DERAJAT KESEHATAN IKAN



A. LATAR BELAKANG


Istilah ‘pencemaran air’ atau ‘polusi air’ cenderung semakin mengemuka sekarang ini dan mungkin di masa-masa mendatang, mengingat masalah penurunan kualitas air semakin nampak dan dirasakan pengaruhnya oleh banyak orang, masyarakat pada umumnya. Masalah memburuknya kualitas air semakin dirasakan pada saat musim kemarau, ketika kuantitas air atau debit air berkurang.
Pengertian ‘pencemaran air’ mungkin bisa dipersepsikan berbeda oleh satu orang dengan orang lainnya, mengingat banyaknya pustaka acuan yang merumuskan definisi istilah tersebut, baik dalam kamus maupun buku teks ilmiah. Pengertian pencemaran air juga didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah, sebagai turunan dari pengertian pencemaran lingkungan hidup yang didefinisikan dalam Undang-Undang. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (PP No. 20/1990) pencemaran air didefinisikan sebagai berikut :
"pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air  turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya” (Pasal 1, Angka 2).
Pencemaran yang terjadi pada suatu perairan tentu saja akan berhubungan langsung dengan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Praktikum kali ini membahas pengaruh suatu bahan pencemar perairan terhadap kesehatan ikan. Dengan praktikum ini akan digunakan berbagai metode untuk mengetahui derajat kesehatan ikan. Dalam praktikum kali ini digunakan berbagai bahan pencemar untuk mengetahui bahan pencemar yang paling berbahaya terhadap perairan.

B. TUJUAN


1.      Mengetahui pengaruh suatu bahan pencemar perairan terhadap kesehatan ikan.
2.      Mengetahui frekuensi respirasi pada beberapa jenis ikan.

C.MANFAAT


Dengan mempelajari derajat kesehatan dan respirasi ikan kita bisa mengetahui ciri ikan yang segar dan sehat. Kita juga bisa mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi pada ikan sehingga kita bisa menentukan layak atau tidak ikan tersebut untuk dikonsumsi. Dengan mempelajari derajat kesehatan ikan, kita bisa mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi pada suatu perairan dengan melihat kondisi ikan pada perairan tersebut.
Praktikum kali ini akan membahas cara-cara mengukur tingkat kesehatan ikan, hal tersebut bisa bermanfaat dalam proses pembudidayaan ikan karena kita bisa mengontrol perkembangan ikan. Melalui praktikum ini kita akan mengetahui zat pencemar yang berdampak paling buruk teradap kesehatan ikan.

D.WAKTU DAN TEMPAT


Hari/tanggal    : Senin, 21 Maret 2005
Waktu             : Pkl.13.30 WIB - selesai
Tempat            : Laboratorium Biologi Perikanan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
                           Universitas Gadjah Mada


