LADA

               Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peluang strategis dalam sistem usahatani perkebunan berkelanjutan, baik secara ekonomi maupun sosial. Secara ekonomi lada dapat menjadi salah satu sumber utama pendapatan petani dan devisa negara sektor non migas, sedangkan secara sosial merupakan komoditas tradisional yang telah dibudidayakan sejak lama dan keberadaannya merupakan penyedia lapangan kerja yang cukup luas terutama di daerah sentra produksi. Hal tersebut sangat dimungkinkan mengingat usaha tani lada di Indonesia umumnya diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat. Beberapa propinsi di Indonesia yang merupakan sentra produksi lada antara lain: Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.

               Produksi lada Indonesia pada tahun 1996 sebesar 39.200 m ton, sedangkan ekspor lada pada tahun tersebut sebesar 34.000 m ton dengan nilai US$ 98.988.000. Nilai tersebut merupakan yang tertinggi diantara negara-negara penghasil lada lainnya, seperti India (US$ 77.420.000), Malaysia (US$ 39.271.000), dan Brasil (US$ 36.564.000). Sementara itu pada tahun 1997 produksi lada Indonesia menurun sebesar 10,7% menjadi 35.000 m ton akibat adanya pengaruh El Nino, dan ekspor lada pada tahun tersebut sebanyak 32.835 m ton, menempati posisi kedua sebagai penghasil lada dunia setelah India (Anonim,1996; Anonim, 1997; Anonim, 1998).  Namun demikian selama bulan Januari-September 2000 Indonesia kembali mendominasi ekspor lada dunia dengan jumlah ekspor 41.131 m ton (33% total ekspor lada dunia). Jumlah tersebut meningkat 75% dibandingkan tahun 1999 untuk periode yang sama (Anonim, 2000).



               Pada dekade terakhir persaingan harga lada di pasar dunia sangat tinggi. Hal ini tidak saja disebabkan peningkatan produksi di negara-negara produsen lada, tetapi juga disebabkan oleh munculnya negara-negara baru penghasil lada seperti Thailand, Srilanka, dan Vietnam. Selama bulan Januari-September 2000 total ekspor lada negara-negara produsen utama meningkat 17% dibanding tahun 1999, sementara itu harga lada justru semakin menurun sebagai akibat tingginya produksi (Anonim, 2000).  Di sisi lain semakin kritisnya negara-negara konsumen terhadap mutu lada turut memperkuat kekhawatiran terjadinya kelebihan produksi pada tahun 2001. Dengan kondisi tersebut persaingan untuk merebut pangsa  pasar internasional menjadi semakin ketat.  Untuk mempertahankan produk lada sebagai salah satu komoditas ekspor non migas andalan di masa mendatang, upaya antisipatif yang dilakukan tentunya tidak hanya pada peningkatan produktivitas, melainkan lebih difokuskan pada perbaikan teknologi budidaya dan mutu
lada yang memiliki keunggulan dalam menekan biaya produksi dan meningkatkan kualitas hasil.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar