hama terbawa
oleh ubi ke gudang penyimpanan, sering merusak ubi hingga menurunkan
kuantitas dan kualitas produksi secara nyata. Pengendalian: (1) pergiliran atau
rotasi tanaman dengan jenis tanaman yang tidak sefamili dengan ubi jalar,
misalnya padi-ubi jalar-padi; (2) pembumbunan atau penimbunan guludan untuk
menutup ubi yang terbuka; (3) pengambilan dan pemusnahan ubi yang terserang
hama cukup berat; (4) pengamatan/monitoring hama di pertanaman ubi jalar
secara periodik: bila ditemukan tingkat serangan > 5 %, segera dilakukan tindakan
pengendalian hama secara kimiawi; (5) penyemprotan insektisida yang mangkus
dan sangkil, seperti Decis 2,5 EC atau Monitor 200 LC dengan konsentrasi yang
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 11/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
dianjurkan; (6) penanaman jenis ubi jalar yang berkulit tebal dan bergetah banyak;
(7) pemanenan tidak terlambat untuk mengurangi tingkat kerusakan yang lebih
berat.
c) Tikus (Rattus rattus sp)
Hama tikus biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang berumur cukup tua atau
sudah pada stadium membentuk ubi. Hama Ini menyerang ubi dengan cara
mengerat dan memakan daging ubi hingga menjadi rusak secara tidak beraturan.
Bekas gigitan tikus menyebabkan infeksi pada ubi dan kadang-kadang diikuti
dengan gejala pembusukan ubi.  Pengendalian: (1) sistem gerepyokan untuk
menangkap tikus dan langsung dibunuh; (2) penyiangan dilakukan sebaik
mungkin agar tidak banyak sarang tikus disekitar ubi jalar; (3) pemasangan umpan
beracun, seperti Ramortal atau Klerat.
7.2. Penyakit
a) Kudis atau Scab
Penyebab : cendawan Elsinoe batatas.  Gejala: adanya benjolan pada tangkai
sereta urat daun, dan daun-daun berkerut seperti kerupuk. Tingkat serangan yang
berat menyebabkan daun tidak produktif dalam melakukan fotosintesis sehingga
hasil ubi menurun bahkan tidak menghasilkan sama sekali.  Pengendalian: (1)
pergiliran/rotasi tanaman untuk memutus siklus hidup penyakit; (2) penanaman ubi
jalar bervarietas tahan penyakit kudis, seperti daya dan gedang; (3) kultur teknik
budi daya secara intensif; (4) penggunaan bahan tanaman (bibit) yang sehat.
b) Layu fusarium
Penyebab : jamur Fusarium oxysporum f. batatas.  Gejala: tanaman tampak lemas,
urat daun menguning, layu, dan akhirnya mati. Cendawan fusarium dapat
bertahan selama beberapa tahun dalam tanah. Penularan penyakit dapat terjadi
melalui tanah, udara, air, dan terbawa oleh bibit. Pengendalian: (1) penggunaan
bibit yang sehat (bebas penyakit); (2) pergiliran /rotasi tanaman yang serasi di
suatu daerah dengan tanaman yang bukan famili; (3) penanaman jenis atau
varietas ubi jalar yang tahan terhadap penyakit Fusarium.
c) Virus
Beberapa jenis virus yang ditemukan menyerang tanaman ubi jalar adalah Internal
Cork, Chlorotic Leaf Spot, Yellow Dwarf.  Gejala : pertumbuhan batang dan daun
tidak normal, ukuran tanaman kecil dengan tata letak daun bergerombol di bagian
puncak, dan warna daun klorosis atau hijau kekuning-kuningan. Pada tingkat
serangan yang berat, tanaman ubi jalar tidak menghasilkan.  Pengendalian: (1)
penggunaan bibit yang sehat dan bebas virus; (2) pergiliran/rotasi tanaman
selama beberapa tahun, terutama di daerah basis (endemis) virus; (3)
pembongkaran/eradikasi tanaman untuk dimusnahkan.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 12/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
d) Penyakit Lain-lain
Penyakit-penyakit yang lain adalah, misalnya, bercak daun cercospora oleh jamur
Cercospora batatas Zimmermann, busuk basah akar dan ubi oleh jamur Rhizopus
nigricans Ehrenberg, dan klorosis daun oleh jamur Albugo ipomeae pandurata
Schweinitz. Pengendalian: dilakukan secara terpadu, meliputi perbaikan kultur
teknik budi daya, penggunaan bibit yang sehat, sortasi dan seleksi ubi di gudang,
dan penggunaan pestisida selektif.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Tanaman ubi jalar dapat dipanen bila ubi-ubinya sudah tua (matang fisiologis). Ciri
fisik ubi jalar matang, antara lain: bila kandungan tepungnya sudah maksimum,
ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus (dikukus) rasanya enak
serta tidak berair.
Penentuan waktu panen ubi jalar didasarkan atas umur tanaman. Jenis atau varietas
ubi jalar berumur pendek (genjah) dipanen pada umur 3-3,5 bulan, sedangkan
varietas berumur panjang (dalam) sewaktu berumur 4,5-5 bulan.
Panen ubi jalar yang ideal dimulai pada umur 3 bulan, dengan penundaan paling
lambat sampai umur 4 bulan. Panen pada umur lebih dari 4 bulan, selain resiko
serangan hama boleng cukup tinggi, juga tidak akan memberikan kenaikan hasil ubi.
8.2. Cara Panen
Tata cara panen ubi jalar melalui tahapan sebagai berikut:
a) Tentukan pertanaman ubi jalar yang telah siap dipanen.
b) Potong (pangkas) batang ubi jalar dengan menggunakan parang atau sabit,
kemudian batang-batangnya disingkirkan ke luar petakan sambil dikumpulkan.
c) Galilah guludan dengan cangkul hingga terkuak ubi-ubinya.
d) Ambil dan kumpulkan ubi jalar di suatu tempat pengumpulan hasil.
e) Bersihkan ubi dari tanah atau kotoran dan akar yang masih menempel.
f) Lakukan seleksi dan sortasi ubi berdasarkan ukuran besar dan kecil ubi secara
terpisah dan warna kulit ubi yang seragam. Pisahkan ubi utuh dari ubi terluka
ataupun terserang oleh hama atau penyakit.
g) Masukkan ke dalam wadah atau karung goni, lalu angkut ke tempat penampungan
(pengumpulan) hasil.
8.3. Prakiraan Produksi
Tanaman ubi jalar yang tumbuhnya baik dan tidak mendapat serangan hama
penyakit yang berarti (berat) dapat menghasilkan lebih dari 25 ton ubi basah per
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 13/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
hektar. Varietas unggul seperti borobudur dapat menghasilkan 25 ton, prambanan 28
ton, dan kalasan antara 31,2-47,5 ton per hektar.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah dijangkau
oleh angkutan.
9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Pemilihan atau penyortiran ubi jalar sebenarnya dapat dilakukan pada saat
pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran ubi jalar dapat dilakukan setelah
semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu tempat. Penyortiran dilakukan
untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta
yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi serta bercak hitam/garis-garis pada daging umbi.
9.3. Penyimpanan
Penanganan pascapanen ubi jalar biasanya ditujukan untuk mempertahankan daya
simpan. Penyimpanan ubi yang paling baik dilakukan dalam pasir atau abu. Tata
cara penyimpanan ubi jalar dalam pasir atau abu adalah sebagai berikut:
a) Angin-anginkan ubi yang baru dipanen di tempat yang berlantai kering selama 2-3
hari.
b) Siapkan tempat penyimpanan berupa ruangan khusus atau gudang yang kering,
sejuk, dan peredaran udaranya baik.
c) Tumpukkan ubi di lantai gudang, kemudian timbun dengan pasir kering atau abu
setebal 20-30 cm hingga semua permukaan ubi tertutup.
Cara penyimpanan ini dapat mempertahankan daya simpan ubi sampai 5 bulan. Ubi
jalar yang mengalami proses penyimpanan dengan baik biasanya akan
menghasilkan rasa ubi yang manis dan enak bila dibandingkan dengan ubi yang
baru dipanen.
Hal yang penting dilakukan dalam penyimpanan ubi jalar adalah melakukan
pemilihan ubi yang baik, tidak ada yang rusak atau terluka, dan tempat (ruang)
penyimpanan bersuhu rendah antara 27-30 derajat C (suhu kamar) dengan
kelembapan udara antara 85-90 %.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 14/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya ubi jalar dengan luas lahan 1 hektar per musim tanam (6
bulan) di daerah Bogor pada tahun 1999.
a) Biaya produksi
1. Sewa lahan 6 bulan  Rp.    750.000,-2. Bibit: 50.000 stek (500 kg) Rp.    100.000,-3. Pupuk
- Urea: 200 kg @ Rp. 1.100,- Rp.     220.000,-- TSP: 50 kg @ Rp. 1.800,- Rp.       90.000,-- KCl: 100 g  @ Rp. 1.650,- Rp.     165.000,-4. Pestisida: 2 liter (kg) Rp.     100.000,-5. Tenaga kerja
- Pengolahan tanah dan pengguludan 100 HKP Rp.   1.000.000,-- Penyiapan bibit 4 HKP+8 HKW Rp.      100.000,-- Penanaman 10 HKP+40 HKW Rp.      400.000,-- Pembongkaran guludan dan penyiangan 20 HKP Rp.      200.000,-- Pupuk, balik batang dan pengguludan 40 HKP Rp.      400.000,-- Pengairan 2 kali (8 HKP)  Rp.        80.000,-- Pengendalian hama penyakit 4 HKP  Rp.        40.000,-6. Panen dan pasca panen 20 HKP+20 HKW  Rp.      350.000,-7. Alat dan penyusutan  Rp.      150.000,-Jumlah biaya produksi  Rp.   4.145.000,-b) Pendapatan : 25 ton @ Rp. 200.000,- Rp.   5.000.000,-c) Keuntungan  Rp.      855.000,-d) Parameter kelayakan usaha
1. Rasio Output/Input = 1,205
Catatan : HKP= Hari Kerja Pria; HKW=Hari kerja Wanita
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Selama ini masyarakat mengenal ubi jalar sebagai makanan pangan
pengganti/tambahan dalam keadaan darurat atau untuk konsumsi masyarakat
bawah. Akan tetapi saat ini potensi ubi jalar cukup baik yang dapat digunakan
sebagai bahan baku industri pakan dan industri lainnya. Hal ini terlihat dari
meningkatnya permintaan Singapura, Belanda, Amerika Serikat, Jepang dan
Malaysia akan ubi jalar sebagai bahan baku berbagai industri. Begitu pula kebutuhan
dalam negeri cukup tinggi dimana pada tahun 2000 ini Pemerintah merencanakan
kebutuhan akan umbi-umbian sekitar 17 juta ton. Sedangkan rata-rata produksi
ubijalar dari tahun 1983-1991 hanya 1,8 juta ton.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 15/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar produksi meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan dan cara pengemasan.
11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