Percobaan kali ini membahas tentang pengaruh suatu bahan pencemar terhadap kesehatan ikan. Dalam percobaan ini ikan akan diuji daya iritabilitasnya terhadap suatu rangsangan. Tanggapan yang umumnya terjadi pada ikan adalah gerakan. Gerak refleks ikan terhadap suatu rangsangan akan dijadikan sebagai tolok ukur kesehatan ikan. Ikan yang sehat umumnya peka terhadap gangguan dari sekitar atau bisa dikatakan gerak refleksnya baik. Dalam praktikum digunakan cara-cara sebagai berikut untuk menentukan kesehatan ikan:
1.      Escape reflex
Uji escape reflex dilakukan dengan cara ikan pada bejana uji diganggu dengan ketukan, bayangan atau sinar yang kuat secara mendadak. Ikan yang sehat biasanya akan segera bergerak cepat dan berusaha untuk bersembunyi. Ikan yang sakit tidak akan bereaksi terhadap ketukan dan gangguan dari luar dan ikan tersebut akan lebih mudah ditangkap dengan tangan.
2.      Defensive reflex
Uji defensive reflex akan dilakukan dengan cara ikan diambil dari bejana uji dan ditaruh pada bidang datar. Ikan yang sehat akan menggelepar dengan interval tertentu. Ikan yang sakit tidak energik, ikan tersebut menggelepar pendek-pendek atau panjang-panjang.
3.      Tail reflex
Uji tali reflex dilakukan dengan cara ikan dipegang bagian kepalanya dan diamati bagian ekor dan badannya. Ikan yang sehat cauda horizontal atau terangkat ke atas, bagian ventral tubuh akan mendatar dan pinna caudalis mengembang seperti kipas.
4.      Ocular reflex
Uji ocular refex dilakukan dengan cara ikan dipegang dengan posisi horizontal dengan bagian dorsal di atas kemudian memutarnya sepanjang sumbu longitudinal ke kanan atau kiri. Ikan sehat akan berupaya keras mempertahankan bola mata pada posisi semula (vertical) sehinga iris dan bagian pupil akan tertutup oleh tepi rongga mata. Pada ikan yang sakit ocular reflexnya lambat.
Ikan yang digunakan pada percobaan ini adalah ikan gurami (Osphronemus gouramy), ikan nila (Oreochromis niloticus), dan ikan karper (Cyprinus carpio). Berikut ini klasifikasi ikan yang diujikan dalam percobaan derajat kesehatan dan respirasi ikan.
1.      Ikan gurami (Osphronemus gouramy)
Ikan gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina.  Merupakan salah satu ikan labirinth dan secara taksonomi termasuk famili Osphronemidae. 
Klasifikasi ikan gurami adalah sebagai berikut:
Filum         : Chordata
Kelas         : Actinopterygii
Ordo          : Perciformes
Subordo    : Belontiidae
Famili        : Osphronemidae
Genus        : Osphronemus
Spesies      : Osphronemus gouramy, Lac.
Secara morfologi, ikan ini memiliki garis lateral tunggal, lengkap dan tidak terputus, bersisik stenoid serta memiliki gigi pada rahang bawah.  Sirip ekor membulat. Jari-jari lemah pertama sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba.  Tinggi badan 2,0-2,1 kali dari panjang standar.  Pada ikan muda terdapat garis-garis tegak berwarna hitam berjumlah 8 sampai dengan 10 buah dan pada daerah pangkal ekor terdapat titik hitam bulat.
2.      Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila berasal dari Sungal Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik  Di Indonesia ikan nila telah dibudidayakan di seluruh propinsi. Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino. Secara taksonomi ikan nila termasuk famili Cichlidae.
Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut:
Filum         : Chordata
Kelas         : Osteichthyes
Sub-kelas   : Acanthoptherigii
Ordo          : Percomorphi
Sub-ordo   : Percoidea
Famili        : Cichlidae
Genus        : Oreochromis
Spesies      : Oreochromis niloticus
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan ini memiliki duri punggung (Keseluruhan (total)): 16-18; duri punggung lunak (Keseluruhan (total)): 12-13; duri dubur 3; anal soft rays: 9-11; duri tulang punggung: 30-32.
3.      Ikan karper (Cyprinus carpio)
Sistematik ikan tombro secara detail adalah sebagai berikut :
Filum         : Chordata
Kelas         : Actinopterygii
Ordo          : Ostariophysi
Sub-Ordo  : Cyprinoidae
Famili        : Cyprinidae
Sub-famili : Cyprinidae
Genus        : Cyprinus
Spesies      : Cyprinus carpio
Ciri-ciri genetika (fisik) dari strain ini adalah mempunyai sirip dorsal D: 3. 22, sirip pectoral P: 1. 15, sirip ventral V: 1. 7, sirip anal A: 3. 5, Linear Lateralis LL 32 – 35 dan rasio SL : tinggi badan adalah 2,4 : 1 Schuster dalam Anonim, 1984.
Dalam percobaan kali ini juga digunakan pencemar untuk menguji reaksi ikan bila air terkena pencemar. Pencemar (pollutant) utama biasanya bersifat kimiawi, biologis maupun materi fisika. Secara umum, pencemar ini dapat dibagi ke dalam tujuh kategori, sebagai berikut:
