I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produk perikanan merupakan produk yang banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh (banyak mengandung gizi). Namun kelemahan utama darti produk perikanan adalah mudah rusaknya produk perikanan dalam hitungan jam saja sehingga sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Untuk mempertahankan mutu dan untuk tetap layak di konsumsi maka perlu diadakan sebuah cara pengolahan dan pengawetan ikan yang nantinya akan memperlama daya tahan mutu ikan sehingga masih layak untuk dikonsumsi.
B. Tujuan
1. Mengetahui teknik pengawetan ikan dengan cara pemindangan sederhana.
2. Mengetahui Konsentrasi garam yang baik untuk proses pemindangan
C. Manfaat
1. Praktikan dapat mengetahui prinsip dasar pemindangan baik dan benar.
2. Mengetahui konsentrasi garam yang tepat untuk menghasilkan pindang yang terbaik.
D. Waktu dan Tempat
Hari/ tanggal : Kamis, 25 November 2004
Waktu : 14.00 - selesai
Tempat :Laboratorium mikrobiologi Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah mada.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Bahan makanan ini merupakan sumber protein yang relatif murah tetapi banyak jenis diantaranya yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, hanya saja ikan juga merupakan bahan pangan yang mudah sekali mengalami kerusakan (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Bakteri asam laktat pada beberapa kasus berperan penting dalam prosws fermentasi ikan seperti pindang, terasi pakasam, wadi, dan ikan asin. Selama proses fermentasi, bakteri tersebut menghasilkan asam laktat sebagai produk utamanya yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan perusak / pembusuk, disamping komponen lainnya sepertin hidrogen peroksida, diasetil, dan bakteriosin.(Danil dan Lelly, 2000)
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan. (http\\free.vslm.org)
Pengolahan ikan dengan cara pemindangan cukup memasyarakat karena cukup mudah dilakukan, hasil pemindangan dapat digunakan untuk bahan baku produk perikanan yang lebih lanjut. Hambatan utama dalam pemasaran ikan ini adalah daya awet yang singkat,sehingga dapat ditanggulangi dengan peningkatan mutu bahan mentah, cara pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan (Saleh 1992).
Pemindangan adalah salah satu cara pengolahan ikan secara tradisional yang telah lama dikenal. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan dengan cara dikukus atau merebusnya dalam larutan garam, dengan tujuan menghambat aktivitas atau membunuh mikrobia dan enzim (Anonim 1999).
Menurut Saleh (1992), Pemindangan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
- pemindangan garam; ikan dan garam disusun dalam wadah keadap air yang telah diisi air sedikit kemudian dipanaskan diatas nyala api dalam waktu tertentu.
- pemindangan air garam; ikan dan garam disusun dalam wadah tembus air (naya) lalu direbus dengan air mendidih
Ikan Kembung (Rastregiller neglectus) adalah jenis ikan laut yang hampir setiap waktu ditemukan dan ditangkap oleh nelayan di Indonesia. Oleh karena ketersediaannya yang melimpah, harga ikan kembung relatif lebih murah dibandingkan jenis ikan laut lainnya. Ikan kembung juga merupakan ikan berlemak tinggi, dengan kandungan asam lemak omega-3 yang cukup tinggi. Kandungan asam lemak omega-3 pada ikan kembung mencapai 8,5 g/100 g daging dengan kandungan EPA 0,93 g/100 g dan DHA 5,7 g/100 g daging (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Hadiwiyoto (1993), garam dapur adalah yang paling umum dan banyak digunakan untuk mengawetkan hasil perikanan daripada jenis-jenis bahan pngawet atau tambahan lainnya. Garam dapur diketahui merupakan bahan pengawet yang paling tua digunakan sepanjang sejarah. Garam dapur mempunyai daya pengawet tinggi karena beberapa hal, antara lain :
o Garam dapur menyebabkan berkurangnya jumlah air dalam daging sehingga kadar air dan aktifitas airnya akan rendah.
o Garam dapur mnyebabkan protein daging dan protein mikrobia terdenaturasi
o Garam dapur mnyebabkan sel-sel mikrobia menjadi lisis karena perubahan tekanan osmosa
o Ion Cl yang terdapat dalam garam dapur mempunyai daya toksisitas yang tinggi terhadap mikrobia, dapat memblokir sistem respirasinya.
III. METODOLOGI
- Alat dan Bahan
1. Alat
- Ember
- Plastic lembaran
- Air ledeng
- Tali raffia
2. Bahan
- Ikan kembung
- Garam
B. Cara Kerja
1. Menimbang 1 kg ikan kembung
2. Menimbang garam sesuai dengan konsentrasi yang di inginkan (5 konsentrasi)
3. Menyususn ikan dengan garam secara bergantian dala ember yang disediakan
4. Menyiapkan lembaran plastik untuk menutup permukaan ikan, setelah semua tertata rapi didalam ember
5. Menuang air ledeng kedalam plastik untuk membuat suasana aerob pada fermentasi ikan
6. Menikat plastik mengelilingi permukaan ember.
7. menginkubasi selama 2 x 24 jam
8. mengamati hasil fermentasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Terlampir
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengetahui teknik pengawetan ikan dengan cara pemindangan sederhana dan dapat mengetahui konsentrasi garam yang cocok unutk pemindangan ikan. Ini dilakukan agar ikan dapat dikonsumsi dengan keadaan yang masih layak untuk di konsumsi dan juga agar memperlama daya tahan ikan untuk tetap dapat dikonsumsi.
Pada praktikum yang dilakukan digunakan ikan kembung sebagai ikan yang nanti akan dipindang. Kadar garam yang digunakan bervariasi mulai dari 12%, 10%, 8%, 6% dan 4%. Ikan kembung yang siap dipindang dimasukan dalam eber kemudian ditaburi dengan garam sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kemudian ikan tersebut ditutup dengan plastik dan diatasnya diisi dengan air. Ini dengan maksud supaya keadaan ikan berada pada kondisi anaerob sehingga bakteri aero tidak tumbuh dan tidak merusak ikan yang akan dipindang tersebut. Kemudian biarkan selam 2x24 jam pada suhu kamar.
Setelah itu diperoleh bahwa ikan pindang dengan prosentase garam 12% memiliki kenampakan baik, tekstur: bagian atas kenyal dan bagian bawah agak lunak, bau : amis dan agak busuk, rasa : asin dan ikan pindang ini tidak diterima oleh konsumen. Pada pindang dengan konsentrasi 10% di dapat penampakan baik dan utuh, tekstur kenyal, bau amis, rasa asin enak sehingga dapat diterima oleh konsumen.
Sedangkan pada ikan pindang dengan konsentrasi 8% memiliki kenampakan baik dan bagus, tekstur kenyal, sedikit berbau busuk dan masih ada bau-bau ikan, rasa asin dan dapat diterima oleh konsumen. Ikan pindang dengan konsentrasi 6% memiliki kenampakan baik dan bersih, tekstur kenyal, bau amis, rasa asin renyah dan dapat diterima ole konsumen. Sedangkan pada konsentrasi 4% memiliki kenampakan mata merah dan daging tidak segar, tekstur sangat lunak, bau busuk, rasa asin dan oleh konsumen tidak diterima serta gatal dilidah.
Pada pengamatan yang dilakukan, seharusnya ikan pindang yang paling baik adalah pada konsentrasi 12% karena pada konsentrasi garam seperti itu mikrobia yang merusak ikan akan mati ditambah lagi adanya kondisi anaerob. Tetapi pada kenyataan hasilnya sangat buruk ini terjadi karena plastik pada ikan pindang bocor sehingga air masuk dan mengenai ikan. Jika air masuk maka dapat dipastikan merupakanmedium yang sangat cocok untuk pertumbuhan mikrobia.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ikan pindang yang cocok dan dapat diterima oleh konsumen adalah pada konsentrasi 10% dan 6%.
2. Pengolahan ikan pindang sederhan menggunakan garam sebgai komponen unutk mematikan dan mengurangi kerusakan pada ikan serta dalam keadaan anaerob agar bakteri aerob yang merusak ikan dapat mati.
B. Saran
1. Digunakan alat yang merupakan alat yang biasa digunakan untuk proses pembuatan pindang.
2. Sebaiknya digunkan ikan yang masih sangat segar sehingga hasilnya akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1999. Petunjuk Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jurusan Perikanan. UGM.
Danil, Mahyu dan Lelly. 2000. Bakteri Asam Laktat dari Produk Ikan dan Uji Aktivitas Anti BakteriTterhadap BakteriPpantogen dan Perusak.Jurnal Penelitian Pertanian
Murniyati, A. S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty. Yogyakarta.
Http\\free.vlsm.org. search ikan pindang air garam.
Saleh, M. 1992. Ikan Pindang, Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

























0 komentar:
Posting Komentar