11.4. Pengambilan Contoh
Contoh diambil  secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan
maksimum maksimum 30 karung. Pengambilan contoh dilakukan beberapa kali,
sampai mencapai berat 500 gram. Contoh kemudian disegel dan diberi label.
Petugas pengambil contoh harus orang yang telah berpengalaman atau dilatih lebih
dahulu.
11.5. Pengemasan
Dibagian luar kemasan ditulis dengan bahan yang tidak mudah luntur, jelas terbaca,
antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang atau jenis barang.
c) Nama perusahaan atau ekspiortir.
d) Berat bersih.
e) Berat kotor.
f) Negara/tempat tujuan.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 16/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
12. DAFTAR PUSTAKA
a) Rukmana, Rahmat. (1997). Ubi jalar: budi daya dan pascapanen. Yogyakarta:
Kanisius,1997.
b) Najiyati, Sri. (1998). Palawija: budidaya dan analisis usaha tani. Jakarta:
PT.Penebar Swadaya, 1998.
Jakarta, Februari 2000
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek
PEMD, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman
KEMBALI KE MENU

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TERUNG

TTG - BUDIDAYA PERTANIAN

B U D I DAYA TERUNG
(Solanum Melongena L.)

Selain enak, kandungan gizinyapun cukup tinggi dan lengkap. Karena itu terung
cukup potensial bila dikembangkan seca ra intensif dalam skala agribisnis,
sekaligus memberi sumbangan  terhadap penganekar agaman bahan pangan
bergizi bagi penduduk Irian Jaya.

Syarat Pertumbuhan

Tanah
-  Sebaiknya tanam pada tanah lem pung berpasir yang  kaya akan bahan
organik.
-  Berdrainase dan beraerase baik
-  Kemasaman tanah (pH): 6,8 - 7,3.

Iklim
-  Tanam didataran rendah sampai ketinggian +  100 m d.p.l.
-  Suhu udara 22º – 30º c, cuaca panas dan iklim kering.
-  Mendapat sinar matahari langsung yang cukup.



Teknik Budidaya Anjuran

Pembibitan
-  Pilih buah terung yang berasal dari potio n induk yang sehat, dari varietas
unggul dan telah matang potion.
-  Belah buah terpilih secara membujur, keluarkan bijinya lalu kering anginkan
selama beberapa waktu sam pai kadar air + 12 %.
-  Masukan benih ke dalam botol berwarna, tutup lalu simpan di tempat kering
dan teduh.
-  Bila akan menyemai, rendam benih da lam air dingin atau hangat selama 10 -
15 menit sambil menyeleksi benih yang kurang baik.
-  Bungkus benih dalam gulungan kain basah selama + 24 jam.
-  Sebarkan benih dalam persemaian.
-  Tempat pesemaian dibuat khusus , diberi naungan menghadap ke timur
setinggi 100-150 cm disebelah timu r dan 80-100 cm di sebelah barat.
-  Tanah pesemaian telah dicampur denga n pupuk kandang sebanyak 2 kg/m2
jarak antara barisan 10 - 15 cm.
-  Tutup benih dengan tanah tipis lalu  tutup bedengan dengan karung goni
basah, dan buka apabila ben ih telah berkecambah.
-  Pada umur 10 - 15 hari pindahkan  bibit kedalam bumbung daun pisang.
-  Setelah bibit berumur 1 - 1 1/2 bul an atau berdaun empat helai pindahkan ke
kebun.

Pengolahan Lahan
-  Sebaiknya tidak menggunakan lahan bek as pertanaman solanaceae. Olah
tanah 14 - 30 hari sebelum tanam.
-  Bersihkan dari rumput, cangkul tanah 14 - 30 cm.
-  Haluskan tanah sambil membentuk  bedengan selebar 100 - 120 cm dengan
jarak antar bedengan 40 - 60 cm.
-  Sebarkan pupuk kandang seba nyak 15 -20 ton / ha, campur merata dengan
tanah.

Penanaman
-  Buat lubang tanam dengan jarak 60 x 60 cm.
-  Beri pupuk dasar pada lubang tanam  dengan dosis campuran 300 kg ZA +
220 - 250 kg TSP. 200 kg KCL per ha. Setiap lubang tanam diberi 10 gram
campuran pupuk tersebut.
-  Pilih bibit yang subur dan normal lalu tanam bibit, tekan sedikit tanah
disekeliling batang.
-  Siram tanah secukupnya.

Pemeliharaan

1. Pengairan.
Siramlah tanah sesuai kebutuhan dan keadaan.  Jika perlu siramlah setiap hari
terutama pada fase pertumbuhan awal. Se baiknya gunakan alat penyiram atau
gembor.

2. Penyulaman
Sulamlah tanah yang mati maksimal 15 hari setelah tanam.

3. Pemasangan ajir.
-  Pasanglah ajir seawal mungkin agar tidak menganggu perakaran.
-  Tancapkan ajir setinggi 80-100 cm secara individu dekat batang tanaman.

4.  Penyiangan dan penggemburan
-  Siangi tanaman bersamaan dengan  pemupukan susulan atau keadaan
gulma.
-  Gemburkan tanah dengan hati-hati apabila tanah memadat.

5. Pemangkasan (perempelan)
-  Patahkan tunas liar dengan tangan atau gunting atau pisau tajam.
-  Selain tunas liar, perempelan j uga dilakukan terhadap bunga pertama.

6. Pemulsaan
-  Mulsa berfungsi untuk menekan pertu mbuhan gulma, menjaga kestabilan
suhu udara dan kelembaban tanah,  mencegah atau menekan resiko
serangan penyakit busuk buah.
-  Seawal mungkin setelah tanam, tu tuplah permukaan tanah dengan jerami
padi setebal 3 - 5 cm

7. Pemupukan susulan
-  Lakukan pemupukan susulan pada s aat tanaman berumur 15 hst dan 60–
75 st, sebanyak 10 gram campur an pupuk per tanaman dengan cara
larikan sejauh 20 -21 cm  dari batang tanaman.
-  Adapun jenis dan dosis pupuk dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


     ----------------------------- --------------- --------------- --------------- --------------- --------------
                                                                                                    Jenis Pupuk
     No.    Pemupukan                           Waktu        ----------------- ----------------- ---------   
                                                              (Hst)                     ZA               KCL
     ----------------------------- --------------- --------------- --------------- --------------- --------------
       1.    Susulan I                                  15                        150             150
       2.    Susulan  II                          60-75                        150             150
     ----------------------------- --------------- --------------- --------------- --------------- --------------

8. Pengendalian Hama dan Penyakit
-  Prinsip pokok hama dan penyakit meliputi pengelolaan ekosistem
pertanian dengan cara bercocok tanam yaitu melipu ti : pemakaian bibit
sehat dan varetas resisten, sanitasi kebun, pemupukan
- berimbang dan tumpangsari.
-  Penerapan pengendalian non kimiawi s eperti secara fisik mekanik,
genetis dan lain-lainnya.
-  Penggunaan pestisida secara sele ktif berdasarkan hasil pemantauan dan
analisis ekosistem.

(SR/020/96)
Sumber : Ir. Rukmana, R (1994) Bertanam  Terung. Kanisius. Jakarta

Februari 1996   Agdex: 441
Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) LPTP Koya Barat, Irian Jaya No. 07/96
Diterbitkan oleh: Loka Pengkajian Pertanian Koya Barat
Jl. Yahim – Sentani - Jayapura
Februari 1996 Agdex: 441

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TEMULAWAK

TEMULAWAK
( Curcuma xanthorrhiza ROXB. )





1. SEJARAH SINGKAT

Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang
semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede
sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia
merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat
ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina,
Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa negara
Eropa.

2. URAIAN TANAMAN

2.1  Klasifikasi

Divisi     : Spermatophyta
Sub divisi   : Angiospermae
Kelas    : Monocotyledonae
Ordo    : Zingiberales
Keluarga   : Zingiberaceae
Genus   : Curcuma
Spesies   : Curcuma xanthorrhiza ROXB.

2.2  Deskripsi

Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi
kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk
dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang
mempunyai daun 2  – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai
bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap,
panjang daun 31  – 84cm dan lebar 10  – 18cm, panjang tangkai daun
termasuk helaian 43  – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik
berbentuk garis, panjang tangkai 9  – 23cm dan lebar 4  – 6cm, berdaun
pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota
bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8  – 13mm, mahkota
bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga
berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna
merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm 

3. MANFAAT TANAMAN

Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang
temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 %
zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya
dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari
rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu
makan, anti kolesterol, anti inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker,
dan anti mikroba.

4. SENTRA PENANAMAN

Tanaman ini ditanam secara konvensional dalam skala kecil tanpa
memanfaatkan teknik budidaya yang standard, karena itu sulit menentukan
dimana sentra penanaman temulawak di Indonesia. Hampir di setiap daerah
pedesaan terutama di dataran sedang dan tinggi, dapat ditemukan temulawak
terutama di lahan yang teduh.


5. SYARAT PERTUMBUHAN

5.1. Iklim

1)  Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh
dan terlindung dari teriknya sinar matahari.  Di habitat alami rumpun
tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati.
Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di
tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah
beriklim tropis.
2)  Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30
o
C
3)  Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000
mm/tahun.

5.2. Media Tanam

Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada  berbagai jenis
tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat
yang berliat. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal
diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian
pemupukan anorganik dan  organik diperlukan untuk memberi unsur hara
yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang
mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak
mudah tergenang air.

5.3. Ketinggian Tempat

Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat  5-1.000 m/dpl dengan
ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di
dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240
m/dpl. Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang
yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok
dikembangkan di dataran sedang.

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan

Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpang-rimpangnya baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun rimpang
anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang induk adalah 1.500-2.000
kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha.

1) Persyaratan Bibit
Rimpang untuk bibit diambil dari tanaman tua yang sehat berumur 10 -12
bulan.

2) Penyiapan Bibit
Tanaman induk dibongkar dan bersihkan akar dan tanah yang menempel
pada rimpang. Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak.
a.  Bibit rimpang induk
Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3
mata tunas dan dijemur selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut.
Setelah itu rimpang dapat langsung ditanam.
b.  Bibit rimpang anak
Simpan rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap
selama 1-2 bulan sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula
dilakukan dengan menimbun rimpang di dalam tanah pada tempat
teduh, meyiraminya dengan air bersih setiap pagi/sore hari sampai
keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas segera dipotong-potong
menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap ditanam. 
Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang anakan.
Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak
berkurang akibat penyimpanan.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1)  Persiapan Lahan
Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau
pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan
30 hari sebelum tanam.

2)  Pembukaan Lahan
Lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat
mengganggu pertumbuhan kunyit. Lahan dicangkul sedalam 30 cm
sampai tanah menjadi gembur.

3)  Pembentukan Bedengan
Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar
bedengan 30-40 cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga
dibentuk menjadi petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit
pemasukkan dan pembuangan air, khususnya jika temulawak akan
ditanam di musim hujan.

4)  Pemupukan Organik (sebelum tanam)
Pupuk kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2
kg. Keperluan pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25 ton
karena pada satu hektar lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman.

6.3. Teknik Penanaman

1)  Penentuan Pola Tanaman
Penanaman dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada
awal musim hujan kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang
waktu. Fase awal pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan
banyak air.

2)  Pembutan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30
x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60
cm.

3)  Cara Penanaman
Satu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas
menghadap ke atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10
cm.

4)  Perioda Tanam
Masa tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen
musim kemarau mendatang. Penanaman pada di awal musim hujan ini
memungkinkan untuk suplai air yang cukup bagi tanaman muda yang
memang sangat membutuhkan air di awal pertumbuhannya.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1)  Penyulaman
Tanaman yang rusak/mati diganti oleh bibit yang sehat yang merupakan
bibit cadangan.