1.      Pestisida
Unsur kimia yang digunakan untuk membasmi hama dalam praktek pertanian maupun perkebunan dapat terbawa aliran air hujan. Memang, beberapa dari unsur kimia ini bersifat biodegradable (bisa terurai secara biologis) sehingga menjadi tak berbahaya, namun beberapa lainnya bersifat nonbiodegradable (tak dapat terurai secara biologis) dan karena itu tetap berbahaya dalam jangka waktu yang lama.
2.      Produk Minyak (Petroleum)
Aplikasi minyak dan unsur kimia yang berasal dari produk minyak bahan bakar, bahan baku pembuatan minyak pelumas, bahan baku pembuatan serta banyak aplikasi lainnya. Masuknya produk minyak ke dalam air biasanya melalui bocoran atau kecelakaan, seperti dari kapal tanker, truk, pipa-pipa, maupun tanki penyimpanan. Kebanyakan produk minyak ini merupakan racun yang berbahaya.
3.      Unsur logam berat
Unsur logam berat (heavy metals), seperti tembaga, timah hitam, merkuri dan selenium masuk ke dalam air dari banyak sumber, seperti industri, buangan otomotif, pertambangan, dan bahkan tanah alami. Bila unsur ini terserap dalam lumpur dan diabsorbsi oleh tanaman, lalu tanaman ini dikonsumsi oleh manusia dalam jumlah tertentu, maka membahayakan kesehatan manusia.
4.      Limbah B3
Pengertian umum limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) dikaitkan dengan sifat-sifatnya seperti "beracun", "reaktif" (artinya dapat menghasilkan gas eksplosif atau beracun), "korosif' (dapat menimbulkan karat), atau "mudah terbakar" (flammable). Bila tidak ditangani secara semestinya, limbah menjadi unsur pencemar air yang sangat berbahaya. Kelebihan unsur organik pupuk maupun nutrisi yang biasanya digunakan untuk menunjang pertumbuhan tanaman pada lahan pertanian maupun kebun memiliki mekanisme alamiah masuk ke dalam aliran air. Pada awalnya nutrisi ini mendorong pertumbuhan tumbuhan maupun ganggang dalam air, namun ketika tumbuhan maupun ganggang ini mati dan tenggelam, mereka mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme, dan di dalam proses ini mikro organisme mengkonsumsi banyak oksigen yang tersedia di dalam air. Karena itu, tingkat oksigen dalam air menjadi turun ke tingkat yang membahayakan bagi kebutuhan oksigen binatang-binatang lainnya seperti ikan. Bahkan kekurangan oksigen ini seringkali mematikan binatang-binatang tersebut. Proses pengurangan oksigen ke tingkat yang mematikan ini disebut dengan eutrophication.
5.      Sedimentasi
Sedimen, partikel-partikel tanah yang tebawa ke dasar sungai, danau maupun laut, juga dapat menjadi pencemar bila kehadirannya berada dalam jumlah besar. Erosi tanah akibat kikisan pada area sekitar sungai, atau tanah bawaan akibat hujan maupun banjiryang berasal dari ladang pertanian, pertambangan terbuka (strip mine) atau pembukaan jalan dapat memasok sungai maupun danau dengan sedimen yang penuh nutrisi. Ini dapat mengakibatkan terjadinya proses eutrophication sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Sedimentasi juga dapat menutupi lapisan pasir di dasar sungai di mana ikan meletakkan telur-telurnya.
6.      Mikro Organisme
Sebuah studi yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat memperkirakan setiap tahun sekitar 900.000 orang terkena penyakit akibat organisme di dalam air minum mereka. Dari jumlah itu, sekitar 900 orang meninggal. Maka organisme penyebab penyakit
ini pun termasuk dalam katagori pencemar bila ditemukan dalam air minum. Jenis parasit seperti Giardia lamblia atau Cryptosporidium parvum kadangkala muncul dalam pasokan air minum perkotaan. Kedua jenis parasit ini, terutama menimbulkan penyakit pada orang-orang tua atau anak-anak kecil, maupun memperburuk keadaan mereka yang memang telah mengidap penyakit lainnya. Pada tahun 1993, penyebaran Cryptosporidium dalam air minum di kota Milwaukee, Wisconsin, menyebabkan 400.000 orang menderita sakit dan menewaskan lebih dari 100 orang.
7.      Polusi Thermal
Air seringkali diambil dari sungai, danau, atau laut sebagai elemen pendingin (coolant) pada proses di pabrik atau pembangkit listrik, dan air ini kemudian dialirkan kembali ke sumbernya dalam keadaan yang lebih panas dibandingkan saat peng-ambilan. Perubahan kecil pada temperatur air bukan saja dapat menghalau ikan maupun spesis lainnya, namun juga dapat mempercepat proses biologis pada tumbuhan dan hewan, atau bahkan menurunkan tingkat oksigen dalam air. kibatnya adalah kematian ikan bahkan kerusakan ekosistem di sekitar tempat pembuangan air panas tadi (misalnya, terumbu karang).
Dalam percobaan bahan pencemar yang digunakan adalah:

A. ALAT DAN BAHAN


1.      Alat :
a.      bejana uji (bak air)
b.      stopwatch atau arloji
c.      erlenmeyer
d.     handcounter
e.      gelas ukur
f.       pipet tetes
g.      PH meter.
2.      Bahan
a.      Ikan uji (karper, nila, dan gurami)
b.      Bahan pencemar (pupuk organik, klorin, minyak goreng, pestisida, detergen, asap cair, formalin, obat nyamuk cair, dan asam cuka)

B. CARA KERJA


1.      Bejana uji 1 : isi dengan air bersih sebagai kontrol
2.      Bejana uji 2, 3, dan 4 : isi dengan air yang telah diberi bahan pencemar dengan kadar atau konsentrasi sebagai berikut:
a.       Pupuk organik 20 gram.
b.      Klorin 20 ml.
c.       Minyak goreng 20 ml.
d.      Pestisida 20 ml.
e.       Detergen 20 gram.
f.       Asap cair 20 ml.
g.      Formalin 20 ml.
h.      Obat nyamuk cair 20 ml.
i.        Asam cuka 20 ml.
3.      Bejana uji diisi air dan diberikan zat pencemar kemudian diukur suhu dan pH
4.      Masing masing bak uji diisi 2 ekor ikan nila, 2 ekor ikan karper, dan 1 ekor ikan gurami.
5.      Melakukan uji Escape Reflex, Defensive Reflex, Tail Reflex serta menghitung gerak operculum pada setiap interval waktu 15 menit ( 0’ ;15’ ; 30’ ;45’ ; dan 60’).
6.      Ukur suhu dan pH pada menit ke 60 bejana uji.

IV. HASIL PENGAMATAN

Terlampir

V. PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN TIAP PERLAKUAN

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui daya tahan ikan terhadap bahan pencemar. Dalam praktikum ini, spesies ikan yang digunakan adalah ikan gurami (Osphronemus gouramy), ikan karper (Cyprinus carpio), dan ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan-ikan tersebut akan dimasukkan ke dalam bak dan diberi bahan pollutan untuk diuji ketahanannya terhadap polutan tersebut.
1.      Perlakuan kontrol
Ikan dimasukkan ke dalam air tawar yang bebas pollutan dengan tujuan sebagai kontrol bagaimana perilaku dan sifat ikan dalam air yang tidak tercemar. Umumnya kondisi ikan pada air kontrol masih baik. Hal ini bisa dilihat dari  gerakan operculum yang masih normal dan tidak ada penurunan ataupun kenakan gerakan operculum yang drastis. Masing-masing ikan juga dikatakan masih baik dalam menanggapi rangsangan yang diberikan. Nilai pH air kontrol tidak berubah yaitu sebesar 7,1 dengan suhu awal sebesar 29 ºC dan suhu akhir sebesar 30 ºC.
2.      Perlakuan Air + Formalin (20 ml)
Penggunaan formalin sering kita temui dalam pengawetan ikan-ikan untuk bahan percoban. Formalin merupakan zat yang sifatnya beracun yang mudah diserap tubuh melalui lambung, usus, dan paru-paru. Hasil pengamatan menunjukkan dalam menit ko 0, keadaan ikan yag diujikan sudah mulai lemah. Hal ini bisa dilihat dari keadaan operculum yang lambat bila dibandingkan dengan air kontrol. Pada menit ke 15, ikan yang diuji mulai menunjukkan tanda-tanda ikan tersebut tidak sehat, yaitu dengan tangapan terhadap rangsang yang kurang. Pada menit ke 15, ikan karper menunjukkan tanda penurunan daya tanggap terhadap rangsang secara drastis, ikan-ikan lain juga menunjukkan hal yang sama, tetapi ikan lain kesehatannya lebih baik dari karper. Ikan karper 1 mati pada menit ke- 24, ikan gurami mati pada menit ke- 25 ikan karper 2 mati pada menit ke- 26. Ikan nila relatif lebih tahan pada zat pencemar ini walaupun mereka juga mati pada menit ke- 46 dan 47. Suhu air awal pada perlakuan air + formalin sebesar 29,5 ºC dan suhu  air akhir sebesar 31 ºC. Pada perlakuan ini tidak terjadi perubahan pH, pH air di awal dan di akhir praktikum tetap 7,2.
3.      Perlakuan Air + Obat Nyamuk Cair (20 ml)
Obat nyamuk cair merupakan salah satu bentuk insektisia dengan kadar yang lebih rendah. Segala macam insektisida susah diuraikan oleh mikroorganisme. Hasil pengamatan menunjukkan pada menit ke- 0, kondisi masing-masing ikan masih sangat baik karena respon mereka masih baik terhadap rangsang. Pada menit ke- 15, masing-masing ikan menunjukkan penurunan kondisi yang ditunjukkan dengan daya tanggap terhadap rangsang yang makin lemah dan gerakan operculum yang cenderung melambat. Penurunan kondisi ikan ini terjadi hingga menit ke- 60. Pada perlakuan ini, ikan gurame mati pada menit ke- 50. Penurunan kondisi ikan yang tidak berlangsung cepat bisa jadi karena sifat insektisida itu sendiri yang tidak menyerang organ secara langsung, tetapi menyerang sistem koordinasi. Terganggunya otak dan sistem saraf akan menyebabkan organ tidak berfungsi dengan baik dan akan menyebabkan penurunan tanggapan terhadap refleks. Suhu air awal dan akhir pada perlakuan ini tetap yaitu sebesar 30 ºC. Nilai pH pada perlakuan ini tidak banyak berubah, dari pH awal sebesar 7,1 menjadi 7,2.
4.      Perlakuan Air + Asam Cuka (20 ml)
Cuka merupakan salah satu zat yang bersifat asam. Pencampuran cuka dalam air pada perlakuan ini tidak terlalu banyak (20 ml) dengan konsentrasi cuka yang rendah sehingga tidak terjadi perubahan pH air. Jika cuka yang dilarutkan banyak dan dengan konsentrasi yang tinggi, maka ikan dapat mengalami kematian karena keracunan asam (ditandai dengan pucatnya insang). Kondisi ikan pada menit ke-0 cukup baik, walaupun gerakan operculum pada masing-masing ikan relatif lebih lemah bila dibandingkan dengan air kontrol. Pada menit-menit berikutnya, terjadi penurunan kondisi ikan secara bertahap. Pada perlakuan ini, ikan nila merupakan ikan yang paling tahan terhadap bahan pencemar yang digunakan. Hal ini ditunjukkan melalui gerak refleks dan gerak operculum yang lebih mendekati ikan pada perlakuan kontrol bila dibandingkan dengan ikan lain yang diujikan. Suhu air awal dan akhir pada perlakuan ini tetap yaitu sebesar 30 ºC. Penambahan pH pada perlakuan kali ini menyebabkan nilai pH air cenderung asam bila dibandingkan dengan air kontrol. Nilai pH pada awal percobaan dan akhir percobaan tidak mengalami perubahan, nilai pH tetap pada nilai 6,4.
5.      Perlakuan Air + Pestisida (20 ml)
Sifat pestisida dalam perairan susah diuraikan secara biologis. Pestisida merupakan bahan beracun yang digunakan di lingkungan pertanian untuk membasmi hama. Pada perlakuan ini, ikan yang diujikan tidak mampu bertahan lama. Ikan tidak mampu bertahan hidup lebih dari 15 menit. Pada menit ke-0, gerakan operculum pada masing-masing ikan sangat lemah. Rangsangan yang dilakukan dari luar, tidak ditanggapi dengan baik oleh ikan. Ika nila 2 mati pada menit ke- 8, ikan nila 1 mati pada menit ke- 9, ikan karper 1 mati pada menit ke- 9, ikan gurami mati pada menit ke- 10, dan ikan karper 1 mati pada menit ke- 11. Pada ikan yang mati bisa diamati insangnya  mengeluarkan darah dan menjadi pucat, matanya berubah warna menjadi abu-abu, lendir pada tubuhnya juga banyak dimana lendir ini digunakan sebagai bentuk perlindungan dari rangsangan luar. Suhu air pada awal dan akhir perlakuan tetap yaitu sebesar 29 ºC. pH air pada awal percobaan 6,8 dan pH air pada akhir percobaan 6,9.
6.      Perlakuan Air + Detergen (20 g)
Detergen termasuk bahan pencemar yang sangat berbahaya bagi perairan. Ini ditunjukkan dari ikan yang diujikan tidak bisa bertahan hidup pada perlakuan air + detergen. Pada menit ke- 0, masing-masing ikan gerak operculumnya sangat lemah bila dibandingkan dengan air kontol. Kemampuan menanggapi uji escape reflex, devensife reflex, tail reflex dan ocular reflex relatif lemah. Pada menit ke 15, ikan nila dan ikan gurami mati, sedangkan ikan-ikan lainnya juga menurun kondisinya. Tiap ikan makin lemah dalam menanggapi rangsang disertai dengan gerak opeculum yang semakin melemah. Pada menit ke- 30, semua ikan sudah mati kecuali nila 1 yang mati pada saat dilakukan uji devensife reflex. Akibat dari perlakuan tersebut, warna ikan menjadi pucat, keluar darah dari insang ikan tersebut dan pada ikan nila 1 mengeluarkan darah dari mulutnya.  Unsur-unsur yang terkandung dalam deterjen merusak system pencernaan dan respirasi ikan tersebut. Suhu air pada awal percobaan sebesar 29 ºC dan suhu air pada akhir percobaan sebesar 30 ºC. Nilai pH pada awal perlakuan sebesar 7,6 dan pada akhir perlakuan sebesar 7,7.
7.      Perlakuan Air + Asap Cair atau Fenol (20 ml)
Sifat fenol mudah menguap dan kadarnya rendah bila dibandingkan dengan alkohol. Pada menit ke- 0, gerak operculum pada masing-masing ikan relatif lebih lemah bila dibandingkan dengan perlakuan air kontrol. Pada uji escape reflex, kemampuan menanggapi rangsang dari nila 1, Nila 2, gurami,dan Karper 2 cenderung menurun, sedang kondisi karper 1 relatif stabil. Sedangkan pada uji reflex yang lain, tanggapan masing-masing ikan cukup baik dan relatif stabil dari awal hingga akhir perlakuan. Karena sifat fenol yang mudah menguap juga dan kadarnya yang rendah dibandingkan alkohol, sistem respirasi ikan tidak begitu rusak parah, hal tersebut dibuktikan dari hasil pengamatan yang menunjukkan ikan-ikan tersebut masih dapat bertahan hidup. Fenol larut dalam air dan berbau khusus. Fenol mempunyai sifat asam lemah. Suhu air pada awal perlakuan sebesar 30 ºC dan pada akhir perlakuan sebesar 29 ºC. Nilai pH air pada awal perlakuan 6,6 dan pada akhir perlakuan 6,7.
8.      Perlakuan Air + Pupuk organik (20 g)
Pada perlakuan ini, pada menit ke- 0, gerakan operculum relatif lemah dan mulai membaik pada menit ke-30. Pada uji escape reflex, ikan karper 1 mengalami penurunan daya tanggap terhadap reflex, sedang ikan yang lain relatif lemah dalam menanggapi uji escape reflex. Pada uji defensive reflex, masing-masing ikan relatif stabil kondisinya. Ikan nila 1 kurang bisa menanggapi rangsang pada uji devensife reflex. Pada uji tail reflex, kedua ikan karper cenderung melemah dalam menanggapi rangsang, kedua ikan nila relatif stabil, sedang ikan gurami lemah dalam menanggapi rangsang dari awal hingga akhir perlakuan. Pada uji ocular reflex, masing-masing ikan cenderung melemah dalam uji ini. Suhu air pada awal dan akhir perlakuan tetap yaitu sebesar 30 ºC. Nilai pH pada awal perlakuan sebesar 7,1 dan pada akhir perlakuan sebesar 7,0.
9.      Perlakuan Air + Klorin (NaOCl) 5,25 % (20 ml)
Klorin merupakan zat yang bersifat racun yang kuat. Semua ikan yang diujikan tidak bisa hidup lebih dari 30 menit. Pada menit ke- 0, gerakan operculum relatif lemah bila dibandingkan dengan air kontrol. Tanggapan terhadap uji escape reflex dan ocular reflex masih bagus. Tanggapan pada uji tail reflex dan devebsife reflex cenderung lemah. Ikan gurami mati pada menit ke- 2, ikan karper 2 mati pada menit ke 14, ikan nila 1 mati pada menit ke- 18, ikan nila 2 mati pada menit ke- 20, ikan karper 1 mati pada menit ke- 22. Klorin mengandung racun sehingga membuat sistem respirasi ikan tersebut rusak dan akhirnya ikan tersebut susah bernapas yang dapat menyebabkan kematian. Suhu air pada awal perlakuan sebesar 29,9 ºC sedang pada akhir perlakuan sebesar 29 ºC. Nilai pH air pada awal dan akhir perlakuan tetap, yaitu sebesar 7,3.
10.  Perlakuan Air + Minyak Goreng (20 ml)
Ikan yang berada pada perlakuan ini masih dalam kondisi yang baik dan tanggapan terhadap uji reflex tetap bagus dari awal hingga akhir perlakuan. Hal ini lebih disebabkan dari kondisi minyak goreng yang tidak larut dalam air sehingga tidak mengalami kontak dengan ikan. Minyak goreng juga bukan merupakan zat pencemar perairan yang berat. Minyak goreng yang menutupi air hanya akan mengurangi terjadinya difusi O2 ke dalam air. Bila minyak goreng menutupi perairan dalam waktu yang lama, bisa dipastikan perairan tersebut akan memiliki  oksigen terlarut yang rendah. Suhu air pada awal percobaan ini sebesar 29,5 ºC dan pada akhir perlakuan sebesar 30 ºC. Nilai pH air pada awal perlakuan sebesar 7,2 dan pada akhir perlakuan sebesar 7,1.


Anonim, 1984. Diskripsi Ikan Tombro Strain Punten. Balai Benih Ikan, Punten, Batu Jawa Timur.
            , 2005. Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus). http://www.iptek.net.id/ind/warintek/Budidaya_perikanan_idx.php?doc=3a6. Diakses pada 25 Maret 2005.
            ,2005. Budidaya Ikan Gurami. http://bbat-sukabumi.tripod.com/gurami.html. Diakses pada 23 Maret 2005.
            , 2005. Cyprinus carpio. http://www.fishbase.org/Summary/SpeciesSummary.cfm?ID=1450&genusname=Cyprinus&speciesname=carpio%20carpio. Diakses pada 23 Maret 2005.
            , 2005. Osphronemus goramy. http://www.fishbase.org/summary/SpeciesSummary.cfm?id=498&lang=Bahasa. Diakses pada 23 Maret 2005
            , 2005. Oreochromis niloticus. http://www.fishbase.org/Summary/SpeciesSummary.cfm?ID=2&genusname=Oreochromis&speciesname=niloticus%20niloticus. Diakses pada 23 Maret 2005.
            , 2005. Petunjuk Praktikum Iktiologi. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ibrahim, 2000. Pencemaran Air. http://dbp.gov.my/mab2000/Penerbitan/Rampak/pahi.pdf. Diakses pada 25 Maret 2005.
Setiawan, H., 2001. Pengertian Pencemaran Air dari Perspetif Hukum.  http://www.menlh.go.id/airnet/Artikel01.htm. Diakses pada 23 Maret 2005.
Sugiarto Ir, 1988. Teknik Pembenihan Ikan Mujair dan Nila. Penerbit CV. Simplex (Anggota IKAPI).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar