I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia kelautan yang menyimpan kekayaan alam dan sumber daya yang sangat variatif serta bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Potensi ikan yang sangat banyak serta beragam jenis dan spesiesnya seperti kerang dengan mutiaranya dan pesona terumbu karang dengan biota-biota penghuni lautan tersebut. Pemanfaatan sumber daya tersebut dapat dilakukan secara optimal apabila ada usaha untuk meneliti serta mempelajari biota-biota tersebut, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Biologi Laut merupakan ilmu yang mempelajari latar belakang tentang hewan dan mahluk-mahluk lain yang hidup di laut termasuk tumbuhan tingkat rendah (plankton) dan tumbuhan tingkat tinggi (berbunga, bersel banyak). Tingginya keanekaragaman jenis biota laut barangkali hanya dapat ditandingi oleh keanekaragaman jenis biota di hutan hujan tropis di darat. Tidak kurang dari 833 jenis tumbuh-tumbuhan laut (lamun, alga dan mangrove), 910 jenis karang (Coelenterata), 850 jenis sepon (Porifera), 2500 jenis kerang dan keong (Mollusca), 1502 jenis udang dan kepiting (Crustacea), 745 jenis hewan berkulit duri (Echinodermata), 2000 jenis ikan (Pisces), 148 jenis burung laut (Aves) dan 30 jenus hewan menyusui laut (Mamalia), diketahui hidup dilaut. Di samping itu tercatat juga tujuh jenis penyu dan tiga jenis buaya (Reptilia) (Romimohtarto & Sri 2001).
Praktikum biologi laut dilakukan dengan dua pengamatan yaitu pengamatan terhadap preparat awetan alga di dalam laboratorium dan melakukan pengamatan terhadap zone intertidal, zone tersebut banyak ditumbuhi dan dijadikan habitat bagi organisme baik hewan maupun tumbuhan. Sebelum melakukan pengamatan lapangan praktikan diperkenalkan terlebih dahulu contoh spesies alga yang banyak tumbuh di zone intertidal, yaitu dengan menggambar bentuk morfologi, mengetahui klasifikasi dari berbagai jenis alga tersebut. Selain pengamatan alga, dalam pengamatan lapangan (zone intertidal) juga mengamati spesies hewan yang ditemukan di zone ini.
Materi perkuliahan yang runtut seperti inilah yang diharapkan oleh mahasiswa sehingga keterkaitan antara satu materi dengan materi yang lain masih tersambung. Pengamatan terhadap biota laut khususnya di zone intertidal akan menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa jurusan perikanan khususnya sehingga mahasiswa dapat mengerti bahwa perikanan itu bukan hanya sekedar membahas masalah ikan saja tetapi juga semua potensi perikanan seperti : rumput laut, mollusca, crustacea, dan lain-lain.
Latar belakang kami mengadakan praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui berbagai macam ekosistem (alga) yang sangat menarik yang merupakan komoditi eksport utama ke luar negeri beserta manfaatnya, mengetahui berbagai macam formasi penyusun pantai beserta karakteristiknya sehingga setelah mengetahui betapa pentingnya manfaat ekosistem dan formasi tersebut diharapkan praktikan (khususnya) dapat memelihara, mengelola, dan memanfaatkan sumberdaya perairan tersebut dengan bijaksana, optimal, dan produktif.
B. Tujuan Umum
1. Mengenal beberapa jenis alga dari beberapa kelas (Chlorophyceae, Phaeophyceae, dan Rhodophyceae) serta mengenal bentuk-bentuk morfologinya.
2. Mengenal berbagai jenis biota, baik yang termasuk tumbuhan ataupun hewan
3. Mengenal formasi pes-caprae sebagai formasi penyusun pembentuk pantai.
4. Mengenal karakteristik zone intertidal sebagai salah satu habitat yang paling banyak dihuni oleh biota laut.
C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai kehidupan laut, khususnya mintakat yang dipelajari seluk beluk tentang kehidupannya dan manfaat bagi kesejahteraan manusia.
2. Memperdalam pengetahuan mahasiswa sendiri untuk mengembangkan ilmu.
3. Mahasiswa dapat mengenal berbagai habitat biota laut dan mengetahui bermacam-macam biota laut.
D. Waktu dan Tempat
1.Praktikum Laboratorium
a. Pengamatan Chlorophyceae
Hari/ tanggal : Rabu, 21 September 2005
Waktu : 09.00-12.00
Tempat : Laboratorium Hidrobiologi Jurusan Perikanan
Fakultas Pertanian
b. Pengamatan Rhodophyceae dan paeophyceae
Hari/ tanggal : Rabu, 28 September 2005
Waktu : 09.00-12.00
Tempat : Laboratorium Hidrobiologi Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
c. Pengamatan Pescaprae
Hari/ tanggal : Rabu, 5 Oktober2005
Waktu : 09.00-12.00
Tempat : Laboratorium Hidrobiologi Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
2.Praktikum Lapangan
Hari/ tanggal : Minggu, 2 Oktober 2005
Pukul : 13.00 WIB - selesai
Tempat : Pantai Ngandong dan Pantai Sundak, Gunung Kidul, Yogyakarta
II. PENGAMATAN ALGA
A. Tinjauan Pustaka
Alga merupakan tumbuhan thallus yang hidup di air, baik air tawar maupun air laut, setidak-tidaknya selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Yang hidup di air ada yang bergerak bebas, ada yang melekat pada sesuatu. Yang hidup bebas di air ada yang bergerak aktif dan ada yang tidak (Tjitrosoepomo 1981). Alga tumbuh dengan cara melekat pada substrat-substrat yang kokoh seperti batu karang, tiang-tiang panjang, dan batok-batok/ kulit kerang. Mereka terkukung dalam rumbai-rumbai benua dan pulau-pulau di puncak gorong-gorong atau gunung-gunung di bawah laut yang didapatinya tempat melekat dan cukup cahaya untuk fotosintesis (Bayard 1983). Semua alga atau ganggang memerlukan lingkungan yang basah untuk melakukan proses-proses hidupnya secara aktif tetapi banyak yang beralih ke dalam keadaan tidur yaitu tetap hidup serta tidak melakukan pertumbuhan dan perkembangbiakan (Soemarwoto 1980).
Menurut Castro (1997), rumput laut bermanfaat dalam dunia industri karena rumput laut mengandung zat-zat tertentu seperti :
a. Algin
Yaitu suatu bahan yang terdapat dalam Phaeophyceae yang berbentuk asam alginik. Algin digunakan sebagai bahan pembuat sabun, cream lotion, shampo, pencelup rambut. Algin dihasilkan oleh tucus, lessona, sargassum, dan maerocytistis.
b. Agar-agar
Merupakan suatu asam sulfurik, ester dan galacton linear berbentuk gel chelestrak dari Agrophyta dan kelompok Rhodophyceae; dihasilkan oleh Gracilaria sp., Gelidium sp. dan dari jenis Acanthopeltis sp.
c. Carragenan
Dihasilkan oleh Carragenophyta dari kelompok Rhodophyceae terbagi atas dua fraksi, yaitu kapa carragenan dan loka carragenan. Fungsi dari carragenan tersebut hampir sama dengan fungsi agar-agar dan algin.
Harvay merupakan orang pertama kali yang membuat klasifikasi alga. Akan tetapi, menurut Bayard (1983), alga yang lebih besar yang melekat pada substrat yang kokoh dan kebanyakan hidup di laut dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu : (1) alga hijau (Chloropyceae); (2) alga coklat (Phaeopyta) dan (3) alga merah (Rhodopyta).
1. Alga Hijau (Chloropyceae)
Chlorophyta adalah alga yang berwarna hijau, karena mengandung kloroplas (plastida berpigmen hijau) dengan butir-butir pirenoid ditengahnya yang berfungsi dalam fotosintesis. Sel-sel alga sudah bersifat eukarion atau berdinding nukleus. Tubuhnya ada yang bersel satu, berkolom dan bersel banyak membentuk benang, lembaran, dan rumput. Habitatnya banyak hidup diperairan tawar, laut, dan tempat-tempat lembab, bahkan banyak yang membentuk simbiosis dengan tumbuhan lain. Hidup di perairan sebagai fitoplankton, penting artinya bagi perikanan (Yudianto 1992).
Alga hijau terdapat terutama dimintakat litoral bagain atas, khusunya dibagian belahan bawah dari mintakat pasut, dan tepat di daerah baah pasut sampai kejelukan 10 meter atau lebih, jadi di habitat yang mendapat penyinaran matahari bagus. Alga dari kelas ini terdapat berlimpah di perairan hangat (tropic). Di laut Kutub Utara, alga hijau ini lebih jarang ditemukan dan bentuknya kerdil (Romimohtarto dan Sri 2001).
Chlorophyceae umumnya berwarna hijau karena mengandung klorofil a dan b, α dan β karoten, dan xanthophyl; mempunyai cadangan makanan berupa tepung; bentuk thallus filamenthous multiseluler, coneocitik parenkimateous atau membranaceous. Reprouksi secara aseksual (zoospora motil) maupun seksual (isogami atau oogami). Tersebar terutama di mintakat litoral bagian atas, khususnya di belahan bawah dari mintakat pasut, dan tepat di daerah bawah pasut sampai kejelukan 10 meter atau lebih, jadi di habitat yang mendapat penyinaran matahari yang bagus. Alga ini sangat tersebar luas di perairan tropik (Vashista, 1984; Nyebaken, 1992).
Perkembangbiakan secara aseksual yang paling umum dilakukan oleh zoospora yang dibentuk dalam sel vegetatif atau dapat pula dilakukan oleh aplanospora. Perkembangbiakan seksual dapat dilakukan secara isogami, anisogami, oogami atau aplanogami (Sabbithah 1999).
Menurua Anonim (2001) habiat alga ini sangat beraneka ragam, antara lain:
1. hidup bebas di perairan air tawar, contohnya Chlamydomonas sp.
2. melekat di perairan tawar, contohnya Chaetoporales sp.
3. terapung di air tawar, contohnya Phitopora sp.
4. melekat pada cangkang mollusca atau sebagai parasit.
5. hidup di laut, misalnya pada Caulerpa sp., Acetabularia sp.
2. Alga coklat (Phaeopyceae)
Phaeophyceae merupakan jenis alga coklat karean adanya pigmen fukosantin yang secara normal menyelubungi warna hijau. Sebagaimana alga hijau, Phaeophyceae juga memiliki cadangan makanan, berupa zat arang hidrat laminarin, juga memiliki du buah falgel yang tidak sama ukurannya. Alga ini bereproduksi dengan pembentukan gamet dan zospora (Bayard 1983).
Alga merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tumbuh melekat pada substrat-substrat yang kokoh seperti batu karang, tiang-tiang panjang, dan batok-batok/ kulit kerang. Mereka terkukung dalam rumbai-rumbai benua dan pulau-pulau di puncak gorong-gorong atau gunung-gunung di bawah laut yang didapatinya tempat melekat dan cukup cahaya untuk fotosintesis. Ciri umum yang dimiliki oleh alga adalah : biasanya hidup diair laut, air tawar dan ditempat-tempat yang lembab serta melekat pada substrat yang kokoh seperti batu karang, tiang pancang dan kerikil serta kulit kerang (McConnaughey 1983).
Menurut anonym (2004) Phaephycceae mengalami pergantian keturuan dalam perkembangannya, ada tiga kelompok yaitu:
1. Iso generatae
dicirikan dengan adanya pergantian keturuan yang isomorfik, yaitu ukuran dan bentuk gametofitnya sama
2. Heterogeneratae
dicirikan dengan adanya pergantian keturunan yang heteromorfik, yaitu ukuran dan bentuk sporofitnya dan gametofitnya tidak sama. Umumnya ukuran sporofitnya lebih besar.
3. Cyclosporeae
dicirikan dengan daur hidup tanpa pergantian keturunan, sehingga hanya bereproduksi secara generatif atau vegetatif dan tunas-tunas yang terletak pada bagian basal tubuh.
Phaeophyceae, biasa disebut alga coklat yang seluruhnya hidup dilaut dengan siklus hidup menunjukan variasi tipe pergantian generasi (metagenesis). Warna coklat kekuningan yang disebabkan oleh adanya pigmen karotenoid, yaitu fukosantin yang sangat dominan sehingga menutupi klorofilnya. Cadangan makanan berupa zat hidrat arang laminarin yang larut dalam getah sel. Reproduksi aseksual dengan cara menghasilkan zoospora berflagel, sedangkan reproduksi seksual dilakukan dengan cara peleburan gamet. Berdasarkan atas tipe pergantian keturunannya, Phaeophyceae dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu : isogeneratae, heterogeneratae dan cyclosporeae (Anonim 2004). Semua Phaeophyceae bersel banyak dan berupa benang-benangan atau memiliki bagian seperti thallus yang rumit yaitu tangkainya dan pegangan dasar yang kerap kali seperti akar tampaknya (Nybakken 1982). Salah satu contoh dari kelas Phaeophyceae adalah Sargassum sp. yang apabila terlepas dari substrat akan dapat hidup mengapung karena mempunyai gelembung-gelembung udara sebagai pelampung (Nontji 1993).
Alga coklat hampir semuanya tumbuhan laut, hanya sedikit yang hidup di air tawar. Kebanyakan rumput laut adalah alga coklat dan umumnya terdapat pada daerah sedang dan air dingin yang paling banyak mendominasi daerah subtidal dan intertidal. Alga coklat sangat kompleks dalam perkembangan morfologi dan anatominya (Dawes 1981).
3. Alga Merah (Rhodopyceae)
Menurut Yudianto (1992) perkembangbiakan pada alga ini dapat terjadi secara vegetatif dan generatif. Pembiakan vegetatif dengan aplanospora (spora tak bergerak) dan fragmentasi thallusnya. Pembiakan generatif dengan pembuahan sel telur di dalam karpogonium oleh spermatium di batu oleh air. Karpogonium dibentuk di ujung-ujung cabang lain dari cabang thallus yang ada anteridium. Macam-macam aplonospora yang terjadi pada Rhodophyceae:
· Monospora berasal dari sprangium yang menghsilkan satu spora
· Biospora berasal dari sporangium yang mengahasilkan dua spora
· Tetraspora berasal dari sporangium yang mengahasilkan empat spora
· Polispora berasal dari sporangium yang mengahasilkan banyak spora
Alga merah terdiri dari hampir 4000 jenis dan bagian tersebar dari rumput laut yang makroskopis. Sebagian besar anggotanya hidup di laut, hanya tiga jenis yang ada di air tawar, yang umumnya ditemukan di sungai mengalir, meskipun sebagian kecil yang uniselluler terdapat di tanah. Bentuk yang terdapat di laut mempunyai habitat yang bervariasi mulai dari intertidal sampai laut yang dalam. Sejumlah alga merah mempunyai arti ekonomi yang penting baik sebagai makanan langsung bagi manusia maupun sebagai sumber ekstrak phycocolloid (Dawes 1981).
Ciri-ciri alga merah yang lain menurut Aslan (1998) adalah sebagai berikut.
a. Dalam reproduksinya tidak mempunyai stadia gamet berbulu cambuk.
b. Reproduksi seksualnya dengan karpogonia dan spermatia.
c. Pertumbuhannya bersifat uniaksial (satu sel di ujung thallus) dan multi aksial (banyak sel di ujung thallus).
d. Alat pelekat (holdfast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak.
e. Memiliki pigmen fikobilin, yang terdiri dari fikoritrin (berwarna merah) dan fikosianin (berwarna biru).
f. Bersifat adaptasi kromatik, yaitu memiliki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli, seperti: merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning, dan hijau.
g. Mempunyai persediaan makanan berupa kanji (floridean starch).
Dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar, carrageenan, porpiran, dan furselaran
Menurut Bayard (1983), di samping klorofil, alga rhodopyceae mengandung pigmen fikoeritrin dalam jumlah besar, sehingga berwarna merah. Beberapa di antaranya bercahaya dan merupakan benda-benda makroskopik yang indah. Berbagai warna tumbuh-tumbuhan terdapat dalam kelompok alga ini. Ada yang merah ungu, violet, dan coklat atau hijau. Jenis-jenis yang tumbuh di tempat yang jeluk berwarna coklat murni. Hal ini mungkin berkaitan dengan kemampuan mensintesis secara efisien pada cahaya yang redup pada perairan yang jeluk dibandingkan dengan jenis-jenis yang hidup di perairan dangkal (Atmadja dkk 1996).
B. Metodologi
1. Alat dan Bahan
a. Alat
1). alat tulis
2). buku
b. Bahan
Chloropyceae Phaeopyceae Rhodopyceae
1). Ulva sp. 1). Sargassum sp. 1). Achantopora sp.
2). Caulerpa sp. 2). Turbinaria sp. 2). Laurencia sp.
3). Enteromorpha sp. 3). Dictyota sp. 3). Gelidium sp.
4). Codium sp. 4). Padina sp. 4). Gigartina sp.
5). Halicystis sp. 5). Amphiroa sp.
6). Halimeda sp.
7). Spirogyra sp.
2. Cara Kerja
Pengamatan ini terdiri dari tiga acara, acara pertama adalah pengamatan terhadap Chloropyceae dengan preparat :
1. Caulerpa sp.
2. Ulva sp.
3. Halicystis sp.
4. Codium sp.
5. Halimeda sp.
6. Enteromorpha sp.
7. Spirogyra sp.
Acara kedua pengamatan terhadap Phaeopyceae dengan preparat :
1. Sargassum sp.
2. Turbinaria sp.
3. Dictyota sp.
4. Padina sp.
Acara ketiga pengamatan terhadap Rhodopyceae dengan preparat :
1. Acanthopora sp.
2. Laurencia sp.
3. Gelidium sp.
4. Gigartina sp.
5. Amphiroa sp
Pada tiap-tiap acara yang dilakukan adalah :
1. Menulis klasifikasi tiap jenis alga.
2. Mengamati morfologinya dari permukaan.
3. Menggambar preparat, memberi keterangan dan menulis deskripsinya.
D. Hasil Pengamatan
(Terlampir)
E. Pembahasan
1. Chloropyceae
Ganggang hijau berkembang biak dengan baik dengan berbagai cara, yang beberapa diantaranya dilakukan oleh jenis yang sama. Tipe perkembangbiakan utama adalah secara aseksual dengan pembelahan sel, fragmentasi thallus, atau dengan pembebasan spora-spora yang dapat berenang aktif dengan perantaraan bulu-bulu cambuk. Sedangkan dengan seksual yaitu dengan peleburan sel-sel kelamin. Habitatnya banyak hidup diperairan tawar, laut, dan tempat-tempat lembab, bahkan banyak yang membentuk simbiosis dengan tumbuhan lain. Hidup di daerah perairan sebagai fitoplankton, penting artinya bagi perikanan (Polunin 1990; Yudianto 1992).
Alga ini berwarna hijau kekuningan karena mengandung pigmen klorofil a, b, b-karoten, g-karoten dan xantofil. Hal ini juga yang mengakibatkan alga ini bersifat autotrof. Sebagian besar mempunyai sel yang berdinding, sehingga akan mempunyai bentuk tertentu. Dinding sel terdiri dari dua lapis. Lapisan sebelah dalam, keseluruhannya atau sebagian besar, terdiri dari sellulose, kecuali pada Siphonales yang lapisan dalam dari dinding selnya terdiri dari kalose. Di sebelah luar dari lapisan sellulose ini terdapat lapisan pektose. Umumnya pektose yang paling luar kemudian menjadi pektin yang dpaat larut dalam air. Bentuknya mikroskopik, uniseluler, motil dan non motil, sel-sel terpisah atau berkelompok dalam koloni-koloni. Alga hijau berkembang biak secara seksual (konjugasi) dan aseksual (fragmentasi) (Loveless 1989).
Dalam praktikum kali ini spesies yang diamati, yaitu :
1). Ulva sp.
Spesifikasi dari spesies ini adalah thallus tipis bentuk lembaran licin warna hijau tua tepi lembaran berombak. Thallus warna gelap pada bagian tertentu terutama dekat bagian pangkal karena ada sedikit penebalan. Sebaran dari spesies ini, tumbuh melekat pada substrat karang mati di daerah paparan terumbu karang di perairan dangkal dengan kedalaman 0,5 - 5 m dan dapat hidup pada perairan payau. Sebarannya agak luas di perairan pantai dangkal di seluruh Indonesia. Potensi dari spesies ini, belum dimanfaatkan secara ekonomis, di kawasan Indonesia timur ada yang dijadikan sebagai makanan ternak (http:// www.iptek.net.id/ ind/ cakra_alga/ alga_id).Perkembangbiakan dari Ulva sp. ada dua macam, yaitu secara vegetatif dengan membentuk zoospore berflagel empat pada daerah tepi thallus yang bergelombang dan secara generatif dengan membentuk zoospore berflagel dua. Ulva sp. dalam daur hidupnya mengalami pergiliran keturunan yang isomorfik, yaitu pergantian keturunan yang sporofit dan gametofitnya mempunyai bentuk dan ukuran yang sama.
2). Halicystis sp.Halicystis sp. mempunyai dua bagian yaitu assimilator dan holdfast. Assimilator tampak seperti balon menggelumbung berisi cairan yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis. Holdfast berfungsi untuk melekat pada substrat bahkan bisa menembus substratnya. Spesies ini belum diketahui manfaatnya bagi manusia. (Laode 1991).
Menurut Loveles (1989), perkembangbiakan halicystis sp. Tergantung pada ukuran kelembapan. Apabila terendam air maka akan terjadi reproduksi seksual dengan membentuk isogamet berflagel dua. Gamet ini yang tidak dibuahi pada reproduksi aseksual dapat digunakan untuk mempertahankan diri dari kekeringan.
3). Caulerpa sp.
Caulerpa sp. Tallus utamanya tumbuh menjalar dan ruasnya ditumbuhi akar seperti serabut. Juga terdapat cabang seperti daun bergerigi, bundar atau seperti daun pakis (Laode 1991). Perkembang-biakan: Caulerpa menjalani bertelur masal, pengeluaran yang disinkronkan gamet jantan dan gamet betina. Zigot, tunggal celled protosphere akan memberi naik ke baru vegetative thalli. Distribusi: Caulerpa ditemukan di iklim tropis dan subtropis di pantat pasir dan lumpur sampai kedalaman15m (http://www.iptek.net.id/ind/cakra_alga/alga_id). Caulerpa sp. Menurut Nonjti ( 1993) dapat dimanfaatkan sebagai sayuran, karena mengandugn bahan-bahan mineral seperti Ca, K, Mg, Cu, Fe, Zn, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan, kue, manisan dan lain sebaginya.Keseluruhan dari tubuh alga ini terdiri dari satu sel saja (senositik) dengan bagian bawah yang menjalar menyerupai stolon yang mempunyai rizoid sebagai alat pelekat pada substrat serta bagian yang tegak. Bagian yang tegak ini disebut asimilator karena mempunyai klorofil. Stolon dann rizoid bentuknya hampir sama dari jenis ke jenis. Sedangkan asimilator mempunyai bentuk yang bermacam-macam tergantung jenisnya. Misalnya seperti daun paku Lycopodium, lumut, atau seperti buah anggur.
Alga ini hidup di laut atau pantai yang memiliki terumbu karang dan pada substrat karang mati dan pasir berlumpur (Bold dan Wynne 1985). Alga ini tidak tahan pada kekeringan sehingga banyak kita jumpai di pantai dengan pasang terendah yang masih tergenang air.
4). Codium sp.
Ciri-ciri umum spesies ini adalah tumbuh tegak dan rimbun, warna hijau, alat pelekatnya berupa serabut rhizoid, tinggi sekitar 10 cm, thalli lunak seperti spon, bentuknya seperti buluh (silindris), tersusun oleh filamen utrikula yang berbentuk unik. Habitat dari spesies ini banyak hidup di zona pasang surut. Menempel pada batu karang yang sedikit tertutup pasir. Sebagai alga tropis dan tersebar di hampir sebagian besar perairan kepulauan Nusantara. Manfaat spesies ini sebagian dikonsumsi oleh nelayan dalam bentuk sayuran segar. Potensi. hasil alamiahnya belum diketahui secara optimal (http:// www.iptek.net.id/ind/ cakra_alga/alga_id).5). Spirogyra sp.
Spesies ini banyak dikenal sebagai paling luas dari segi alga hijau. Letaknya di dasar atau mengapung. Mempunyai sel silinder yang berisi vakuola besar ditengah yang intinya berbentuk non spherical dan terikat oleh benang sitoplasma. Mempunyai spiral kloroplas yang menyerupai pita, memenuhi lebar ruang dan panjangnya sama dengan panjang sel tersebut. Kloroplas terdiri dari beberapa pirenoid, dinding selnya mengandung gelatin dan reproduksi aseksual dengan fragmentasi serta reproduksi seksual dengan konjugasi. Spesies ini bermanfaat di dalam daerah intertidal adalah sebagai makanan ikan-ikan, biasanya ikan karang yang hidup di daerah intertidal karena bentuknya yang seperti planktonik.
6). Enteromorpha sp.Spesies ini bentuk tubuhnya seperti mempunyai ukuran yang kecil dan berbentuk seperti usus yang saling mengikat. Sel bagian tengah dan ujung berisi satu pireoid pada masing-masing sel. Kloroplasnya sering memiliki bentuk seperti mangkuk yang tampak dibagian permukaan dengan ukuran yang berbeda panjangnya pada masing-masing sel. Bentuk dan susunan sel sama dengan tumbuhan tingkat tinggi. Umumnya hidup pada rataan terumbu karang yang selalu tergenang pada saat air surut terendah. Enteromorpha sp. banyak digunakan sebagai sayuran, makanan ikan dan juga bermanfaat sebagai penyusun daerah intertidal dan penyuplai oksigen yang terdapat di dalamnya karena spesies ini melakukan proses fotosintesis yang hasilnya adalah oksigen.
7). Halimeda sp. Spesies ini mengalaimi pertumbuhan thalli kompak kandungan karbonat tinggi, tinggi 7 cm. Percabangan utama dichotomus atau trichotomus. Segment berlekuk-lekuk lebar 29 mm. Panjang 15 mm. Basal segment lebar 21 mm, dan panjang 20 mm. Holdfast lebar 17 mm dan panjang 15 mm. Pertumbuhan spesies ini banyak dijumpai pada substrat pasir, pasir lumpuran dan pecahan karang. Dipaparan pasir tumbuh berasosiasi dengan tumbuhan lamun. Keberadaan jenis ini banyak dijumpai di perairan laut dengan kedalaman 1-5 m diperairan pantai pulau Kalimantan. Potensi dari spesies ini adalah sebagai sumber karbonat di laut, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal (http://www.iptek.net.id/ind/cakra_alga/alga_id).
Halimeda terdiri dari 18 jenis. Marga alga ini berkapur dan menjadi salah satu penyumbang endapan kapur di laut. Halimeda tuna terdiri dari rantai bercabang dari potongan tipis berbentuk kipas. Potongan- potongan ini berkapur, masing-masing 2 cm garis tengahnya. Yang besar dihubungkan satu dan lainnya oleh sendi-sendi tak berkapur. Mereka terdapat di bawah air surut rata-rata pada pasut bulan – setengah, pada pantai berbatu dan paparan terumbu, tetapi potongan-potongannya dapat tersapu ke bagian atas pantai setelah terjadi badai (Romimohtarto dan Sri 2001).
2. Phaeophyceae
Phaeophyceae mempunyai ciri-ciri antara lain : mempunyai pigmen karotenoid, yaitu fukoxantin yang sangat dominan sehingga menutupi klorofilnya sehingga menyebabkan alga ini berwarna dominan coklat kekuningan. Bentuk tubuh mulai dari lembaran, filamen, hingga bentuk pita, menyimpan bahan makanan cadangan berupa zat tepung/semacam polisakarida dan lemak bentuk tubuhnya sudah menyerupai tumbuhan tingkat tinggi. Reproduksinya ada dua cara, yaitu seksual dengan pembentukan gamet, serta aseksual dengan menghasilkan zoospora berflagel. Alga ini banyak ditemukan di daerah pasang surut dan banyak dimanfaatkan sebagai sayuran, pakan ternak serta bahan pembuat pupuk. Berdasarkan tipe pergantian keturunannya dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu Isogeneratae, Heterogeneratae, dan Cyclosporeae (Anonim 2004)
Praktikum ini dilakukan dengan cara mengamati beberapa jenis alga coklat. Masing-masing alga memiliki bentuk thallus yang berbeda-beda. Organisme alga masih disebut thallus karena belum mempunyai akar, daun, batang dan bunga sejati. Spesies yang diamati dari kelas phaeophyceae antara lain :
1). Sargassum sp. Alga ini mempunyai thallus yang struktur morfologinya paling kompleks di antara marga-marga dalam Fucales. Thallus berukuran relatif besar, berwarna coklat dan melekat pada substrat dengan perantaraan alat pelekat. Dari alat pelekat ini tumbuh sumbu axial yang pertumbuhannya tidak terbatas.
Tubuh alga ini didominasi oleh warna coklat kekuningan, bentuk thallus silindris atau gepeng. Tubuh utama bersifat diploid atau merupakan sporofit, thallus mempunyai cabang yang menyerupai tumbuhan angiospermae, thalli agak gepeng, licin, batang utama bulat agak kasar. Cabang pertama timbul pada bagian pangkal sekitar 1 cm dari holdfast. Percabangan berselang-seling teratur, dan oval memanjang. Ada yang menyerupai bagian batang serupa daun (phylloid), bentuk daun melebar lonjong atau seperti pedang. Pada bagian bawah terdapat holdfast yang berfungsi melekatkan diri pada substrat. Spesies ini memiliki air bladder yang berfungsi untuk mengapung jika terendam air pada saat air di daerah intertidal pasang dan juga sebagai cadangan air saat terhempas ketepian pantai. Mereka terus mengapung dengan bantuan air bladder dan tumbuh secara vegetatif, perkembangbiakan melalui fragmentasi. Massa Sargassum mengapung tersebut membentuk lingkungan yang khas termasuk berasosiasi dengan alga lain dan hewan-hewan yang mempunyai pola hidup di daerah litoral Beberapa jenis atau varietas sargassum terdapat dalam jumlah besar di laut Sargasso. Alga dari laut ini berasal dari daerah pantai. Saat mereka terpatah dari induknya, mereka hanyut ke lepas pantai dan berkembang biak disana. (Romihartono 2001).
Sargassum sering dimanfaatkan untuk makanan hewan, fertilizer, maupun sumber alginat. Selain itu Sargassum juga dimanfaatkan untuk obat-obatan yakni, antibakteri, anti tumor, tekanan darah tinggi serta gangguan kelenjar. Hal ini dikarenakan alginat dapat diekstraksi dari alga jenis ini. Alginat merupakan suatu garam yang berasal dari asam alginik yang mengandung ion sodium, kalsium, dan barium (Anonim 2004 ; Iptek.net).
Cara perkembangbiakannya ada dua, secara vegetatif dengan fragmentasi dan membentuk zoospora. Reproduksi generatif dengan konjugasi. Receptacle merupakan tempat conceptacle yang berisi alat kelamin jantan (anteridium) dan alat kelamin betina (oogonium) berada pada cabang yang sama, kemudian akan melepaskan gametnya ke laut dan terjadilah fertilisasi membentuk zigot.
2). Turbinaria sp. Spesies ini mempunyai bentuk tubuh seperti semak/pohon (tumbuhan Angiospermae) dan seolah-olah punya akar, batang dan daun sejati , warna tubuhnya didominasi oleh warna coklat kekuningan dan mempunyai banyak percabangan yang menyerupai terompet yang disebut lateral.Daunnya disebut filloid melekat pada main axis. Ujung filloid memutar dengan bagian tepi bergerigi tajam dan kasar yang disebut lateral. Pada bagian tengah filloid terdapat cekungan yang didalamnya merupakan tempat air bladder. Air bladder berfungsi membantu alga mengapung saat terendam oleh pasang air laut.
Alat reproduksi disebut receptacle dengan pinggiran bergerigi yang terletak diketiak lateral. Turbinaria ini nampak adanya pergantian keturunan pada fase perkembangannya yang bergerak bebas yaitu gameta dan zoosporanya mempunyai 20 cambuk yang heterokont dan terdapat di samping tubuhnya. Pada waktu bergerak bulu cambuk yang panjang menghadap ke muka dan yang pendek menghadap ke belakang. Dekat keluarnya bulu-bulu cambuk terdapat suatu bintik merah, sedang pada bagian yang lebar terdapat suatu kromatophora yang berwarna pirang (Romihartono 2001). Turbinaria sp. hidup di zona intertidal, maka untuk mengatasi aktivitas ombak yang relatif besar spesies ini mempunyai holdfast yang melekat kuat pada substrat karang. Menurut Nontji (1993) Turbinaria sp. dapat dimakan mentah atau dimasak santan.
3). Padina sp.Spesies ini tergolong ordo Dictyotales yang mempunyai bulu cambuk dan sporangium beruang satu dan transparan, biasanya berkembangbiak secara aseksual dengan oogonium. Satu oogonium merupakan satu sel telur dan gamet jantan mempunyai satu bulu cambuk yang terdapat pada sisinya. Fase hidup yang dilalui Padina adalah fase gametofit dan sporofit yang bergilir dan beraturan (Dawes 1990).
Spesies ini berbentuk seperti kipas dan mempunyai warna coklat. Akarnya berbentuk serabut yang disebut holdfast yang berbentuk cakram pipih untuk menempel kuat pada substrat sehingga dapat digunakan untuk beradaptasi terhadap gerakan ombak pada daerah intertidal. Pada bagian yang menyerupai kipas terdapat garis-garis horisontal yang disebut garis konsentris. Padina sp. tidak mempunyai axis, daun yang menyerupai kipas tumbuh langsung diatas holdfast. Pada ujung daun terdapat penebalan yang disebut gametangia yang berfungsi sebagai reproduksi gamet dan pelindung daerah pinggiran daun agar tidak sobek karena ombak besar pada zona pasang-surut. Setiap daun mempunyai jari-jari 5 cm atau lebih. Pinggirannya berakhir dengan suatu meristem, dan pada tempat inilah pertumbuhan terjadi dan secara khas dengan menggulungkan daunnya untuk perlindungan. Tangkai alga ini berbentuk pipih dan pendek menghubungkan alat pelekat ini dengan ujung meruncing dari selusin atau lebih daun. Alga ini merupakan sumber algin dan alginat. Alginat merupakan senyawa organik kompleks phyocolloid yang diekstrak dari Phaeophyceae.
4). Dictyota sp.
Spesies ini berwarna hijau kemerahan dan menyerupai rumput karena alga ini mempunyai banyak percabangan dan berwarna hijau kemerahan. Pada setiap ujung thali terdapat percabangan dikotomi yaitu tipe percabangan becabang dua yang mudah terlepas untuk membentuk alga baru yang bebas dalam perkembangbiakan vegetatif. Cabang-cabangnya berupa lembaran-lembaran yang sangat tipis. Di setiap bagian cabang terdapat stubby spine yang bentuknya seperti titik-titik yang sangat kecil. Akarnya merupakan akar yang berbentuk serabut yang disebut holdfast. Dictyota sp. beradaptasi terhadap gerakan ombak pada daerah intertidal dengan holdfast yang melekat kuat pada substrat sehingga tidak mudah terhempas. Dictyota sp. ini memiliki nilai ekonomis tinggi karena dapat dimnfaatkan untuk: bahan makanan ternak, bahan makanan nabati, pupuk dan sumber algin.3. Rhodopyceae
1). Amphiroa sp.
Amphiroa sp. merupakan salah satu spesies dari famili corallinaceae yang merupakan anggota famili yang paling banyak dan terpenting dari Rhodophyceae. Jenis ini memiliki ciri yang spesifik dan agak berbeda dengan yang lain dalam kelas Rhodophyceae, antara lain berkontur keras seperti kerak karena mengandung zat kapur, bentuk tubuh menjari seperti tulang. Amphiroa sp. disebut juga alga coralium karena merupakan alga yang menyusun coral atau karang. Ujung dari Thallus membentuk percabangan dikotomi. Antara sekat yang satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh internodus. Nodus menyerupai sekat/ pembatas sedangkan internodus adalah bagian antar nodus. Alga ini tumbuh menempel pada dasar pasir atau menempel pada substrat dasar lainnya di padang lamun. Amphiroa sp. beradaptasi terhadap habitat hidupnya yang mempunyai aktivitas ombak besar dengan holdfast yang melekat kuat pada substrat (Dawes 1990).2). Acanthopora sp.
Berbentuk silindris, berdiri tegak dan sedikit bercabang. Bagian lateral (daun) berbntuk silindris kecil, runicng, dan pendek. Terdapat holdfast sebagai alat untuk menempel pada substrat. Bagian tangkai utama yang berada di atas holdfast disebut dengan main axis, kemudian bagian yang bercabang disebutnya primary branch disebut secondary branch. Warna tubuhnya (thallus) merah kecoklatan, namun sebenarnya warna bervariasi ada yang berwarna coklat kehijauan sampai warna ungu. Alga ini memiliki manfaat yaitu sebagai bahan dasar pembuatan agar-agar dan sebagai sumber carregeenan untuk pesta. Horman pertumbuhan yang dimilikinya adalah gibberelin dan cytokinin.Organ seksual secara tipikal muncul di atas tricoblast yaitu cabang eksogenus yang dihasilkan dari sel sub apical sebelum sel pericentral dipotong atu di putus dari sel axial. Spermatangia berasal dari berbagai cara, hal ini tergantung dari genus partikularnya. Spermatangia lebih sering muncul diatas tricoblast. Spermatangia membentuk kelompok, yaitu suatu himpunan yang berbentuk silindrik. Pericarp muncul pada saat sebelum fertilisasi tetrasporongium diproduksi oleh sel pericentral. Sel ini dibagi secara longitudinal, dengan memotong dua pelindung sel dan land memotong transporangium secara distal dan menyisakan sel yang bentuknya menyerupai batang. Tetrasporangia akan selalu terbagi secara tetrahedral (Yudianto 1989).
3). Laurencia sp.
Bentuknya bercabang-cabang dengan ujung percabangan terakhir atau bias juga dikatakan daun berbentuk bulatan-bulatan kecil yang menumpuk banyak, pada aerah ini terdapat spical pit (titik tumbuh). Pertumbuhan spical pit lebih cepat dibandingkan dengan bagian thallus lainnya. Warna thallus merah kehijauan, dan ada juga berwarna merah kecoklatan karena adanya pigmen fikoeritrin. Bagian bawahnya berupa holdfast yang digunakan untuk melekatkan diri pada substrat, karena alga ini melekat pada daerah terumbu karang. Spesies ini banyak dimanfaatkan sebagai anti jamur (anti fugal) dan bakteri.
Laurencia sp banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, antibiotik, anti bakteria, anti jamur, sumber carrageenan dan sebagai umpan ikan.
4). Gelidium sp.
Spesies ini memiliki warna merah kecoklatan (pirang), bentuk tubuh seperti rumput atau semak, batang utama tegak dan mempunyai cabang-cabang yang terdiri dari axis (cabang utama), primary branch dan secondary branch. Sepanjang tubuhnya ditumbuhi bagian yang seperti duri. Pada ujung cabang terdapat spical pit yang berbentuk bulat yang merupakan titik tumbuh. Alga ini memiliki holdfast yang berfungsi sebagai tempat melekat pada terumbu karang sehingga dapat beradaptasi dengan gerakan ombak pada zona pasang-surut. Alga ini persebarannya dipengaruhi oleh alam seperti substrat, salinitas, ombak, arus, dan pasang surut. Alga ini muncul di permukaan laut pada saat surut dan mengalami kekeringan. Jenis ini termasuk dalam kelompok Rhodophyceae dan tergolong ke dalam carragenophyt, yaitu kelompok penghasil carragenan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pasta, bahan pembuat agar-agar, cream jelly, roti, dan tinggi kadar proteinnya, serta berbagai macam vitamin yang penting (Dawes 1990).
5). Gigartina sp.Gigartina sp. merupakan salah satu spesies dari famili gigartinaceae. Spesies ini memiliki bentuk tubuh yang sangat sederhana karena hanya berbentuk lembaran (lamina) seperti selada dan mirip dengan Ulva sp. (Clorophyceae), lembaran ini lunak seperti gel warnanya merah tua atau pirang. Pada tepi lembaran (lamina) terdapat tonjolan yang disebut “sistocarp” yang berfungsi sebagai gamet betina. Spesies ini selain mengandung zat floridean juga mengandung zat pektin. Akarnya disebut holdfast yang berfungsi untuk melekat pada substrat sehingga dapat beradaptasi terhadap ombak yang relatif besar pada daerah intertidal. Spesies ini biasanya tumbuh menempel di rataan batu pada terumbu, terutama di tempat-tempat yang masih tergenang air pada saat air surut rendah.
F. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
- Beberapa jenis Chlorophyceae (alga hijau) yaitu Codium sp., Spirogyra sp., Enteromorpha sp., Ulva sp., Halisystis sp., Caulerpa sp. dan Halimeda sp.
- Beberapa jenis Phaeophyceae (alga coklat) yaitu Sargassum sp., Turbinaria sp.,Padina sp. dan Dictyota sp.
- Beberapa jenis Rhodophyceae (alga merah) yaitu Amphiroa sp., Gigartina sp., Acanthopora sp., Laurencia sp. dan Gellidium sp.
- Bentuk-bentuk morfologi alga meliputi : akar (holdfast), batang (axis/stolon) dan daun (filoid).
- Meskipun masing-masing kelas alga mempunyai pigmen utama yang berbeda namun pada kenyataannya masih agak sulit dibedakan antara Chlorophyceae, Phaeophyceae dan Rhodophyceae.
b. Saran
1. Bahan-bahan prktikum, khusunya preparat supaya ditambah dan diperbaiki dan kalau bisa yang masih segar bukan awetan karena akan sedikit berbeda dengan yang aslinya.
2. pengetahuan asisten tentang materi praktikum harap ditingkatkan dan menguasainya dengan baik serta mempunyai informasi-informasi terbaru mengenai preparat baik fungsi, peranan dll.
3. pratikan, ini adalah langkah awal untuk menuju yang lebih baik, so jangan mudah putus asa tetap berusaha.
Daftar Pustaka
Anonim. 2004. Petunjuk Pratikum Biologi Laut. Jurusan Perikanan. UGM. Yogyakarta.
Aslan, Laode M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta
Atmadja, W.S., A. Kadi, Sulistijo dan R. Satari. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oceanologi-LIPI. Jakarta: 191hal.
Bayard dan Zottoli. 1983. Pengantar Biologi Laut. Jilid 1 cet. ke-4. Masby Company. London.
Bold dan Wyne. 1993. Introduction to the Algae. 2nd ed. Prentice Hall. London.
Castro, P. and N. E. Huber. 1997. Marine Biology. Vol I.
Dawes, CJ.1990. Marine Botani. John Willey and Seins LDC. Canada
Loveless, AR. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropic. Jilid dua. pt.gramedia pustaka utama. Jakarta.
Mc Counnaughey, B. H. Dan Zottoli. 1983. Introduction Marine Biology.. The C. V. Mosby Company. St. Louis. Toronto-London,USA.
Nybbaken, James W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa : Dr. H. Muhammad Eidman Msc.dkk. Jakarta : PT Gramedia
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Romimohtarto, K. dan Sri, J. 2001. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Sabbithah, S. 1999. Taksonomi Tumbuhan: Algae. Laboratarium Taksonomi Tumbuhan. Fakultas Biologi. UGM.
Soemarwoto, Idjah. 1980. Biologi Umum. Yayasan Studi Kurikulum.
Tjitrosoepomo, G. 1981. Taksonomi Tumbuhan. Bharatara Karya Aksara. Jakarta.
Yudianto, A, Suroso. 1992. Pengantar Cryptogamae Dan Sistematika Tumbuhan Rendah. Tarsito press. bandung
III. PENGAMATAN FORMASI PES-CAPRAE
A. Tinjauan Pustaka
Para ahli memberikan nama pada kumpulan beberapa jenis tumbuhan yang hidup bersama dalam formasi (asosiasi). Salah satu yang sering kita jumapi di pantai pasir adlah formsei pes-caprae. Pemberian nama ini sesuai dengan jenis tumbuhan yang paling dominant dan mencolok diantaran jenis tumbuhan lainnya.
Suksesi itu tidak teratur, tidak dapat diperkirakan dan disebabkan oleh perubahan langsung dalam faktor-faktor ekstrinsik, sebanyak yang disebabkan oleh perubahan organisme pada lingkungan (Drury dan Nisbet 1973).
Menurut Irwan (1997), komunitas tumbuhan pantai berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut :
1. Formasi pes-caprae
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di daerah gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes-caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin, tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littoreus (rumput angin). Vegetasi yang tumbuh di daerah ini mengalami proses peninggian di sepanjang pantai, mempunyai perakaran yang dalam, mempunyai kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan pasir yang kering, toleran terhadap air asin, angin serta tanah yang miskin unsur hara dan suhu tanah yang tinggi. Di daerah formasi pes-caprae sering dijumpai biji-biji, buah-buah atau kecambah dari jenis vegetasi pantai yang terbawa arus.
2. Formasi Barringtonia
Dinamakan Barringtonia karena pada daerah ini berbatu-batu dan batu karang bercampur pasir yang ditumbuhi oleh jenis Barrintonia asiatica (putat laut) yang khas dan dominant. Formasi ini termasuk ke dalam jenis circum tropic, terdapat di daerah yang selalu basah dan juga terdapat di atas atau di balik daerah-daerah yang sedang mengalami proses pengikisan. Daerah ini ditumbuhi oleh tumbuhan laut yang mempunyai batang-batang yang besar yang merunduk kearah laut yang terpotong di bagian bawah dan bertumpu pada cabang menyerupai payung.
3. Perbukitan Pasir (Dune)
Formasi perbukitan pasir terdapat di daerah pantai berpasir yang luas. Vegetasi pioneer yang terdapat pada formasi ini termasuk ke dalam anggota formasi pes-caprae. Pada tingkat yang lebih mantap terdapat jenis-jenis formasi Barringtonia.
Faktor fisik yang paling penting mengatur kehidupan di pantai pasir adalah gerakan ombak dan pengaruh yang menyertainya pada ukuran partikel. Faktor fisik kedua yang penting di pantai pasir, yang tidak terdapat di pantai berbatu, dan juga merupakan hasil gerakan ombak adalah pergerakan substrat. Gerakan ombak merupakan faktor lingkungan yang dominan beraksi di pantai pasir, membentuk kondisi khusus sehingga banyak organisme sukar atau tidak dapat tinggal di daerah itu (Nybakken 1992).Flora di daerah pantai memang mempunyai corak yang khas. Kadar garam di dalam tanah yang cukup tinggi, dan panas terik matahari yang sering kali sampai terasa menyengat kulit kita, mengakibatkan hanya tumbuhan yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan itu yang dapat hidup subur. Pada umumnya, daun-daun tumbuhan pantai tebal-tebal, kaku, dan sering kali mengkilat dan tumbuh tegak-tegak. Keadaan yang demikian tadi tidak lain maksudnya untuk mengurangi penguapan yang terlampau besar yang disebabkan karena teriknya matahari (Soegianto 1983).
B.Metodologi
1. Alat dan Bahan
a. Alat
1). alat tulis
2). buku
b. Bahan
1). Ipomoea pes-caprae (daun barah, daun katang)
2). Spinifex littoreus (rumput lari-lari)
3). Calotropis gigantea (widuri)
4). Crotalaria retusa (orok-orok)
2. Cara Kerja
Acara pengamatan terhadap Formasi Pes-caprae
dengan preparat :
1. Ipomoea pes-caprae (daun barah, daun katang)
2. Spinifex littoreus (rumput lari-lari)
3. Calotropis gigantea (widuri)
4. Crotalaria retusa (orok-orok)
Pada tiap-tiap acara yang dilakukan adalah :
1. Menulis klasifikasi tiap jenis spesies yang hidup di daerah pes-caprae.
2. Mengamati morfologinya dari permukaan.
3. Menggambar preparat, memberi keterangan dan menulis deskripsinya.
D. Hasil Pengamatan
(Terlampir )
E. Pembahasan
Praktikum biola kali ini yang akan dibahas adalah formasi pes-caprae. Formasi ini terdapat pada batas belakang jangkauan pasang tertinggi dan memperoleh namanya dari tumbuhan yang bernama Ipomoea pes-caprae, hal tersebut dikarenakan tumbuhan ini yang paling banyak atau dominan terdapat pada formasi ini. Formasi pes-caprae ditumbuhi oleh tipe vegetasi yang terdapat pada tumpukan-tumpukan pasir yang mengalami proses peninggian di sepanjang pantai. Vegetasi tersebut tumbuh menutupi pasir luas mulai dari batas yang terkena ombak sampai ke pematang pantai berpasir. Pada daerah formasi pes-caprae sering dijumpai biji-biji, buah-buah, atau kecambah dari jenis vegetasi yang terbawa arus. Tumbuhan yang ada pada formasi ini membutuhkan air tawar. Penyebarannya dengan biji yang sangat kecil serta mempunyai rongga udara sehingga dapat mengapung dan disebarkan oleh air pasang. Hamparan dari tumbuhan pada formasi ini juga merupakan perangkap bagi sampah-sampah dan daun-daunan sehingga memungkinkan bagi hewan-hewan kecil untuk berlindung dan bersembunyi (Irwan 1997).
1). Ipomoea pes-caprae (daun katang/daun barah/the morning glory)
Ipomoea pes-caprae merupakan flora yang masih satu famili dengan kangkung (ipomoea aquatica) dan ubi jalar (ipomoea batatas), yaitu canvulvuaceae. Salah satu cirinya adalah hidup menjalar sehingga sedikit sulit di cabut dengan akar-akarnya. Spesies ini berbatang panjang, lurus, berbentuk silindris dan dapat hidup pada timbunan pasir. Batng ini berbuku-buku dan menjadi tempat tumbuhnya akar-akar baru. Perakarannya kuat dan bisa menyerap bahan organik dan mineral dari tanah, sehingga flora ini bisa hidup sampai menembus perairan tawar.Ipomoea pes-caprae merupakan tumbuhan yang selalu hadir (dominan) pada formasi pes-caprae. Nama tumbuhan ini berasal dari kata (pes : kaki dan capra : kambing), hal tersebut dikarenakan daunnya menyerupai telapak kaki kambing. Ipomoea pescaprae biasanya hidup bersama spesie lain dan berasosiasi atau membentuk formasi. Tumbuhan ini di indonesia dikenal dengan nama daun katang (barah). Sebagian besar tumbuhan ini merupakan perambat yang menghasilkan rambatan akar (radix) yang dalam sehingga dapat mencapai air tawar, mengikat tanah dan menangkap bahan-bahan organik yang dieksploitasi oleh binatang dan tumbuhan. Akar tersebut tumbuh dengan cara menjalar tersebut digunakan untuk beradaptasi terhadap ombak karena spesies ini tumbuh menutupi pasir luas mulai dari batas yang terkena ombak sampai ke pematang pantai yang berpasir. Batangnya disebut stolon, mempunyai ruas-ruas dan berwarna ungu kecoklatan. Spesies ini mempunyai buah yang berwarna hijau dan berbentuk kapsul. Folium (daun) terdiri atas tangkai daun (petiolus), pangkal daun (emarginatus), lekukan (retusus), lembaran (lamina) dan ketiak daun (axilla). Flos (bunga) terdiri atas mahkota (corolla) dan kelopak. Tajuk bunga (flos) seperti terompot berwarna merah-ungu yang sangat menarik apabila di pagi hari, tetapi setelah siang bunga ini kemudian layu sehingga bunga ini diberi istilah “The morning glory” (Soegianto 1983).
2). Spinifex littoreus (rumput lari-lari/tikusan)Tumbuhan ini tergolong ke dalam familia Graminae atau Poaceae jadi sejenis rumput-rumputan. Mempunyai akar serabut yang berfungsi untuk mempertahankan diri dari hembusan angin agar tidak terlepas dari habitatnya, selain itu juga dapat berfungsi mengurangi abrasi yang disebabkan oleh ombak-ombak. Disebut rumput lari atau rumput gulung karena dapat bergulung-gulung yang diakibatkan oleh hembusan angin yang kencang. Warna dari spesies ini adalah hijau dengan daun yang sempit dan dilapisi lapisan lilin yang berfungsi untuk mengurangi penguapan.
Tumbuhan ini tahan pada kondisi yang kering dan salinitas yang tinggi. Rumput ini hidup menjalar, membentuk anyaman yang dapat menstabilkan pasir, memperkaya zat hara, dan akhirnya dapat membentuk tanah yang mampu menyerap atau menahan air.
3). Calotropis gigantea (widuri)
Calotropis gigantea yang juga merupakan anggota formasi pes-caprae, memiliki morfologi yang sama dengan flora lainnya, yaitu memilki daun yang tebal dan mengkilat serta batang yang tegak. Calotropis berasal dari bahasa Yunani (kalos= indah; tropis= baji), artinya adalah tumbuhan yang pada bunganya terdapat bentuk seperti baji yang indah yaitu kelima pangkal daun mahkota tambahan, temasuk ke dalam famili Asclepiadaceae. Biji tersimpan dalam buah yang ujungnya terdapat umbai atau jambul halus seperti benang sutra yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakan.Bunga calortopis gigantea berwarna ungu dengan lima buah mahkota yang menelubungi tabung benang sari yang berada di tengah-tengahnya. Buah calotropis gigantea berwarna hijau dan berbentuk bulat telur. Pemanfaatan tumbuhan ini antara lain sebagai tanaman obat (demam, rematik, asma, diare dan lain-lain) dan untuk membuat karpet, jaring, tali, benang jahit dan lain sebagainya. Namun sebenarnya tanaman ini beracun jika dikonsumsi terlalu banyak.
4). Crotalaria retusa (orok-orok)
Akarnya sangat panjang dengan ujung melengkung dan terkubur dalam tanah. Akar yang panjang ini sangat efektif dalam penyerapan makanan dan mineral dari dalam tanah. Batang (choulis) pendek dan bercabang-cabang banyak membentuk payang. Daunnya kecil-kecil, berwarna hijau tua dan tumbuh di sepanjang percabangan. Tulang daunnya menjari dan terdpat keiak daun (axilla). Bunga (flos) berwarna kuning dan menyerpai kupu-kupu, terdapat pada ujung percabangan. Calyx membentuk tabung da melekat pada corokka. Corolla terbagia ats satu daun mahkota (berukuran besar), dua daun mahkota anterior bersatu di pinggirnya membentuk suatu taji, dan kuncup luar membungkus daun mahkota lain. Menurut Pijl (1990), pemencaran dengan hidrokori dibagi menjadi dua yaitu, pertama dengan bantuan air hujan (terbawa oleh aliran air hujan dan lontaran dengan bantuan hujan), kedua dengan bantuan arus air (nauto hidrokori) yaitu tenggelam pengangkutan, muncul di atas air (biji tak terbasahkan dan biji dengan alat pengapung), dan pengangkutan. Biji dengan alat pengapung biasanya terdapat pada air tawar dan air laut
Polong-polongan juga terdapat di ujung percabangan berisi biji-bijian dan hanya terdapat pada bunga betina saja. Polong ini sebenarnya merupakan buah yang dikelilingi oleh daun-daun pelindung yang tidak gugur dan berdifusi membentuk suatu gelembung. Polong yang bijinya sudah matang akan pecah dan terhambur keluar kemudian dengan bantuan hewan (zookori) ataupun air (hidrokori) akan tumbuh menjadi individu Crotalaria retusa yang baru.
F. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
1. Beberapa jenis spesies yang menempati daerah pes-caprae adalah Ipomoea pes-caprae, Spinifex littoreus, Calotropis gigantea dan Crotalaria retusa.
2. Formasi pes caprae didominasi oleh Ipomoea pes-caprae.
3. Tumbuhan penyusun formasi pes caprae pada umumnya memiliki daun yang tebal, kaku, mengkilap, dan tumbuh tegak karena merupakan suatu bentuk adaptasi untuk mengurangi adanya penguapan.
b. Saran
1. Bahan-bahan dari praktikum yang digunakan sebaiknya dalam kondisi yang masih legkap dan diperbanyak serta preparat yang masih segar.
2. Pengetahuan asisten mengenai materi praktikum harus dikuasai dengan baik.
3. Ada kesamaan persepsi antara asisten satu dengan yang lainnya.
Daftar Pustaka
Drury, W.H., dan I.C.T. Nisbet. 1973. Succession. J. Arnold Arbor. Harvard Univ.
Irwan, prof. Dr. Ir. Zoer’aini Djamal. 1997. Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
NyBaken. 1992. Biologi laut suatu pendekatan biologi.
Pijl, L. Van Der. 1990. Asas-Asas Pemencaran Pada Tumbuhan Tingkat Tinggi.
Soegianto. 1983. Kenalilah Flora Pantai Kita. Penerbit widjaya. jakarta
IV. PENGAMATAN LAPANGAN
A. Tinjauan Pustaka
Mintakat/zona intertidal (pasang-surut) merupakan daerah terkecil (sangat terbatas) diantara daerah-daerah lain yang terdapat di samudera dunia dan terletak diantara air tinggi dan air rendah. Walaupun luas daerah ini sangat terbatas, tetapi disini terdapat variasi faktor lingkungan yang besar dibandingkan dengan daerah lainnya, dan variasi ini dapat terjadi pada daerah yang hanya berbeda jarak beberapa sentimeter saja. Bersamaan dengan ini, terdapat keragaman kehidupan yang sangat besar, lebih besar daripada yang terdapat didaerah subtidal yang luas Mintakat ini merupakan bagian laut yang kemungkinan banyak dikenal dan dipelajari. Daerah ini merupakan perluasan dari lingkungan bahari dan dihuni oleh organisme yang hampir semuanya merupakan organisme bahari. Walaupun daerah ini setengah hari merupakan daratan tetapi, flora dan fauna darat tidak masuk ke daerah tersebut, kecuali pada bagian yang paling pinggir (Nybakken 1992).
Daerah intertidal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah semburan (daerah yang cenderung terus-menerus dipengaruhi oleh pukulan ombak) dan daerah intertidal yang sebenarnya (daerah yang berkala terkena oleh pasang surut). Pasang-surut merupakan faktor utama yang mempengaruhi zone intertidal, tanpa adanya pasang-surut zone tidak akan pernah terjadi, selain itu gerakan ombak juga mempengaruhi secara mekanik yang menghancurkan dan menghanyutkan apa yang terkena sehingga dapat memperluas daerah intertidal, serta mencampur gas-gas atmosfer kedalam air sehingga mampu meningkatkan kandungan oksigen dalam air untuk kebutuhan baik flora maupun fauna yang terdapat di daerah tersebut (Nontji 1993).
Mintakat intertidal bagian dasarnya didominasi oleh karang, pada umumnya bebas dari akumulasi pasir karena adanya aktifitas dari gelombang laut, hal itu menyebabkan jenis-jenis organisme intertidal cukup bervariasi. Beberapa jenis fauna intertidal dan semua jenis flora intertidal hidup (kecuali fitoplankton) dengan melekat pada substrat dasar (Anonim 2003). Terumbu karang merupakan daerah yang didominasi oleh karang (koral) yang merupakan kelompok Cnidaria yang mensekresikan kalsium karbonat. Rangka dari kalsium karbonat ini bermacam-macam bentuknya dan menyusun substrat tempat hidup karang lain dan gangggang. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikroorganisme dan kan hidup di antara katang dan gangggang. Herbivor seperti siput, landak laut, ikan menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut dan ikan karnivor (www.hayati-ipb.com).
B. Metodologi
1. Alat dan Bahan
a. Alat
1). alat tulis
2). kuadrat plot
3). botol film
b. Bahan
1). Spesimen sebagai flora dan fauna
2). Larutan 4% formalin
2. Cara Kerja
a). Membagi praktikan menjadi 10 kelompok. Tiap kelompok membuat kuadrat plot berukuran 1x 1 m.
b). Membagi zona pangamatan menjadi 10 plot, masing-masing terdiri dari lima stasiun. Jarak antar plot adalah 25 m dan jarak antar satsiun adalah 10 m.
c). Meletakkan kuadrat di dasar perairan mintakt intertidal pada jarak tertentu dan bertingkat mulai dari garis pantai kearah tengah. Jarak antara kuadrat kearah tengah (vertikal) dan arah samping (horizontal) disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Apabila dirasa perlu, masing-masing kelompok dapat mengulangi pegamatan dengan meletakkan kuadrat di titik yang berbeda beberapa kali.
d). Mencatat semua flora dan fauna yang ada di dalam semua kuadrat dan menghitung cacah individu masig-masing.
e). Mengidentifikasi dan mempelajari organisme dominan yang ditemukan dalam kuadrat yang telah ditentukan.
f). Membawa contoh specimen untuk berbagai flora dan fauna yang belum diketahui namanya untuk diidentifikasi dan dikoleksi. Untuk pengawetan specimen digunakan larutan formalin 4 %.
g). Menghitung nilai densitas, densitas total dan densitas relatif suatu jenis spesies pada masing-masing kuadrat dengan rumus :
Densitas = cacah individu suatu spesies
∑ total plot
Densitas total = ∑ densitas spesies
Densitas relatif = Densitas suatu individu x 100 %
Densitas total
h). Mengihitung nilai frekuensi, frekuensi total frekuensi relatif suatu jenis spesies pada seluruh kuadrat dengan rumus :
Frekuensi jenis (F) = ∑ plot suatu jenis terdapat
∑ total plot
Frekuensi total = ∑ frekuensi jenis
Frekuensi Relatif (FR) = nilai frekuensi jenis x 100 %
i). Mencari nilai penting (NP) = DR+FR
j). Membuat grafik laying-layang
k). Mendiskusikan dat yang ada pada masing-masing kuadrat.
D. Hasil Pengamatan
(Terlampir)
E. Pembahasan
Praktikum lapangan biologi laut dilakukan di pantai Sundak dan Ngandong Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Mintakat intertidal ini merupakan daerah intertidal pantai berbatu. Pantai berbatu merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keanekaragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Pada saat pasang turun pembagian horisontal atau zonasi organisme sangat menonjol. Pola penyebaran organisme dan zona yang beragam disebabkan oleh pasang-surut, kemiringan dan keterbukaan. Satu ciri khas kebanyakan pantai berbatu adalah genangan-pasang dari berbagai ukuran, kedalaman, dan lokasi. Ada tiga faktor fisik utama yang dapat berubah-ubah dalam genangan-pasang yaitu suhu, salinitas dan konsentrasi oksigen.
Daerah intertidal memiliki luas yang terbatas, daerah tersebut memiliki variasi spesies yang sangat beragam karena dipengaruhi oleh variasi faktor lingkungan yang besar. Selain itu karakteristik pantai sundak dan Ngandong memiliki gelombang yang besar. Macam dan distribusi flora serta fauna di daerah intertidal sangat dipengaruhi oleh pertemuan permukaan tanah/substrat, air laut, dan udara (atmosfer) serta dikendalikan terutama oleh karakteristik fisik substrat (pasir, batu, dan lumpur), dan air (suhu, gerakan ombak, dan salinitas) (Nybakken 1982).
Pengamatan dilakukan dengan membuat plot berukuran 1x1 m2, dan diukur sepanjang transek 50 m kearah lautan, jarak antar stasiun berkisar 10 m. Pengamatan lapangan digunakan teknik sampling menurut kuadrat (plot hitung). Metode plot digunakan untuk menentukan densitas (kerapatan) dan frekuensi (kekerapan). Densitas berguna untuk mengetahui kepadatan spesies, sedangkan frekuensi berguna untuk mengetahui keseringan species tersebut sering muncul. Hasil penghitungan digunakan untuk membuat grafik laying-layang masing-masing spesies untuk mengetahui tempat kepadatan suatu spesies. Grafik yang ideal adalah grafik laying-layang (belah ketupat) yaitu menunjukan keadatan spesies yang semakin tinggi pada bagian tengah kemudian menyempit (berkurang) pada daerah pinggir. Keanekaragaman persebaran tersebut dipengaruhi faktor lingkungan zona intertidal yang khas dan beragam. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh :
a. Stasiun V Pantai Sundak-Barat
Pengamatan pada stasiun V dilakukan pada lokasi yang paling dekat dengan daratan, keadaan pantai berkarang, relatif datar dan intensitas cahaya yang masuk ke parairan cukup tinggi. Pada stasiun V ditemukan 22 jenis spesies fauna dari berbagai macam classis. Spesies yang paling dominan pada stasiun V adalah Enteromorpha sp. dari classis Chlorophyceae (D=27,25 ; F=0.25 ; NP=15,7). Spesies yang paling tidak dominan pada stasiun V adalah Turbinaria sp. dari classis Phaeophyceae, Gigartina sp. dari classis Rhodophyceae dan Halimeda sp. dari classis Chlorophyceae
Adanya spesies yang mendominasi dan tidak mendominasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kemampuan suatu organisme beradaptasi terhadap lingkungan yang seringkali berubah Enteromorpha sp. merupakan spesies yang paling banyak terdapat pada stasiun V karena, sinar matahari di daerah ini cukup mendukung Enteromorpha sp. dalam melakukan kegiata fotosintesis dan daerah perairan stasiun V masih digenangi air meskipun perairan pasang rendah sehingga Enteromorpha sp. dapat beradaptasi terhadap lingkungan pada stasiun V dan Enteromorpha sp. dapat tumbuh dengan baik pada daerah ini. Enteromorpha sp. merupakan spesies yang tidak mampu beradaptasi terhadap daerah kering atau daerah yang tidak digenangi air. Sedangkan Turbinaria sp., Gigartina sp., Halimeda sp. merupakan spesies yang paling sedikit terdapat pada stasiun V karena, lingkungan stasiun V bukan merupakan lingkungan yang sesuai dengan habitatnya
b. Stasiun II Pantai Sundak-Barat
Posisi stasiun II adalah 10 meter dari stasiun pertama kearah laut, keadaan pantai berkarang, relatif datar dan intensitas cahaya yang masuk ke parairan cukup tinggi. Pada stasiun II ditemukan 18 jenis spesies (flora dan fauna) dari berbagai macam classis. Spesies yang paling dominan pada stasiun II adalah Laurencia sp. dari classis Rhodophyceae (D =35,75 ; F =1 ; NP =40), Spesies yang paling tidak dominan pada stasiun II adalah Padina sp. dari classis Phaeophyceae, Caetomorpha sp. dari classis Chlorophyta.
Adanya spesies yang mendominasi dan tidak mendominasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kemampuan suatu organisme beradaptasi terhadap lingkungan yang seringkali berubah. Laurencia sp. merupakan spesies yang paling banyak terdapat pada stasiun I karena, sinar matahari di daerah ini cukup mendukung Laurencia sp dalam melakukan kegiatan fotosintesis dan daerah perairan stasiun II masih digenangi air meskipun perairan pasang rendah sehingga Laurencia sp dapat beradaptasi terhadap lingkungan pada stasiun II dan Laurencia sp. dapat tumbuh dengan baik pada daerah ini. Laurencia sp. merupakan spesies yang tidak mampu beradaptasi terhadap daerah kering atau daerah yang tidak digenangi air. Sedangkan Padina sp. dan Caetomorpha sp. merupakan spesies yang paling sedikit terdapat pada stasiun II karena, lingkungan stasiun II bukan merupakan lingkungan yang sesuai dengan habitatnya (sehingga di stasiun II sedikit dijumpai Padina sp. dan Caetomorpha sp).
c. Stasiun III Pantai Sundak-Barat
Stasiun ini mempunyai posisi tengah pada zona intertidal, dan masih digenangi air. Pada stasiun III ditemukan 16 jenis spesies (flora dan fauna) dari berbagai macam classis. Spesies yang paling dominan pada stasiun III adalah Laurencia sp. dari classis Rhodophyceae (D=34,5 ; F=1 ; NP=37,66). Spesies yang paling tidak dominan pada stasiun III adalah Ulva sp. dari classis Chlorophyceae, Gracilaria sp. dari classis Rhodophycea.
Adanya spesies yang dominan dan tidak dominan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kemampuan suatu organisme beradaptasi terhadap lingkungan yang seringkali berubah. Laurencia sp. merupakan spesies yang paling banyak terdapat pada stasiun III karena, sinar matahari di daerah ini cukup mendukung Laurencia sp. dalam melakukan kegiata fotosintesis dan daerah perairan stasiun III masih digenangi air meskipun perairan pasang rendah sehingga Laurencia sp. dapat beradaptasi terhadap lingkungan pada stasiun III dan Laurencia sp. dapat tumbuh dengan baik pada daerah ini. Laurencia sp. merupakan spesies yang tidak mampu beradaptasi terhadap daerah kering atau daerah yang tidak digenangi air. Sedangkan Ulva sp., Gracilaria sp. merupakan spesies yang paling sedikit terdapat pada stasiun III karena, lingkungan stasiun III bukan merupakan lingkungan yang sesuai dengan habitatnya (sehingga di stasiun III sedikit dijumpai Ulva sp., Gracilaria sp).
d. Stasiun IV Pantai Sundak-Barat
Spesies (flora dan fauna) yang ditemukan di stasiun IV berjumlah 20 spesies (flora dan fauna). Spesies yang paling dominan pada stasiun IV adalah Laurencia sp. (D=57 ; F=1 ; NP=33,2). Spesies yang paling tidak mendominasi pada stasiun IV adalah Padina sp. dan Dictyota sp. dari classis Phaeophyceae.
Adanya spesies yang mendominasi dan tidak mendominasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kemampuan suatu organisme beradaptasi terhadap lingkungan yang seringkali berubah. Laurencia sp. merupakan spesies yang paling banyak terdapat pada stasiun IV karena, sinar matahari di daerah ini cukup mendukung Laurencia sp. dalam melakukan kegiata fotosintesis dan daerah perairan stasiun IV masih digenangi air meskipun perairan pasang rendah sehingga Laurencia sp. dapat beradaptasi terhadap lingkungan pada stasiun IV dan Laurencia sp. dapat tumbuh dengan baik pada daerah ini. Laurencia sp. merupakan spesies yang tidak mampu beradaptasi terhadap daerah kering atau daerah yang tidak digenangi air. Sedangkan Padina sp. dan Dictyota sp. merupakan spesies yang paling sedikit terdapat pada stasiun IV karena, lingkungan stasiun IV bukan merupakan lingkungan yang sesuai dengan habitatnya sehingga di stasiun IV sedikit dijumpai Padina sp. dan Dictyota sp).
e. Stasiun V Pantai Ngandong
Spesies (flora dan fauna) yang ditemukan di stasiun V berjumlah 11 spesies (flora dan fauna). Spesies yang paling mendominasi pada stasiunV adalah Laurenchia sp. dari classis Chlorophyceae (D=70.5 ; F=0.75 ; NP=32.18154893). Spesies yang paling tidak mendominasi pada stasiun V adalah Codium sp. dari calssis Chlorophyceae dan Polyneura sp. dari classis Phaeophyceae yang masing-masing spesies memiliki nilai densitas, frekuensi dan nilai penting yang sama yaitu (D=0.125 ; F =12.5 ; NP =1.678963914). Dominannya spesies Laurenchia sp. pada stasiun V dikarenakan keadaan lingkungan di stasiun V sangat cocok sebagai habitat bagi Laurenchia sp., sebaliknya sedikitnya Codium sp. dan Polyneura sp. disebabkan karena keadaan lingkungan pada stasiun V tidak sesuai dengan habitat nya.
2. Pembahasan per Genus
Chlorophyceae
1. Ulva sp.
Densitas ulva tertinggi pada stasiun V dipantai Sundak Timur, yaitu bernilai 69,5. dan densitas terendah di stasiun III Pantai Sundak Barat. Frekuensi Ulva terbesar pada stasiun V Pantai Sundak Barat dan timur dan Stasiun V pantai Ngandong. Ulva sp. banyak di temukan bukan karena pigmennya karena klorofil yang dimiliki spesies ini hanya mampu menangkap sinar yang frekuensinya rendah, panjang gelombang tinggi, daya tembus rendah, yaitu sinar merah. Pigmen aksesorisnya juga tidak mampu mengolah sinar hijau dan biru yang frekuensinya tinggi, panjang gelombang rendah, daya tembus tinggi sehingga spesies ini berwarna hijau karena memantulkan sinar tersebut, pigmen aksesorisnya hanya mampu menyerap sinar kuning dan jingga.
Ulva sp. hidup berkoloni dan berkompetisi dengan alga yang lain. Spesies ini melekat pada karang Masiv dan merupakan predasi dari kelinci laut dan echinometra sp. Spesies yang tidak dominan pada kelas ini adalah Halicystis sp., hal ini dikarenakan alga ini tidak mampu beradaptasi dengan suhu yang tinggi dan tidak dapat mengatur tekanan turgor sehingga hanya dapat hidup di bawah alga yang lain dan masih ada genangan air. Persebaran alga juga tergantung dengan musim, karena menurut penduduk sekitar pada saat pengamatan baru musim Ulva sp. Musim Ulva biasanya saat menjelang hujan banyak sekali tetapi akan punah pada waktu turun hujan
2. Codium sp.
Densitas codium tertinggi terdapat pada stasiun V Pantai Sundak Barat. Mempunyai densitas sebesar 13,25, frekuensi sebesar 0,25, serta nilai penting sebesar 9,1. Densitas serta frekuensi yang dimiliki genus ini menunjukkan bahwa genus ini sedikit serta meiliki penyebaran yang tidak merata. Genus ini tidak ditemukan pada stasiun V Pantai Sundak dan Pantai Ngandong. Hal tersebut menunjukkan bahwa genus ini kurang mampu beardaptasi pada stasiun tersebut, artinya genus ini kurang dapat hidup pada daerah intertidal yang mendekati daratan. Genus ini mempunyai nilai penting terbesar pada stasiun V Pantai Sundak Barat. Angka tersebut tergolong relatif kecil, sehingga genus ini tidak mempunyai peranan yang besar pada lingkungan perairan di Pantai Sundak dan Ngandong.
3. Halicystis
Densitas Halicystis yang terbesar terdapat pada stasiun V dipantai Sundak-Barat yaitu sebesar 8,5 dan densitas terendah pada stasiun II dan III dipantai Sundak-Barat dengan nilai 1,5. Frekuensi penyebarannya sangat kecil dengan nilai rata-rata 0,25. Densitas dan frekuensinya besar menunjukkan bahwa bentuk hidupnya soliter dan jumlahnya sedikit. Nilai pentingnya rendah yang menunjukkan bahwa kebeadaannya tidak terlau dibutuhkan. Spesies ini jarang pada keempat stasiun tersebut karena berkompetisi dengan Gelidium sp. dan Euchema sp., selain itu holdfast yang kurang kuat menyebabkan daya tahan terhadap ombak kurang.
4. Enteromorpha sp.
Densitas enteromorpha yang terbesar terdapat pada stasiun V dipantai Sundak-Barat yaitu sebesar 27,25 dan densitas terendah pada stasiun V dipantai Ngandong dengan nilai 10,7. Frekuensi penyebarannya paling besar berada pada stasiun V dipantai Ngandong dengan nilai 0,67 dan yang terendah berada pada stasiun V dan IV dipantai Sundak-Barat dengan nilai 0,25. Nilai penting enteromorpha sangat berfluktuasi; namun yang paling besar berada pada stasiun V pantai Ngandong dengan nilai 33,69. Enteromorpha berasosiasi dengan sesama kelas alga dan spesies dari kelas alga yang berbeda yang tipe hubungannya kompetisi. Sedangkan tipe hubungannya simbiosis komensalisme jika berasosiasi dengan koral. Enteromorpha beradaptasi dengan gerakan ombak, cahaya matahari, dan kehilangan air. Berdasarkan grafik layang-layang yang ada, persebaran enteromorpha yang terbesar berada pada stasiun V dan diikuti oleh stasiun IV.
5. Caetomorpha sp.
Densitas caetomorpha yang terbesar terdapat pada stasiun IV dipantai Sundak-Barat yaitu sebesar 4,5 dan densitas terendah pada stasiun V dipantai Sundak-Barat dengan nilai 0,75. Frekuensi penyebarannya sangat kecil dengan nilai rata-rata 0,25. Caetomorpha berasosiasi dengan sesama kelas alga dan spesies dari kelas alga yang berbeda yang tipe hubungannya kompetisi. Sedangkan tipe hubungannya simbiosis komensalisme jika berasosiasi dengan koral. Caetomorpha beradaptasi dengan gerakan ombak, cahaya matahari, dan kehilangan air. Mekanisme adaptasinya terhadap gerakan ombak adalah tubuh liat, dan holdfast melekat kuat yang karakteristik adaptasinya yaitu holdfast kecil dan melekat kuat pada karang. Sedangkan mekanisme adaptasinya terhadap kehilangan air adalah dengan cara mengatur tekanan turgor sel yang karakteristiknya ditandai dengan daun yang dapat mengkerut.. Berdasarkan grafik layang-layang yang ada, persebaran caetomorpha yang terbesar berada pada stasiun IV.
6. Spirogyra sp.
Densitas spirogyra yang terbesar terdapat pada stasiun V dipantai Sundak-Barat yaitu sebesar 10,25 dan densitas terendah pada stasiun II dipantai Sundak-Barat dengan nilai 3,75. Frekuensi penyebarannya sangat kecil dengan nilai rata-rata 0,25. Nilai penting spirogyra tidak terlalu berfluktuasi yakni berada pada range 6 sampai 8; namun yang paling besar berada pada stasiun V dipantai Sundak-Barat dengan nilai 7,7. Peranan spirogyra pada produktivitas primer diperairan cukup signifikan yang ditandai dengan tidak terlalu kecilnya nilai penting yang dimiliki oleh spirogyra apabila dirata-ratakan dengan seluruh peranannya pada setiap stasiun pengamatan. Berdasarkan grafik layang-layang yang ada, persebaran spirogyra yang terbesar berada pada stasiun V.
7. Halimeda sp.
Halimeda hanya dapat teramati sekali yakni pada stasiun V dipantai Sundak-Barat dengan densitas (1,75) dan frekuensi (0,25) yang kecil. Nilai penting yang dimiliki oleh halimeda juga tergolong kecil yaitu 3,8. Dari nilai-nilai yang dimiliki oleh halimeda maka peranannya-pun tidak terlalu signifikan pada produktivitas primer perairan tersebut. Namun hal tersebut tidak mampu untuk mengukur peran penting halimeda pada keadaan yang sebenarnya, sebab data yang didapat sangatlah kurang untuk mewakili keadaan sebenarnya.
Phaeophyceae
1. Sargassum sp.
Densitas sargassum yang terbesar terdapat pada stasiun V dipantai Sundak-Timur yaitu sebesar 18 dan densitas terendah pada stasiun V dipantai Ngandong dengan nilai 1,3. Frekuensi penyebarannya paling besar berada pada stasiun V dipantai Sundak-Timur dengan nilai 1 dan yang terendah berada pada stasiun III dipantai Sundak-Barat dengan nilai 0,25. Densitas spesies ini tinggi tetapi frekuensinya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk hidupnya adalah koloni dan jumlahnya banyak. Nilai pentingnya juga tinggi yang menunjukkan bahwa kehadirannya dibutuhkan bagi spesies lain.
Spesies ini banyak dijumpai karena pigmen aksesorisnya mampu mengolah sinar kuning dan jingga yang diserahkan kepada klorofil yang tidak mampu menyerap sinar tersebut karena frekuensinya lebih tinggi daripada sinar merah. Sinar kuning dan jingga yang dipantulkan oleh spesies ini menyebabkan warnanya menjadi coklat.
Suhu yang tinggi karena sinar matahari menyebabkan spesies ini daunnya tebal untuk mencegah penguapan yang berlebihan. Selain itu memiliki holdfast yang kuat untuk melekat pada substrat agar tidak terhempas oleh ombak yang kuat, serta dapat mengatur tekanan turgor selnya jika kehilangan air pada waktu surut. Spesies ini memiliki air bladder untuk mengapung di permukaan air pada waktu pasang dan sebagai cadangan air ketika terhempas ke tepi pantai oleh ombak yang keras.
Spesies ini berkompetisi dengan Turbinaria sp. dan Ulva sp. dalam ruang hidupnya. Sedangkan dengan kelinci laut dan karang masif adalah komensalisme. Karang masif merupakan tempat berlindung bagi kelinci laut dan karang masif sebagai tempat melekat.
2. Padina sp.
Densitas padina yang terbesar terdapat pada stasiun V dipantai Sundak-Timur yaitu sebesar 31 dan densitas terendah pada stasiun IV dipantai Sundak-Barat dengan nilai 0,25. Frekuensi penyebarannya sangat kecil dengan nilai rata-rata ± 0,25. Nilai penting padina mempunyai perbedaan amplitudo yang cukup tinggi antar stasiun; namun yang paling besar berada pada stasiun V pantai Sundak-Timur dengan nilai 28,2. Mekanisme adaptasinya terhadap gerakan ombak adalah tumbuh didaerah hempasan ombak yang lemah yang karakteristik adaptasinya yaitu holdfast kuat dan melekat kuat, serta pinggir lamina tebal. Mekanisme adaptasinya terhadap cahaya matahari adalah tumbuh vertikal yang karakteristik adaptasinya yakni permukaan daun melebar seperti kipas. Berdasarkan grafik layang-layang yang ada, persebaran padina yang terbesar berada pada stasiun V. Padina berasosiasi dengan sesama kelas alga dan spesies dari kelas alga yang berbeda yang tipe hubungannya kompetisi. Selain itu padina juga berasosiasi dengan kelinci laut dengan tipe hubungan predasi, karena padina merupakan salah satu makanan dari kelinci laut; sedangkan tipe hubungannya simbiosis komensalisme jika berasosiasi dengan koral. Padina beradaptasi dengan gerakan ombak dan cahaya matahari.
3. Dictyota sp.
Densitas dictyota yang terbesar terdapat pada stasiun V dipantai Sundak-Timur yaitu sebesar 21,5 dan densitas terendah pada stasiun IV dipantai Sundak-Barat dengan nilai 0,5. Frekuensi penyebarannya sangat kecil dengan nilai rata-rata 0,375. Nilai penting dictyota sangat berfluktuasi; namun yang paling besar berada pada stasiun V dipantai Sundak-Timur dengan nilai 22,1. Dictyota berasosiasi dengan sesama kelas alga dan spesies dari kelas alga yang berbeda yang tipe hubungannya kompetisi. Sedangkan tipe hubungannya simbiosis komensalisme jika berasosiasi dengan koral. Dictyota beradaptasi dengan gerakan ombak dan cahaya matahari. Nilai pentingnya rendah yang menunjukkan bahwa kehadirannya tidak terlalu berpengaruh terhadap organisme lainnya. Selain itu holdfast yang kurang kuat meyebabkan mudah terhempas oleh ombak
4. Turbinaria sp.
Turbinaria hanya dapat teramati sekali yakni pada stasiun V dipantai Sundak-Barat dengan densitas (1) dan frekuensi (0,25) yang kecil. Nilai penting yang dimiliki oleh turbinaria juga tergolong kecil yaitu 3,6. Dari nilai-nilai yang dimiliki oleh turbinaria maka peranannya-pun tidak terlalu signifikan pada produktivitas primer perairan tersebut. Namun hal tersebut tidak mampu untuk mengukur peran penting turbinaria pada keadaan yang sebenarnya, sebab data yang didapat sangatlah kurang untuk mewakili keadaan sebenarnya.
Rhodophyceae
1. Gigartina sp.
Densitas Gigartina yang terbesar terdapat pada stasiun IV dipantai Sundak-Barat yaitu sebesar 6 dan densitas terendah pada stasiun V dipantai Sundak-Barat dengan nilai 0,5. Frekuensi penyebarannya kecil dengan nilai rata-rata 0,5. Nilai penting gigartina yang paling besar berada pada stasiun IV pantai Sundak-Barat dengan nilai 10,1. Gigartina berasosiasi dengan sesama kelas alga dan spesies dari kelas alga yang berbeda yang tipe hubungannya kompetisi. Gigartina beradaptasi dengan gerakan ombak dan cahaya matahari. Mekanisme adaptasinya terhadap gerakan ombak adalah tumbuh dengan holdfast kuat, dan lamina tebal yang karakteristik adaptasinya yaitu holdfast melekat kuat pada karang. Mekanisme adaptasinya terhadap cahaya matahari adalah lamina melebar dan berlekuk yang karakteristik adaptasinya yakni tubuh berupa lembaran-lembaran tebal.
2. Gelidium sp.
Densitas gelidium yang terbesar terdapat pada stasiun V dipantai Sundak-Barat yaitu sebesar 22 dan densitas terendah pada stasiun V dipantai Sundak-Timur dengan nilai 5,5. Frekuensi penyebarannya paling besar berada pada stasiun III dan IV dipantai Sundak-Barat dengan nilai 1 dan yang terendah berada pada stasiun II dipantai Sundak-Barat dengan nilai 0,25. Spesies ini banyak di stasiun III dan IV karena di stasiun tersebut karena kedalamannya menyebabkan hanya sinar yang frekuensinya tinggi daya tembusnya tinggi dan panjang gelombangnya rendah yang dapat menembus daerah tersebut, yautu sinar hijau dan biru yang dilakukan oleh r-fikoeritrin sedangkan sinar yang daya tembusnya rendah dipantulkan sehingga spesies ini berwarna merah. Selain itu spesies ini dapat melakukan adaptasi kromatik, yaitu dapat menyesuaikan proporsi warna dengan kualitas pencahayaan. Contonya adalah spesies ini warnanya berubah menjadi merah sampai keunguan apabila hidup di daerah yang teduhdi atas zona subtidal atau di bawah zona intertidal.
Intensitas cahaya matahari yang tinggi menyebabkan spesies ini daunnya kecil, runcing dan warnanya cerah. Daun kecil sehingga mengurangi penyerapan cahaya sehingga mengurangi penguapan. Selain itu ombak yang kuat menyebabkan holdfastnya melekat kuat pada substrat, tubuhnya liat, elastis dan stolonnya panjang.
Spesies ini merupakan makanan bagi kelinci laut sehingga hubungannya merupakan predasi. Sedangakan hubungannya dengan Ulva sp. dan Gigartina sp. adalah berkompetisi dalam ruang hidupnya. Spesies ini juga bersimbiosis komensalisme dengan karang masif, karena karang masif merupakan tempat melekat bagi spesies ini
3. Amphiroa sp.
Densitas amphiroa yang terbesar terdapat pada stasiun V dipantai Sundak-Barat yaitu sebesar 8 dan densitas terendah pada stasiun II dipantai Sundak-Barat dengan nilai 3. Frekuensi penyebarannya paling besar berada pada stasiun III dipantai Sundak-Barat dengan nilai 1 dan yang terendah berada pada stasiun II dipantai Sundak-Barat dan stasiun V dipantai Sundak-Timur dengan nilai 0,5. Nilai penting amphiroa cukup berfluktuatif; namun yang paling besar berada pada stasiun V pantai Sundak-Timur dengan nilai 43,6. Amphiroa berasosiasi dengan sesama kelas alga dan spesies dari kelas alga yang berbeda yang tipe hubungannya kompetisi. Selain itu amphiroa juga berasosiasi dengan kelinci laut dengan tipe hubungan predasi, karena amphiroa merupakan salah satu makanan dari kelinci laut; sedangkan tipe hubungannya simbiosis komensalisme jika berasosiasi dengan koral. Amphiroa beradaptasi dengan gerakan ombak dan cahaya matahari. Mekanisme adaptasinya terhadap gerakan ombak adalah tubuh melekat pada holdfast yang karakteristik adaptasinya yaitu holdfast kuat keras, tubuh terdiri dari zat kapur. Mekanisme adaptasinya terhadap cahaya matahari adalah tubuh berupa sekat-sekat yang menjulang. Peranan amphiroa pada produktivitas primer diperairan tersebut cukup signifikan apabila dirata-ratakan dengan seluruh peranannya pada seluruh stasiun pengamatan. Peranannya paling signifikan ketika dia mempunyai nilai penting yang tinggi yaitu pada stasiun V dipantai Sundak-Timur. Berdasarkan grafik layang-layang yang ada, persebaran amphiroa yang terbesar berada pada stasiun V.
4. Laurencia sp.
Dibanding dengan genus lain, genus ini merupakan genus yang paling sering ditemukan di setiap stasiun. Hidupnya yang berkoloni, dan assimilator pada thallusnya yang berbentuk bintil-bintil tampak jelas mendominasi pada stasiun-stasiun dekat garis pantai. Hal ini tercatat dengan frekuensi kemunculannya di setiap stasiun Pantai Sundak Barat mencapai angka 1 dengan tingkat densitas 27,5/m2hingga 55/m2. Sedangkan pada Pantai Sundak Timur dan Ngandong genus ini ditemukan dalam jumlah sedikit bahkan tidak ada (Ngandong). Nilai penting genus ini juga tergolong tinggi, yakni antara 20-40 pada Pantai Sundak Barat, dan 8 pada Sundak Timur. Spesies ini banyak di stasiun I karena di stasiun tersebut karena kedalamannya menyebabkan hanya sinar yang frekuensinya tinggi daya tembusnya tinggi dan panjang gelombangnya rendah yang dapat menembus daerah tersebut, yautu sinar hijau dan biru yang dilakukan oleh r-fikoeritrin sedangkan sinar yang daya tembusnya rendah dipantulkan sehingga spesies ini berwarna merah. Selain itu spesies ini dapat melakukan adaptasi kromatik, yaitu dapat menyesuaikan proporsi warna dengan kualitas pencahayaan. Contonya adalah spesies ini warnanya berubah menjadi merah sampai keunguan apabila hidup di daerah yang teduhdi atas zona subtidal atau di bawah zona intertidal.
Intensitas cahaya matahari yang tinggi menyebabkan spesies ini daunnya kecil, runcing dan warnanya cerah. Daun kecil sehingga mengurangi penyerapan cahaya sehingga mengurangi penguapan. Selain itu ombak yang kuat menyebabkan holdfastnya melekat kuat pada substrat, tubuhnya liat, elastis dan stolonnya panjang.
Spesies ini merupakan makanan bagi kelinci laut sehingga hubungannya merupakan predasi. Sedangakan hubungannya dengan Ulva sp. dan Gigartina sp. adalah berkompetisi dalam ruang hidupnya. Spesies ini juga bersimbiosis komensalisme dengan karang masif, karena karang masif merupakan tempat melekat bagi spesies ini.
5. Acanthopora sp.
Spesies ini hidup di semua stasiun kecuali di pantai Sundak timur. Frekuensi kemunculannya besar antara 0,5-1. Hal ini menunjukkan bahwa spesies ini ditemui hampir di semua penempatan plot. Tingginya nilai frekuensi juga diikuti oleh cukup tingginya nilai densitas yakni berkisar antara 1,3 hingga 27,75. Kemudian berdasarkan pada nilai penting yang tercantum untuk genus ini berkisar antara 8-20,5. Nilai ini mengindikasikan bahwa genus ini berperan penting bagi biota di sekitar habitatnya, Hal ini terlihat dari asosiasi hidupnya dengan biota lain. Beberapa biota seperti alga berasosiasi dengan genus soliter ini dalam koridor saling berkompetisi, terutama dalam memperebutkan pasokan oksigen, makanan, tempat melekat dan lain-lain. Tapi genus ini juga berasosiasi dengan fauna laut, seperti dengan Euchinus, kelinci laut, atau bintang ular dalam hubungannya antara produsen dengan konsumen. Akan tetapi, hubungan ini tidak terlalu kentara mengingat kemelimpahan dari genus ini terlihat semakin menurun seiring semakin jauh dan tingginya kedalaman zona intertidal. Spesies ini banyak di stasiun I karena di stasiun tersebut karena kedalamannya menyebabkan hanya sinar yang frekuensinya tinggi daya tembusnya tinggi dan panjang gelombangnya rendah yang dapat menembus daerah tersebut, yautu sinar hijau dan biru yang dilakukan oleh r-fikoeritrin sedangkan sinar yang daya tembusnya rendah dipantulkan sehingga spesies ini berwarna merah. Selain itu spesies ini dapat melakukan adaptasi kromatik, yaitu dapat menyesuaikan proporsi warna dengan kualitas pencahayaan. Contonya adalah spesies ini warnanya berubah menjadi merah sampai keunguan apabila hidup di daerah yang teduhdi atas zona subtidal atau di bawah zona intertidal.
Intensitas cahaya matahari yang tinggi menyebabkan spesies ini daunnya kecil, runcing dan warnanya cerah. Daun kecil sehingga mengurangi penyerapan cahaya sehingga mengurangi penguapan. Selain itu ombak yang kuat menyebabkan holdfastnya melekat kuat pada substrat, tubuhnya liat, elastis dan stolonnya panjang.
Spesies ini merupakan makanan bagi kelinci laut sehingga hubungannya merupakan predasi. Sedangakan hubungannya dengan Ulva sp. dan Gigartina sp. adalah berkompetisi dalam ruang hidupnya. Spesies ini juga bersimbiosis komensalisme dengan karang masif, karena karang masif merupakan tempat melekat bagi spesies ini.
3. Pembahasan Umum
Penyebaran atau pendistribusian organisme di zona intertidal dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor fisik dan biologis. Faktor pembatas fisik utama meliputi suhu, salinitas, bentuk dasar perairan dan sinar matahari. Mintakat intertidal pantai berbatu terbentuk dari hasil kegiatan pasang-surut yang menyebabkan peningkatan keterbukaan terhadap udara sehingga terjadi kekeringan dan suhu yang ekstrem. Organisme intertidal merupakan organisme laut sehingga kekeringan adalah masalah yang sangat serius. Suhu mempunyai kisaran yang dapat melebihi batassan toleransi sehingga organisme intertidal dapat mati karena kedinginan maupun kepanasan.
Sinar matahari terkadang kurang menguntungkan sehingga membatasi organisme di pantai. Sinar matahari dengan panjang gelombang ultraviolet dapat membahayakan jaringan hidup. Pada waktu pasang turun, semakin tinggi letak organisme di intertidal maka semakin besar keterbukaan terhadap sinar matahari. Sinar matahari juga merupakan pengatur penyebaran alga pada zona intertidal. Hal tersebut dikaitkan dengan kualitas spektrum cahaya. Setiap alga membutuhkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Alga hijau memerlukan cahaya dengan panjang gelombang terpanjang (merah) yang diserap oleh air dengan cepat dan banyak ditemukan di daerah intertidal yang lebih tinggi sehingga ketika alga tenggelam (saat berfotosintesis) mereka tidak boleh berada di tempat yang terlalu dalam di bawah penetrasi cahaya merah (kira-kira 2 m). Alga yang hidup di daerah intertidal dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu merah, coklat, hijau dan ketiganya menyerap spektrum cahaya yang berbeda. Alga-alga tersebut tersusun di sepanjang gradien kedalaman. Pada satu gradien, alga hijau berada di tempat teratas karena menyerap sinar merah, alga coklat di tengah dan alga merah menyerap cahaya hijau terdapat di daerah yang terdalam.
Salinitas dapat mempengaruhi organisme di daerah intertidal. Selama keterbukaan pada saat pasang-turun, genangan-pasang manjadi panas sehingga terjadi penguapan dan salinitas meningkat. Hal itu dapat mengakibatkan organisme intertidal mengalami kekeringan bahkan kematian. Ketika hujan lebat terjadi saat pasang-turun dan membanjiri genangan dengan air tawar maka salinitas akan menurun. Penurunan salinitas pada keadaan tertentu dapat menyebabkan kematian organisme intertidal. Pada saat pasang-naik, genangan akan dibanjiri air laut dan akan ada perubahan yang tiba-tiba kembali ke kondisi normal.
Faktor biologis utama adalah persaingan (kompetisi), pemangsaan (predasi) dan grazing (herbivor). Persaingan dapat terjadi karena setiap spesies memerlukan ruang sebagai tempat hidupnya, sedangkan persediaan ruang di zona intertidal berbatu sangat terbatas. Predasi dan grazing merupakan proses yang menentukan penyebaran organisme di zona intertidal.
Organisme baik tumbuhan maupun hewan yang ditemukan pada saat pengamatan lapangan di zona intertidal Pantai Sundak dan Ngandong Kabupaten Gunung Kidul berasal dari beberapa kelas yaitu Chlorophyceae, Phaeophyceae, Rhodophyceae, Crustacea, dan Acropora.
F. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
- Mintakat intertidal praktikum kali ini, yaitu pantai Ngandong, Gunung Kidul memiliki keanekaragaman biota (flora dan fauna) yang besar.
- Jenis alga yang dijumpai di pantai Ngandong didominasi oleh alga dari kelas Rhodophyceae walaupun dua kelas lainnya yakni Chlorophyceae dan Phaeophyceae juga ditemukan.
- Jenis fauna yang banyak dijumpai antara lain ikan hias, Ophiura sp., Ophiotrichoides sp., Echinometra mathaei, Tridacna sp., Monodonta labio, kepiting, Cypraea sp dan cacing laut.
- Faktor fisik dan kimi yang terukur :
a. Suhu air : 30 °C
b. Suhu udara : 31 °C
c. pH : 8,3
d. Salinitas : 34‰
b. Saran
- Perlu pengamatan yang lebih spesifik;parameter-parameter yang diukur lebih banyak sehingga dapat memberikan data yang akurat.
- Perlu pengamatan di pantai berpasir atau berlumpur sehingga dapat diketahui biota yang ada di mintakat intertidal.
- Pratikan, ingat ini adalah langkah awal kita untuk menuju jalan kesuksesan.
Daftar Pustaka
________. 2003. Ekosistem Pantai. www.hayati-ipb./users/rudyct/grp_paper01/kel1_012.htm. Diakses Tanggal 20 Oktober 2004.
Anonim. 2003. Petunjuk Praktikum Biologi Laut. Laboratorium Hidrobiologi. Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Anggota IKAPI. Jakarta
NyBaken. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Biologi
LAMPIRAN

























0 komentar:
Posting Komentar