2)  Penyiangan
Penyiangan rumput liar dilakukan pagi/sore hari yang tumbuh di atas
bedengan atau petak bertujuan untuk menghindari persaingan makanan
dan air. Peyiangan pertama dan kedua dilakukan pada dua dan empat
bulan setelah tanam (bersamaan dengan pemupukan). Selanjutnya
penyiangan dapat dilakukan segera setelah rumput liar tumbuh. Untuk
mencegah kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan
kored/cangkul dengan hati-hati.

3)  Pembubunan
Kegiatan pembubunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan untuk memberikan media tumbuh rimpang yang cukup baik.
Pembubunan dilakukan dengan menimbun kembali area perakaran dengan
tanah yang jatuh terbawa air. Pembubunan dilakukan secara rutin setelah
dilakukan penyiangan.

4)  Pemupukan

a. Pemupukan Organik
Pada pertanian organic yang tidak menggunakan bahan kimia
termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara
organic yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organic atau pupuk
kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan
pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organic  ini dilakukan
pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk
dasar sebanyak 60  – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur
tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga
dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal
pertanaman sebanyak 0.5  – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan
selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10
bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2  – 3 kg per tanaman.
Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah  kegiatan
penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.

b. Pemupukan Konvensional
ß Pemupukan Awal
Pupuk dasar yang diberikan saat tanam adalah SP-36 sebanyak 100
kg/ha yang disebar di dalam larikan sedalam 5 cm di antara barisan
tanaman atau dimasukkan  ke dalam lubang sedalam 5 cm pada
jarak 10 cm dari bibit yang baru ditanam. Larikan atau lubang
pupuk kemudian ditutup dengan tanah. Sesaat setelah pemupukan
tanaman langsung disiram untuk mencegah kekeringan tunas.

ß Pemupukan Susulan
Pada waktu berumur dua bulan, tanaman dipupuk dengan pupuk
kandang sebanyak 0,5 kg/tanaman (10-12,5 ton/ha), 95 kg/ha urea
dan 85 kg/ha KCl. Pupuk diberikan kembali pada waktu umur
tanaman mencapai empat bulan berupa urea dan KCl dengan dosis
masing-masing 40 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan
merata di dalam larikan pada jarak 20 cm dari pangkal batang
tanaman lalu ditutup dengan tanah.

5)  Pengairan dan Penyiraman
Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman
masih berada pada masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya
ditentukan oleh kondisi tanah dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih
banyak dilakukan pada musim kemarau. Untuk menjaga pertumbuhan
tetap baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan kering.

6)  Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama
penyakit.

7)  Pemulsaan
Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk
menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak
gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan.
Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di antara lubang
tanaman.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

Hama temulawak adalah:
1)  Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites Esp.), 
2)  Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn.) dan 
3)  Lalat rimpang (Mimegrala coerulenfrons Macquart). 
Pengendalian: 
penyemprotan insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan
konsentrasi 0.1-0.2 %.

7.2. Penyakit

1)  Jamur Fusarium
Penyebab: 
F. oxysporum  Schlecht dan  Phytium sp. serta bakteri  Pseudomonas sp.
Berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di
kebun atau setelah panen. 
Gejala: 
Fusarium menyebabakan busuk akar rimpang dengan gejala daum
menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang
menjadi keriput dan berwarna  kehitam-hitaman dan bagian tengahnya
membusuk. Jamur  Phytium  menyebabkan daun menguning, pangkal
batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan akhirnya
keseluruhan tanaman menjadi busuk. 
Pengendalian: 
melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam
tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat
dipakai adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane  M-45 80 WP dengan
konsentrasi 0.1 - 0.2 %.

2)  Penyakit layu
Penyebab: 
Pseudomonas sp. 
Gejala: 
kelayuan daun bagian bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal
batang basah dan rimpang yang dipotong mengeluarkan lendir seperti
getah. 
Pengendalian: 
dengan pergiliran tanaman dan penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau
grept 20 WP dengan konsentrasi 0.1 -0.2%.

7.3. Gulma

Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara
lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar
lainnya.

7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organik

Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia
berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya
dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan
hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1)  Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit
unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap
serangan hama dari sejak awal pertanaman
2)  Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3)  Menggunakan varietas-varietas  unggul yang tahan terhadap serangan
hama dan penyakit.
4)  Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5)  Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya
tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta
rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus
penyebaran hama dan penyakit potensial.
6)  Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan
dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang
dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini
hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang
diperoleh dari hasil pengamatan.

Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan
digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1)  Tembakau  (Nicotiana tabacum) yang mengandung  nikotin untuk
insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk
serangga kecil misalnya Aphids.
2)  Piretrum  (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung  piretrin
yang dapat  digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat
syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga
seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3)  Tuba (Derris elliptica dan  Derris malaccensis) yang mengandung  rotenone
untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan
semprotan.
4)  Neem tree atau mimba  (Azadirachta indica) yang mengandung
azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama
pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti
hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif
untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5)  Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung  rotenoid yaitu
pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6)  Jeringau  (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen
utama  asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan
pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN

8.1. Ciri dan Umur Panen

Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman
yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah
menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning
kecoklatan.

8.2. Cara Panen

Tanah disekitar rumpun  digali dan rumpun diangkat bersama akar dan
rimpangnya.

8.3. Periode Panen

Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim
kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas
tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau
tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun
berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang
dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif
karena lebih banyak kadar airnya.

8.4. Perkiraan Hasil Panen

Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak
10-20 ton/hektar.

9. PASCAPANEN

9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian

Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran
berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah
bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. 
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air
bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan
pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar
kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air.
Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar
kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai,
tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang
tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah
plastik/ember.

9.2. Perajangan 

Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi
bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan
melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm  – 7 mm. Setelah perajangan,
timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember.  Perajangan dapat
dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.

9.3. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari
atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3  - 5 hari,
atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari
dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling
menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam
sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara
yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi.
Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50
o
C - 60
o
C. Rimpang yang
akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak
saling menumpuk. Setelah  pengeringan, timbang jumlah rimpang yang
dihasilkan 

9.4.  Penyortiran Kering.

Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan
cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah
atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini
(untuk menghitung rendemennya).

9.5.  Pengemasan

Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong
plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai
sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang
menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.

9.6. Penyimpanan

Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi  30
o
C
dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang
bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari
langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang. 

10.ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya kunyit seluas 1000 m2 yang dilakukan pada tahun
2000 di daerah Sumedang Jawa Barat.
1) Biaya produksi
a.  Sewa lahan 1 musim tanam         Rp.  100.000,-
b.  Bibit 250 kg @ Rp. 700,-        Rp. 175.000,-
c.  Pupuk
d.  Pupuk kandang 1.000 kg @ Rp. 100,-     Rp.  100.000,-
- Pupuk buatan: Urea 13.5 kg @ Rp. 1.200,-   Rp.    16.200,-
- SP-36 10 kg @ Rp. 1700,-       Rp.    17.000,-
-  KCl 12.5 kg @ Rp. 1700,-       Rp.    21.250,-
e.  Pestisida               Rp.      7.000,-
f.  Alat               Rp.    20.000,-
g.  Tenaga kerja             Rp.  112.000,-
h.  Panen dan pasca panen         Rp.    42.000,-
i.  Lain-lain (Pajak 15%)          Rp.     91.567,-
Jumlah biaya produksi           Rp.   702.017,-
2) Pendapatan 2.000 kg @ Rp. 500,-         Rp.1.000.000,-
3) Keuntungan               Rp.   297.983,-
4) Parameter kelayakan usaha
a.  Rasio output/input = 1,42

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Temulawak merupakan tanaman obat yang secara alami sangat mudah
tumbuh di Indonesia dan telah lama digunakan sebagai bahan pembuatan
jamu. Setiap produsen jamu baik skala kecil atau skala industri selalu
memasukkan temulawak ke dalam racikan jamunya. Rimpang temulawak
yang dikeringkan juga sudah merupakan komoditi perdagangan antar negara.
Indonesia dengan dukungan kondisi iklim dan tanahnya dapat menjadi
produsen dan sekaligus pengekspor utama rimpang temu lawak dengan
syarat produks dan kualitas rimpang yang dihasilkan memenuhi syarat.
Kuantitas dan kualitas ini dapat ditingkatkan dengan mengubah pola tanam
temulawak dari tradisional ke “modern” yang mengikuti tata laksana
penanaman yang sudah teruji. Selama periode 1985-1989 Indonesia
mengekspor temulawak sebanyak 36.602 kg senilai US $ 21.157,2 setiap
tahun. Negara pengekspor lainnya adalah Cina, Indo Cina dan Bardabos.
Untuk dapat meningkatkan ekspor temulawak diperlukan sosialisasi tanaman
temulawak kepada masyarakat petani dan sekaligus memasyarakatkan cara
budidaya temu lawak yang benar dalam skala yang lebih besar.

11.STANDAR PRODUKSI

11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh
dan syarat pengemasan.

11.2. Deskripsi





11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Standard mutu temulawak untuk pasaran luar negeri dicantumkan berikut ini:
1)  Warna : kuning-jingga sampai coklat kuning-jingga
2)  Aroma : khas wangi aromatis
3)  Rasa : mirip rempah dan agak pahit
4)  Kadar air maksimum : 12 %
5)  Kadar abu : 3-7 %
6)  Kadar pasir (kotoran) : 1 %
7)  Kadar minyak atsiri (minimal) : 5 %

11.4. Pengambilan Contoh

Dari jumlah kemasan dalam satu partai temulawak siap ekspor diambil
sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum berat
tiap partai 20 ton.
1)  Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang diambil 5.
2)  Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh yang diambil 7
3)  Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh yang diambil 9
4)  Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil 10
5)  Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil
minimum 15

Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak
sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk
kemasan  temulawak berat 20 kg atau kurang, maka contoh yang diambil
sebanyak 5 rimpang.  Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk
ditentukan mutunya. Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu
orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai
ikatan dengan suatu badan hukum.

11.5. Pengemasan

Irisan temulawak kering dikemas dalam kardus karton yang dilapisi plastik
dengan  kapasitas 20 kg. Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan
bahan yang tidak luntur, jelas terbaca antara lain:
ß Produk asal Indonesia
ß Nama/kode perusahaan/eksportir
ß Nama barang
ß Negara tujuan
ß Berat kotor
ß Berat bersih
ß Nama pembeli

12.DAFTAR PUSTAKA

1)  Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida
Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1  – 2 Desember 1993. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
2)  Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.
3)  Anonimous. 2001. Profil Tanaman Obat di Kabupaten Sumedang.
Pemerintah Kabupaten Sumedang. Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Hal.
37.
4)  Rahmat Rukmana, Ir. 1995. Temulawak: Tanaman rempah dan obat.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta
5)  Sardiantho. 1997. Empat Tanaman Obat untuk Asam Urat. Trubus No. 331
Jakarta, Februari 2000 Sumber: Sistim Informasi Manajemen
Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TALAS

TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 1/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TALAS
(  Colocasia esculenta (L.) Schott )
1. SEJARAH SINGKAT
Talas merupakan tanaman pangan berupa herba menahun. Talas termasuk dalam
suku talas-talasan  (Araceae),  berperawakan tegak, tingginya 1 cm atau lebih dan
merupakan tanaman semusim atau sepanjang tahun. Talas mempunyai beberapa
nama umum yaitu  Taro, Old cocoyam, ‘Dash(e)en’  dan ‘Eddo (e)’. Di beberapa
negara dikenal dengan nama lain, seperti:  Abalong (Philipina),  Taioba (Brazil), Arvi
(India),  Keladi  (Malaya),  Satoimo (Japan), Tayoba (Spanyol) dan  Yu-tao  (China).
Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara, menyebar ke China dalam
abad pertama, ke Jepang, ke daerah Asia Tenggara lainnya dan ke beberapa pulau
di Samudra Pasifik, terbawa oleh migrasi penduduk. Di Indonesia talas bisa di jumpai
hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di
atas 1000 m dpl., baik liar maupun di tanam.
2. JENIS TANAMAN
Tanaman talas mengandung asam perusi (asam biru atau HCN). Sistim perakaran
serabut, liar dan pendek. Umbi mempunyai jenis bermacam-macam. Umbi dapat
mencapai 4 kg atau lebih, berbentuk selinder atau bulat, berukuran 30 cm x 15 cm,
berwarna coklat. Daunnya berbentuk perisai atau hati, lembaran daunnya 20-50 cm
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 2/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
panjangnya, dengan tangkai mencapai 1 meter panjangnya, warna pelepah
bermacam-macam. Perbungaannya terdiri atas tongkol, seludang dan tangkai.
Bunga jantan dan bunga betina terpisah, yang betina berada di bawah, bunga jantan
di bagian atasnya, dan pada puncaknya terdapat bunga mandul. Buah bertipe buah
buni. Bijinya banyak, bentuk bulat telur, panjangnya ±  2 mm.
Berbagai jenis talas terdapat di daerah Bogor adalah Talas Sutera, Talas Bentul dan
Talas Ketan. Talas Sutera memiliki daun yang berwarna hijau muda dan dan berbulu
halus seperti Sutera. Di panen pada umur 5-6 bulan. Umbinya kecoklatan yang dapat
berukuran sedang sampai besar. Talas Bentul memiliki umbinya lebih besar dengan
warna batang yang lebih ungu di banding Talas Sutera. Talas Bentul dapat dipanen
setelah berumur 8-10 bulan dengan umbi yang relatif lebih besar dan berwarna lebih
muda kekuning-kuningan. Talas Ketan warna pelepahnya hijau tua kemerahan. Di
Bogor dikenal pula jenis talas yang disebut Talas Mentega (Talas Gambir/Talas
Hideung), karena batang dan daunnya berwarna unggu gelap.
Jenis talas lain biasanya tidak di kosumsi karena rasanya tidak enak atau gatal.
Contohnya adalah Talas Sente yang berbatang dan berdaun besar, banyak
digunakan untuk pajangan dan daunnya sering digunakan untuk makanan ikan.
Sedang talas Bolang memunyai rasa yang gatal, dengan batang dan daun yang
bertotol-totol.
3. MANFAAT TANAMAN
Di Indonesia, talas dikonsumsi sebagai makanan pokok dan makanan tambahan.
Talas mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, lemak dan vitamin.
Talas mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Umbi, pelepah daunnya banyak
dimanfaatkan sebagai bahan makanan, obat maupun pembungkus. Daun, sisa umbi
dan kulit umbi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ikan secara langsung
maupun setelah difermentasi. Tanaman ini mempunyai keterkaitan dengan
pemanfaatan lingkungan dan penghijauan karena mampu tumbuh di lahan yang
agak berair sampai lahan kering.
4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia tempat pengembangan talas adalah Kota Bogor dan Malang yang
menghasilkan beberapa kultivar yang enak rasa umbinya. Tingkat produksi tanaman
talas tergantung pada kultivar, umur tanaman dan kondisi lingkungan tempat
tumbuh. Pada kondisi optimal produktivitas talas dapat memcapai 30 ton/hektar.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 3/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
a) Talas tumbuh tersebar di daerah tropis, sub tropis dan di daerah beriklim sedang.
Pembudidayaan talas dapat dilakukan pada daerah beriklim lembab (curah hujan
tinggi) dan daerah beriklim kering (curah hujan rendah), tetapi ada kecenderungan
bahwa produk talas akan lebih baik pada daerah yang beriklim rendah atau iklim
panas.
b) Curah hujan optimum untuk pertumbuhan tanaman talas adalah 175 cm pertahun.
Talas juga dapat tumbuh di dataran tinggi, pada tanah tadah hujan dan tumbuh
sangat baik pada lahan yang bercurah hujan 2000 mm/tahun atau lebih.
c) Selama pertumbuhan tanaman talas menyukai tempat terbuka dengan penyinaran
penuh serta tanaman ini mudah tumbuh pada lingkungan dengan suhu 25-30
derajat C dan kelembaban tinggi.
5.2. Media Tanam
a) Tanaman talas menyukai tanah yang gembur, yang kaya akan bahan organik atau
humus.
b) Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah dengan berbagai jenis tanah, misal tanah
lempung yang subur berwarna coklat pada lapisan tanah yang bebas air tanah,
tanah vulkanik,andosol, tanah latosol.
b) Tanaman talas untuk mendapatkan hasil yang tinggi, harus tumbuh di tanah
drainase baik dan PH 5,5–6,5. Tanah yang bergambut sangat baik untuk talas
tetapi harus diberi kapur 1 ton/ha bila PH nya di bawah 5,0.
c) Tanaman talas membutuhkan tanah yang lembab dan cukup air. Apabila tidak
tersedia air yang cukup atau mengalami musim kemarau yang panjang, tanaman
talas akan sulit tumbuh. Musim tanam yang cocok untuk tanaman ini ialah
menjelang musim hujan, sedang musim panen tergantung kepada kultivar yang di
tanam.
5.3. Ketinggian Tempat
Talas dapat tumbuh pada ketinggian 0–1300 m dpl. Di Indonesia sendiri talas dapat
tumbuh di daerah pantai sampai pergunungan dengan ketinggian 2000 m dpl,
meskipun sangat lama dalam memanennya.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 4/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
Pembibitan tanaman talas dapat dilakukan dengan tunas atau umbi.
1) Penyiapan Bibit
Pada umumnya pertanaman talas masih dijalankan secara tradisional, dimana
bibit yang berupa anakan, diperoleh dari pertanaman sebelumnya. Bibit yang baik
merupakan anakan kedua atau ketiga dari pertanaman talas. Anakan tersebut
setelah dipisahkan dari tanaman induk, disimpan di tempat yang lembab, untuk
digunakan pada musim tanam berikutnya.
2) Teknik Penyemaian Bibit
Penanaman talas sangat mudah dilakukan hanya memerlukan ketekunan dan
keterampilan sederhana. Pertama persiapkan bibit yang berasal dari tunas atau
umbi. Bila bibit diambil dari tunas, maka tunas itu diperoleh dari talas yang telah
berumur 5–7 bulan, yaitu tunas kedua dan dan ketiga. Bila bibit berasal dari umbi,
sebaiknya dipilih bagian umbi yang dekat titik tumbuh, kemudian iris dan
tinggalkan satu mata bakal tunas. Umbi yang diiris dianginkan dulu dan waktu
disemaikan lapisan bagian dalam irisan dilapisi abu. Baru setelah berdaun 2-3
lembar, umbi siap ditanam pada tanah yang telah diolah sampai gembur, dengan
jarak tanam 75 x 75 cm dan dalam 30 cm. Pengaturan jarak tanam tergantung dari
varietas dan ukuran tanaman. Talas biasanya ditanam dalam dua baris di
bedengan selebar 1,2 m, dengan jarak 45 cm di dalam baris.
3) Pemindahan bibit
Pemindahan bibit dapat dilakukan setelah tunas diperoleh dari talas yang telah
berumur 5–7 bulan, yaitu tunas kedua dan dan ketiga. Kalau bibit dari umbi, yaitu
setelah umbi berdaun 2-3 lembar, umbi siap ditanam pada tanah yang telah diolah
sampai gembur, dengan jarak tanam 75 x 75 cm dan dalam 30 cm.
6.2. Pengolahan Media Tanam
1) Penyiapan Lahan
Di dalam pengolahan maupun penyiapan lahan, tanahnya harus gembur dan
lepas. Cara pengolahan tanah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
pengolahan tanah setelah tanaman padi dan setelah tanaman sayuran.
Pengolahan tanah setelah tanam padi mulai dengan pembabatan jerami. Jerami
tersebut kemudian ditumpuk kemudian di bakar. Tanah dibiarkan beberapa hari,
baru kemudian dicangkul, dihaluskan dan dibuat bedeng-bedengan dan
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 5/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
pemupukan dasar. Pengolahan tanah jika talas di tanam setelah tanaman
sayuran, dilakukan dengan menyiangi gulma, mencangkul, membuat bedeng-bedengan dan pemupukan dasar.
2) Pembentukan Bedengan
Talas biasanya ditanam dalam dua baris di bedengan selebar 1,2 m, sedangkan
panjang bedengan disesuaikan dengan lebar petakan lahan dengan jarak 45 cm
atau berkisar 70 x 70  atau 50 x 70 cm atau kombinasi yang lain.
3) Pengapuran
Talas dapat tahan terhadap tanah basah tetapi tidak mendapatkan hasil tinggi,
tanah harus gembur dan lepas. Tanah yang bergambut sangat baik, tetapi harus
harus diberi 1 ton/ha kapur bila pH nya di bawah 5,0.
4) Pemupukan
Pemupukan talas dapat dilakukan dengan pupuk kandang atau pupuk buatan
seperti urea, TSP dan KCl atau campuran ketiganya. Jumlah pupuk yang
diberikan tidak banyak, cukup 2 sendok saja (untuk pupuk buatan) dan dua
genggaman untuk pupuk kandang untuk satu tanaman. Setelah di pupuk, di
atasnya kemudian ditambahkan tanah yang dicampur dengan jerami.
6.3. Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola Tanam
Jarak tanam talas adalah 75 x 75 cm dan dalam 30 cm atau 70 x 70 cm atau 50 x
70 cm. Keragaman jarak tanam ini biasanya disesuaikan dengan kondisi tanah
dan keadaan musim. Penanaman di lahan sawah cenderung menggunakan jarak
tanam yang lebih rapat dari musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim panas
penyinaran cahaya matahari dapat berlangsung sepanjang hari sehingga dengan
jarak tanam yang rapat pun kelembaban udara di sekitar tanaman tetap optimum.
Jika pada musim hujan digunakan jarak tanam yang rapat maka tanaman akan
kurang menyerap sinar matahari dan kelembaban di sekitar tanaman menjadi
tinggi. Hal ini akan meningkatkan resiko serangan penyakit.
2) Cara Penanaman
Penanaman talas sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan atau bila curah
hujan merata sepanjang tahun. Cara penanaman bibit talas, yaitu meletakkan bibit
talas tegak lurus di tengah-tengah lubang, kemudian ditimbun sedikit dengan
tanah agar dapat berdiri tegak. Penimbunan ini kira-kira 7 cm, sehingga lubang
tanam tidak seluruhnya tertutup oleh tanah.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 6/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiangan dan Pembubunan
Penyiangan biasanya dilakuakn pada umur 1 bulan setelah tanam. Penyiangan
perlu dilakukan agar tanaman bebas dari gangguan gulma yang dapat menjadi
pesaing dalam penyerapan unsur-unsur hara. Untuk memperoleh umbi yang
besar dan bermutu maka perlu penyiangan terhadap rumput-rumput liar di sekitar
tanaman. Pembubunan perlu dilakukan untuk menutup pangkal batang dan akar-akar bagian atas agar tanaman lebih kokoh dan tahan oleh terpaan angin.
Pembubunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan.
2) Pemupukan
Pemupukan dasar dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah yaitu
mencampur sebanyak 1 ton pupuk kandang/hektar. Sedangkan pemupukan
pertama dilakukan 1 bulan setelah bibit di tanam, yaitu dengan menggunakan
sebanyak 100 kg urea dan 50 kg TSP per hektar. Aplikasi pemupukan yaitu
dengan cara membuat lubang pupuk disamping lubang tanam 3 cm. Pemupukan
kedua dan ketiga dilakukan pada umur tanaman 3 bulan dan umur 5 bulan
masing-masing menggunakan urea sebanyak 100 kg per hektar. Aplikasi dapat
dilakukan dengan membuat larikan disamping baris tanaman sejauh 7 cm pada
pemupukan umur 3 bulan dan 10 cm pada pemupukan umur 5 bulan.
3) Pengairan dan Penyiraman
Talas membutuhkan tanah yang lembab dan cukup air. Sehingga bila tidak
tersedia air yang cukup atau mengalami musim kemarau yang panjang, tanaman
talas akan sulit tumbuh. Musim tanam yang cocok untuk tanaman talas ini ialah
menjelang musim hujan, sedangkan musim panen bergantung kepada kultivar
yang di tanam.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
a) Serangga aphis gossypii (Hemiptera: Aphididae)
Baik nimfa maupun dewasa yang bersayap dan tidak bersayap mengisap cairan
daun.  Gejala : daun menjadi agak keriting. Aphis mengeluarkan cairan madu, yang
dapat menarik semut. Serangga ini tersebar di seluruh dunia kecuali di daerah
dingin seperti di Siberia dan Kanada. Selain talas hama ini juga menyerang melon,
timun, labu-labuan serta kapas.  Pengendalian: dengan insektisida pada tanaman
talas dinilai kurang ekonomis, kecuali apabila tingkat serangan sangat tinggi pada
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 7/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
tanaman muda. Insektisida yang digunakan adalah carbaryl, diazinon dimetoat
dan malation cukup efektif untuk mengendalikan hama tersebut.
b) Ulat heppotion calerino (Lepidoptera: Sphingidae)
Gejala: ulat berukuran besar dan sangat rakus yang dapat memakan seluruh helai
daun, bahkan populasi tinggi dapat makan pelepah daun juga, sehingga tanaman
menjadi gundul. Selain talas ulat juga merusak tanaman kacang hijau, ubi jalar
dan gulam. Serangga ini tersebar di negara-negara tropika dan sub tropika,
Australia dan Pasifik.  Pengendalian: mengambil dan memusnahkan ulat tersebut.
Selain itu, karena kepompong berada di dalam tanah, maka pembajakan lahan
setelah panen dapat memusnahkan hama tersebut. Usaha pengendalian dengan
insektisida telah dilakukan di Papua Nugini yaitu dengan Carbaryl jika kerusakan
mencapai 50 %.
c) Serangga agrius convolvuli (kupu-kupu: Sphingidae)
Serangga ini tersebar di Afrika, Australia, Bangladesh, Burma, Cina Selatan,
Eropa Selatan, India, Indonesia, Malaysia, Selandia Baru, kepulauan-kepulauan di
pasifik dan Papua Nugini (Anonymous, 1986). Ulat yang berukuran a populasi
yang tinggi, ulat juga makan tangkai daun sehingga  tanaman menjadi gundul.
Selain tanaman talas ini juga merusak kacang hijau, ubi jalar dan gulma
(Kalshoven, 1931). besar sangat rakus memakan daun. Defoliasi dimulai dari tepi
daun.  Pengendalian: kepompong terbentuk di dalam tanah, maka pembajakan
tanah setelah panen dapat memusnahakan hama tersebut. Selain itu pengambilan
ulat dan memusnahkannya merupakan cara pengendalian yang efektif untuk areal
kecil. Usaha pengendalian dengan insektisida yang efektif hendaknya  dilakukan
pada saat ulat masih kecil dengan carbaryl 0,2 % (Anonymous, 1986).
d) Serangga tarophagus proserpina (Hemiptera: Delphacidae)
Gejala: serangga dewasa dan nimfa mengusap cairan pelepah daun, sehingga
warnanya berubah menjadi coklat. Serangga ini tersebar di kepulauan Pasifik,
Hawai, Indonesia, Philipina, Kepulauan Ryuku dan Quensland.  Pengendalian:
diintroduksikan sejenis pemangsa yaitu Cyrtorthinus pulus atau dengan serangga
yang dinilai efektif untuk mengendalikan hama tersebut yaitu carbaryl, malation,
dan tri-chlorform.
e) Serangga bemisia tabaci (Hemiptera: Aleurodidae)
Serangga ini tersebar di daerah tropika dan sub tropika. Nimfa dan dewasanya di
permukaan bawah daun, dan mengisap cairan daun.  Gejala : pada serangan yang
berat  daun menjadi kering, pertumbuhan terhambat dan tanaman menjadi kerdil.
Selain talas, B. tabaci juga menyerang tanaman kedelai, ubi kayu, terung-terungan dan kacang-kacangan lain.  Pengendalian: menggunakan cabaryl,
malation, dan tri-chlorform.
f) Ulat spodoptera litura (kupu-kupu: Noctuidae
Gejala: daun yang terserang oleh kelompok ulat yang masih kecil akan kehilangan
lapisan epidermisnya sehingga menjadi transparan, dan akhirnya kering. Ulat
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 8/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
yang lebih besar akan tersebar dan masing-masing makan daun. Defoliasi yang di
sebabkan ulat yang besar mirip dengan kerusakan yang disebabkan oleh Agrius
convolvuli. Selain talas ulat juga menyerang tanaman jarak, tembakau, tomat,
jagung, ubi jalar, kubis, cabe dan kacang-kacangan. Diantara inang tersebut, daun
talas yang paling disukai, oleh karena itu dapat dimanfaatkan sebagai media
pembiakan massal ulat tersebut untuk tujuan penelitan.  Pengendalian: dengan
insektisida dilakukan apabila kerusakan telah mencapai 50 % dengan insektisida
carbaryl dan dichorvos. Selain itu monokrotofos, kuinalfos dan endosulfan juga
efektif untuk mengendalikan S. litura. Pengendalian lebih efektif jika dilakukan
pada saat ulat masih kecil.
g) Serangga tetranychus cinnabarinus (Acarina: Tetranichidae)
Gejala: helai daun yang terserang nampak bintik-bintik putih atau kuning, karena
serangga tersebut mengisap cairan daun. Apabila populasi sangat tinggi daun
kelihatan memutih, kemudian layu dan mati. Apabila diamati nampak banyak
sekali tunggau yang berwarna merah terletak di permukaan bawah daun. Tunggau
disebarkan oleh manusia dan angin.  Pengendalian: pestisida azodrin, caerol,
galecron, plictron, omite dan trition. Galecron dan plictron mempunyai residu yang
panjang dan juga sebagai ovisida. Fungisida dapat juga untuk mengendalikan
tungau yaitu Du Ter dan benlate.
h) Hepialiscus sordida  ( kupu-kupu : Hepialidae)
Gejala: daun yang terserang menjadi berlubang dengan garis tengah 5-10 cm,
dan di isi oleh kotorannya. Pada serangan berat seluruh umbi terserang sehingga
tinggal pangkal batangnya saja, sehingga tanaman mudah di cabut. Tanaman
yang terserang pertumbuhannya agak kurang tegar dibanding dengan tanaman
sehat. Kerugian yang disebabkan oleh hama ini cukup besar pada lahan kering.
Serangan meningkat apabila petani menggunakan pupuk kandang.
Pengendalian: belum ada.
7.2. Penyakit
a) Penyakit hawar daun(Phytophtora colocasiae)
Gejala: terdapat bercak kecil berwarna kehitaman, kemudian membesar menjadi
hawar. Bagian daun yang terserang mengering, pada serangan berat seluruh
daun mengering.  Pengendalian: menanam varietas tahan. Penyaringan klon-klon
merupakan salah satu tahapan dalam pembentukan varietas.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Pemanen talas dilakukan setelah tanaman berumur 6-9 bulan, tetapi ada yang
memanennya setelah berumur 1 tahun, dan ada pula kultivar yang 4-5 bulan sudah
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 9/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
dapat dipanen; sebagai contoh: talas genjah masak cepat, talas kawara 5 bulan, dan
talas lenvi dan talas dalam. Misalkan di kota Bogor ada talas bentul, dipanen setelah
berumur 8-10 bulan dengan umbi yang relatif lebih besar dan berwarna lebih muda
dan kekuning-kunigan dan masih ada lagi talas-talas lain, seperti: talas sutera yang
dipanen pada umur 5-6 bulan, yang umbinya berwarna kecoklat-coklatan yang dapat
berukuran sedang sampai besar dan masih banyak lagi talas yang ada di bogor
(talas mentega atau talas gambir, talas ketan, dan talas balitung).
8.2. Cara Panen
 Pemanenan dilakukan dengan cara menggali umbi talas, lalu pohon talas dicabut
dan pelepahnya di potong sepanjang 20-30 cm dari pangkal umbi serta akarnya
dibuang dan umbinya di bersihkan dari tanah yang melekat.
8.3. Periode Panen
Masa panen talas perlu mendapat perhatian yang cermat sebab waktu panen yang
tidak tepat akan menurunkan kualitas hasil. Panen yang terlalu cepat akan
menghasilkan talas yang tidak kenyal dan pulen, sebaliknya jika panen terlambat
akan menghasilkan umbi talas yang terlalu keras dan liat. Talas pada lahan sawah
dirotasikan dengan tanaman padi dan jenis sayuran lainnya. Tanaman padi ditanam
satu atau dua kali pada saat musim hujan yaitu sekitar bulan September sampai
Januari. Pada musim kemarau (bulan Februari sampai Mei) lahan sawah ditanami
sayuran kemudian talas sampai bulan Desember atau Januari.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah dijangkau
oleh angkutan.
9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Pemilihan atau penyortiran umbi talas sebenarnya dapat dilakukan pada saat
pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran umbi talas dapat dilakukan setelah
semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu tempat. Penyortiran dilakukan
untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta
yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi serta bercak hitam/garis-garis pada daging umbi.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 10/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
9.3. Pengemasan dan Pengangkutan
Pengemasan umbi talas bertujuan untuk melindungi umbi dari kerusakan selama
dalam pengangkutan. Untuk pasaran antar kota/dalam negeri dikemas dan
dimasukkan dalam karung-karung goni atau keranjang terbuat dari bambu agar tetap
segar.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Analisis biaya budidaya talas hasil wawancara ke lapangan usaha budidaya talas
(Bapak Enju, Balumbang Jaya - Bogor). Menurut Bapak Enju di desa Balumbang
Jaya RT. 01/IX Bogor:
a) Usaha budidaya talas sangat menguntungkan, karena tidak banyak pekerjaan
dalam mengurusi tanaman talas.
b) Tanah yang telah diolah, didiamkan selama beberapa hari, kemudian baru di
tanam talas.
c) Tanaman talas menpunyai jarak tanam 60 x 60 cm dan di buat bedengan.
d) Pemupukkannya menurut Bapak Enju dilakukan setelah talas berusia 3 bulan.
e) Penjualan tanaman talas dilakukan melalui tengkulak kebun tanpa menjualnya lagi
kepasar.
f) Dalam waktu 7 bulan talas berproduksi 1 kali, Rata-rata produksi 5000 batang.
Analisis usaha budidaya tanaman talas dengan luas lahan 400 m
2
 dalam satu musim
tanam (7 bulan) di daerah Bogor pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
a) Biaya produksi
1. Sewa lahan (400 m
2
)  Rp.    200.000,-2. Bibit: 5.000 batang @ Rp. 150,- Rp.    250.000,-3. Pupuk
- Urea: 10 kg @ Rp. 1.500,- Rp.      15.000,-4. Pestisida
- Pembasmi serangga (Diodan) 1 botol Rp.      25.000,-5. Peralatan
- cangkul Rp.      20.000,-6. Tenaga kerja
- Mencangkul lahan 3 OH @ Rp. 10.000,- Rp.      30.000,-- Menanam bibit 2 OH @ Rp. 10.000,- Rp.      20.000,-7. Panen dan pasca panen
- Panen 2 OH @ Rp. 10.000,- Rp.      20.000,-Jumlah biaya produksi  Rp.     580.000,-
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 11/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
b) Pendapatan : 5000 batang @ Rp. 200,- Rp.  1.000.000,-c) Keuntungan  Rp.     420.000,-d) Parameter kelayakan usaha
1. B/C Ratio  = 1,724
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Selama ini masyarakat mengenal talas sebagai makanan pangan
pengganti/tambahan dalam keadaan darurat atau untuk konsumsi masyarakat
bawah. Akan tetapi saat ini potensi talas cukup baik yang dapat digunakan sebagai
bahan baku industri pakan. Begitu pula permintaan konsumsi lokal yang tiap
tahunnya meningkat.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar produksi meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan dan cara pengemasan.
11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

11.4. Pengambilan contoh
Contoh diambil  secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan
maksimum maksimum 30 karung. Pengambilan contoh dilakukan beberapa kali,
sampai mencapai berat 500 gram. Contoh kemudian disegel dan diberi label.
Petugas pengambil contoh harus orang yang telah berpengalaman atau dilatih lebih
dahulu.
11.5. Pengemasan
Dibagian luar kemasan ditulis dengan bahan yang tidak mudah luntur, jelas terbaca,
antara lain:
a) Produksi Indonesia.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 12/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
b) Nama barang atau jenis barang.
c) Nama perusahaan atau eksportir.
d) Berat bersih.
e) Berat kotor.
f) Negara/tempat tujuan.
12. DAFTAR PUSTAKA
a) C.N, Williams. Produksi sayuran di daerah tropika. - Yogyakarta Gajah Mada
University Press, 1993.
b) Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Ubi-ubian.- Bogor : Balai Pustaka,  1977.
c) PROSEA.  Menyiasati lahan dan iklim dalam pengusahaan  pertumbuhan jenis-jenis tanaman terpilih.  – Bogor : PROSEA, 1994.
d) Rahmanto, Fajar. Skripsi.  Teknologi pembuatan keripik simulasi dari talas Bogor
(Colocasia esculenta (L) SHOTT) . - Bogor : Fateta-IPB, 1994.
e) Herawati, Lilis. Skripsi. Analisa rugi laba dan marjin tatniaga talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott) (Studi kasus di Desa Sukaharja Kecamatan Cijeruk
Kabupaten Bogor). - Bogor : Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Pertanian-Fakultas
Pertanian-IPB, 1997.
f) Fatah, Zainal. Skripsi.  Mempelajari pengaruh kadar amilosa pada pembuatan
ekstrudat talas (Colocasia esculenta (L.) SCHOTT) .- Bogor : Fateta-IPB, 1995.
g) Rosmiatin, Enung. Skripsi.  Prospek pengembangan talas talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott) di Kabupaten Bogor serta proses pertumbuhannya pada
media casting. - Bogor : Jurusan Biologi-FMIFA-IPB, 1995.
Jakarta, Februari 2000
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek
PEMD, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman
KEMBALI KE MENU

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS