PENENTUAN DERAJAT KESEHATAN DAN RESPIRASI IKAN


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikan adalah hewan yang hidup di perairan. Ikan dikenal mempunyai kemampuan beradaptasi yang sangat tinggi dari perairan yang sangat dingin hingga yang terpanas dapat kita jumpai jenis ikan didalamnya. Begitu pula di lautan yang terdalam hingga di puncak pegunungan tertinggi dimana ada perairan pasti dapat kita temukan ikan pada perairan tersebut. Perairan memang merupakan media hidup bagi ikan yang sangat penting, karena segala aktivitas maupun fungsi kehidupannya ikan memerlukan media air seperti mulai dari mengambil makanan, bergerak, bernafas, respirasi, pertumbuhan, reproduksi, ekskresi, karena apapun yang terjadi pada perairan akan berakibat langsung pada kesehatan ikan sehingga ikan adalah hewan yang sangat tergantung dengan air.
Faktor penting bagi ikan di dalam air adalah DO, garam-garam terlarut, penetrasi cahaya, pH, suhu dan ruang gerak ikan, namun sekarang telah banyak terjadi pencemaran terhadap perairan tempat hidup ikan, yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak. Pengaruh yang ditimbulkan akibat pencemaran perairan tersebut sangat beragam tergantung dari jenis bahan pencemarnya dan ketahanan organisme air dalam menghadapi perubahan lingkungan akibat dari pencemaran. Pencemaran yang terjadi secara terus menerus tersebut menyebabkan menurunnya kualitas perairan, yang akan berakibat pada menurunnya derajat kesehatan organisme perairan dan kesehatan dan kelangsungan hidup ikan akan terganggu, sehingga mengakibatkan ikan keracunan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Mengingat pentingnya fungsi ikan maka dilakukanlah pengujian terhadap beberapa jenis bahan pencemar untuk diketahui pengaruhnya terhadap kesehatan beberapa jenis ikan. Hasil pengujian tersebut secara garis besar akan dapat menghasilkan kesimpulan, sehingga pada praktikum Iktiologi acara I dengan judul " Penentuan derajat Kesehatan dan Respirasi Ikan akan membahas pengaruh berbagai pencemar perairan yang telah sering ditemui diberbagai perairan seperti minyak goreng, pemutih pakaian, obat nyamuk, deterjen dan sebagainya terhadap kesehatan dan respirasi beberapa jenis ikan. Bahan-bahan pencemar tersebut akan merusak habitat perairan dan secara tidak langsung juga akan merugikan manusia. Kita harus mengetahui bagaimana kondisi perairan yang membahayakan habitat perairan dan bagaimana cara mencegah turunnya kualitas perairan sehingga habitat perairan dapat terus lestari.
B. Tujuan
 Tujuan dilaksanakannya praktikum adalah untuk :
Mengetahui pengaruh suatu bahan pencemar perairan terhadap kesehatan ikan
Mengetahui frekuensi respirasi pada beberapa ikan
C. Manfaat
Berdasarkan pengamatan pada praktikum tersebut, manfaat yang dapat diambil adalah :
1.  Untuk mengetahui besarnya pengaruh pencemaran terhadap kelangsungan hidup dari ikan yang diamati dan mengetahui daya tahan ikan apabila hidup dalam lingkungan yang tercemar. Selain itu, dapat diketahui pula kadar bahaya dari bahan-bahan pencemar yang menunjukan bagi kehidupan ikan dan kelangsungan hidupnya.
2.  Kita dapat mengetahui jenis jenis bahan pencemar dari tingkatan paling tidak berbahaya, sampai dengan tingkat paling berbahaya untuk kehidupan/kesehatan ikan.
3.  Kita dapat mengetahui tanda-tanda/keadaan ikan keracunan, dilihat dari morfologinya (luar tubuh ikan).
4.    Kita dapat mengetahui ciri-ciri ikan yang sehat dan segar.
5.  Kita dapat mengetahui metode-metode yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan ikan.
6.  Kita dapat mengetahui sifat perairan yang mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan hidup ikan.
D. Waktu dan Tempat
                                                                                                                                              Praktikum Iktiologi acara Penentuan Derajat Kesehatan dan Respirasi Ikan dilaksanakan pada :
Hari, tanggal                       : Senin, 27 Maret 2006 dan Selasa, 28 Maret 2006
Waktu                                 : 13.30 s.d selesai
Tempat                                : Laboratorium Hidrobiologi, Jurusan Perikanan, Fakultas        Pertanian,  Universitas  Gadjah Mada


TINJAUAN PUSTAKA

A.     Biologi Ikan
Iktiologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi. Kata Iktiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu: "ichthyes" yang berarti ikan dan "logos" yang berarti ilmu, maka dapat disimpulkan bahwa iktiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang ikan dengan segala aspek kehidupannya. Air adalah komponen yang sangat penting bagi kehidupan ikan. Semua fungsi penting seperti pergerakan, pencernaan, pertumbuhan, reproduksi, dan respon terhadap rangsangan luar sangat tergantung pada kondisi perairan tempat hidupnya (Anonim, 2004).
Ikan merupakan salah satu hasil dari sumber daya perairan. Ikan termasuk hewan vertebrata yang bernapas dengan insang dan berdarah dingin (Lagler, 1977). Ikan mempunyai banyak komponen yang dibutuhkan oleh tubuh terutama protein, asam lemak tak jenuh dan sedikit kolesterol. Ikan yang baik dikonsumsi adalah ikan yang segar yaitu ikan yang tubuhnya belum ditemukan perubahan sifat atau komposisi dan ikan yang sehat yaitu ikan yang terbebas dari penyakit, perubahan fisik dan bahan-bahan kimia yang dapat merugikan manusia sebagai konsumen (Anonim, 2004).
Setiap ikan mempunyai tingkat respirasi yang berbeda karena kemampuan mengikat oksigen yang berbeda juga. Laju konsumsi oksigen ikan kecil biasanya lebih tinggi daripada ikan yang lebih besar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain aktivitas, umur, masa reproduksi, nutrisi, penyakit, mekanisme dari dalam tubuh (sistem saraf dan hormonal) (Lagler, 1977).
Jika kondisi perairan tempat hidup ikan mengalami perubahan, misalnya akibat dari pencemaran, tentunya akan mempengaruhi kondisi ikan dan juga hampir semua aktivitas hidupnya. lkan adalah hewan vertebrata air yang hidup diperairan, kebanyakan bernafas dengan insang, berdarah dingin serta bergerak dengan sirip (Lagler,1977).
            Menurut Anonim (2000),  ciri-ciri lkan yang sehat yaitu:
l. Organon visus jemih
2. Kulit sedikit berlendir
3. gerak reflek baik
4. Gerakan lincah
5. Warna lkan cerah
6. Bagian ventral mendatar
7. Bagian cauda horizontal terangkat ke atas
8. Pinna caudalis mengembang seperti kipas
Praktikum Penentuan Derajat Kesehatan ikan menggunakan beberapa spesies ikan, yaitu:
l. Ikan Gurami (Osphronemus gouramy);
2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus); dan
3. Ikan lele (Clarias ganepinus).
Tiga spesies yang digunakan dalam percobaan tersebut adalah
1. Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)
Menurut Sitanggang (1996), klasifikasi dari ikan gurami (Osphronemus gouramy) sebagai berikut:
Kingdom    : Animalia
Phyllum      : Chordata
Class          : Pisces
Subclass     : Teleostei
Ordo          : Labyrintici
Subordo     : Anabatoidea
Family        : Anabantidae
Genus         : Osphronemus
Species       : Osphronemus gouramy
Bentuk tubuh ikan gurami pipih vertikal. Badan ditutupi sisik yang kasar dengan tipe stenoid. Mata besar, bibir tipis dimana bibir bawah sedikit lebih kedepan daripada bibir bagian atas. Jari-jari pertama sirip perut memanjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Gurami memiliki alat pernafasan tambahan berupa labirin yang berbentuk selaput, berkelok-kelok dan merupakan penonjolan dari tepi atas insang yang dapat mengambil O2 langsung dari udara sehingga keberadaan bagian tubuh tersebut sangat menguntungkan bagi ikan gurami (Tucher, 1989). Ikan gurami dapat hidup pada air tawar sampai air yang sedikit payau baik yang mengalir atau tenang. Kedalaman air minimal 75 cm dengan dasar yang sedikit berlumpur. Hidup di daerah tropis dengan suhu 24o-28oC, kadar O2 3-5 ppm, CO2 12 ppm, amonia maksimal 1 ppm, alkalinitas total minimal 20 ppm, pH 6,5-7,8 dan berada di daerah dengan ketinggian antara 0-800 mdpl (Sugiharto, 1987).
Ikan gurami adalah ikan peliharaan yang berasal dari rawa. Badannya pipih memanjang dan berwarna kecoklatan dengan bintik hitam pada sirip dada. Sirip perut berubah menjadi semacam benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Ikan tersebut merupakan ikan labirin dan sebagai ikan omnivore yang menyukai tumbuh-tumbuhan. Berat badannya dapat mencapai 6-8 kilogram per ekor meskipun ikan tersebut pertumbuhnnya relatif lambat (Sumantadinata, 1979).
2. Ikan Nila (Oreochromis sp.)
Menurut Trewavas (1982), klasifikasi ikan nila (Oreochromis sp.) sebagai berikut:
Kingdom          : Animalia
Phyllum            : Chordata
Subphylum       : Vertebrata
Class                 : Osterychtyes
Subclass           : Acanthopterigii
Ordo                 : Percomorphi
Subordo           : Percoidae
Family              : Cichlidae
Genus               : Oreochromis
Species             : Oreochromis sp.
Ikan nila merah biasanya menyimpan anaknya dalam mulut (mouth breeder). Induknya mengerami telur setelah dibuahi dan mengasuhnya setelah telur menetas sampai anak-anaknya mampu berenang bebas (Trewavas, 1982). Ikan tersebut memerlukan O2 berkisar 3-5 ppm, pH 6,5-8,5, sebagian besar hidup di daerah tropis dan dapat bertahan pada konsentrasi DO 2-3 mg/l. Kecepatan konsumsi O2 untuk respirasi tergantung pada spesies ikan, aktifitas, suhu dan status makanan. Suhu optimum untuk pemijahan 26o-27oC. Bila suhu berada dibawah 20oC maka ikan tidak akan berpijah dan bila suhu berada dibawah 15oC maka ikan tidak mau makan (Bardach et al., 1972).  Nila bersifat euryhaline dan pertumbuhan serta perkembangbiakkannya akan terhambat pada salinitas tinggi karena sebagian energi untuk proses osmoregulasi. Nila berpijah pada dasar perairan yang berrlumpur dan relatif dangkal yang dapat digunakan untuk meletakkan telur yang akan dibuahi ikan jantan. Ikan Oreochromis bersifat omnivora. Makanan alaminya berupa phytoplankton, zooplankton dan bentos (Bechrends, 1982).
3. Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al. (1986) adalah :
Kingdom          : Animalia
Sub-Kingdom  : Metazoa
Phyllum            : Chordata
Subphylum       : Vertebrata
Class                 : Pisces
Subclass           : Teleostei
Ordo                 : Ostariophysi
Subordo           : Siluroidea
Family              : Clariidae
Genus               : Clarias
Species             : Clarias sp.

Lele dumbo (Clarias sp.) mempunyai ciri bentuk badan memanjang, bagian kepala pipih kebawah (depressed), sedangkan bagian belakang tubuhnya berbentuk pipih ke samping (compressed), bentuk kepala keras dan meruncing kebelakang serta tubuhnya tidak bersisik (Susanto. 1988). Ikan lele juga mempunyai mulut lebar, gigi yang tajam dan memiliki sungut. Sirip yang terdapat dalam lele dumbo terdiri dari satu pasang sirip dada, sirip perut, sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur. Sirip pada dada dilengkapi patil yang tidak beruas dan habitat hidup lele ialah semua perairan air tawar. Sungai yang airnya tidak terlalu deras, atau di perairan yang tenang seperti danau, waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil seperti kolam. Ikan lele mempuyai organ insang tambahan yang memungkinkan ikan tersebut mengambil oksigen pernapasannya dari udara di luar air sehingga ikan lele tahan hidup diperairan yang airnya mengandung sedikit oksigen. Ikan tersebut relative tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organic. Ikan lele hidup dengan baik di daratan rendah sampai daerah perbukitan. Suhu ikan lele berkisar 20o-25o, dengan daerah peggunungan maksimal dengan ketinggian 700 meter (Suyanto, 2000).

B. Bahan Pencemar
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaranm Air (PP No. 20/1990) pencemaran air didefinisikan sebagai berikut : "pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya" (Pasal 1, Angka 2) (Anonim, 2005).
Ikan menempati seluruh perairan di bumi tersebut baik peraian tawar, payau, maupun laut. Kualitas air yang baik diperlukan untuk menunjang kesehatan ikan. Menurut Boyd (1982) kualitas air dalam budidaya ikan adalah setiap peubah (variabel) yang mempengaruhi pengolahan air dan salinitasan, perkembangbiakan atau produksi ikan. Air yang baik adalah yang menunjang semua yang dibutuhkan ikan.
Menurut Rahman (1984), sifat-sifat air sehat yang akan menentukan kesehatan dan kelangsungan hidup ikan adalah :
1. Sifat fisik, meliputi suhu air, udara, penetrasi cahaya, getaran dll ;
2. Sifat kimia, meliputi kadar O2 terlarut, kadar CO2 bebas, derajat keasaman (pH),   alkalinitas, dan zat kimia yang larut dalam air (polutan) ;
3. Sifat biologis, meliputi organisme yang hidup di perairan (produsen, konsumen, pengurai).
Menurut Brown (1957), Air sebagai tempat hidup ikan memiliki fisik dan kimia tertentu. Air yang cocok untuk ikan tergantung sifat-sifat yang telah dimiliki. Sifat-sifat tersebut meliputi :
1. Suhu
Setiap organisme memiliki tingkat toleransi terhadap suhu tertentu. (toleransi shelford). Tidak terkecuali pada ikan. Biasanya rentang suhu yang menjadi toleransi terletak dari 15° C sampai 40° C.
2. Derajat keasaman (pH)
Hampir semua ikan yang ada di alam tersebut dapat hidup pada pH antara 4-9. Beberapa ikan dapat hidup pada hidup pada kurang dari 4 atau ada juga yang menemukan ikan yang hidup pada pH lebih dari 9.
3. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut didalam perairan tergantung pada suhu , pH, dan lain-lain. Kadar oksigen yang baik adalah pada konsentrasi antara 2,5 ppm sampai 5 ppm.
4. Kadar CO2
Kadar CO2 yang normal dapat ditoleransi oleh ikan adalah kurang dari 50 ppm. Konsentrasi C02 antara 100 ppm sampai akan sangat berakibat fatal terhadap ikan. Zat asing yang rusak, akan membuat air memiliki kualitas yang baik untuk usaha budidaya.
Menurut Wardhana (2001), indikator atau tanda-tanda yang dapat menunjukkan bahwa air sudah tercemar adalah adanya perubahan yang dapat diamati melalui:
 1. Perubahan suhu
Semakin tinggi kenaikan suhu sebuah perairan maka semakin sedikit kandungan oksigen terlarut di dalamnya.
2. Perubahan warna, bau dan rasa
Air normal yang dapat digunakan untuk kehidupan pada umumnya tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. Apabila air sudah berasa, berbau ataupun berwarna berarti air tersebut sudah terkena pencemaran.
3. Timbulnya endapan
Endapan yang melayang-layang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air, yang akan mengakibatkan terganggunya kehidupan mikroorganisme.
4. Adanya perubahan konsentrasi Ion Hidrogen atau pH
Air yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan (terutama untuk budidaya) mempunyai pH berkisar antara 6,7 - 8,2 ppm.
 5. Adanya mikroorganisme
Apabila bahan buangan ataupun pencemar yang harus didegradasi cukup banyak maka tidak menutup kemungkinan akan berkembangnya mikroorganisme yang mungkin diikuti oleh perkembangbiakan bakteri patogen. Bakteri patogen adalah penyebab timbulnya berbagai macam penyakit.
6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan
Zat radioaktif berbahaya dan dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis. Pencemaran air biasanya berasal dari buangan limbah rumah tangga dan industri.
Menurut Anonim ( 2000 ), polutan yang berarti sejumlah zat atau bahan yang mempengaruhi perubahan kondisi perairan sehingga daya gunanya akan menurun, meliputi:
1. Tinggi bahan organik yang mudah teroksidasi
2. Bahan anorganik
3. Bahan buangan
4. Bahan buangan bersuhu
5. Bahan radioaktif.
Praktikum tersebut akan menguji pengaruh sembilan bahan pencemar yang akan dilihat pengaruhnya terhadap kesehatan ikan. Praktikum Derajat Kesehatan Ikan tersebut menggunakan bahan-bahan kimia seperti minyak tanah pupuk organic, NaClO, deterjen, formalin, spiritus, cuka, minyak goreng pestisida, obat nyamuk cair. Bahan pencemar tersebut adalah:
1.  Pupuk organik
            Pupuk organik termasuk dalam bahan buangan organik. Menurut Wardhana (2001), bahan buangan organik adalah bahan yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Pembuangan bahan organik ke perairan akan meningkatkan jumlah mikroorganisme yang berarti akan menurunnya jumlah oksigen terlarut. Hal tersebut tentu akan mengganggu kelangsungan hidup organisme di perairan.
2. Minyak goreng
            Menurut Wardhana (2001), minyak goreng adalah zat yang tidak dapat larut dalam air melainkan akan mengapung di atas permukaan air, yang berarti bahwa bahan buangan berupa minyak goreng  akan menutupi permukaan air dan mengganggu kehidupan organisme di bawahnya. Lapisan minyak goreng yang menutupi permukaan air dikatakan mengganggu karena:
a) Lapisan minyak tersebut akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen terlarut akan berkurang
b) Adanya lapisan minyak tersebut juga akan mengganggu masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis tidak dapat berlangsung, dan pada akhirnya juga akan menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut.
3. Spritus







4. Asam cuka
Cuka merupakan senyawa hidorkarbon dengan sifat asam, sehingga perairan yang tercemar oleh asam cuka akan mengalami penurunan nilai pH. Turunnya pH akan menyebabkan berkurangnya distribusi oksigen yang berarti akan mengganggu proses respirasi makhluk hidup di perairan tersebut (Anonim, 2005).
 Asam cuka (CH3COOH) adalah senyawa yang bersifat asam. Asam cuka ada di dalam perairan dan bersifat larut dalam air. Kandungan asam yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan pH air secara drastis. Tingginya kadar asam berdampak buruk pada ikan karena akan mengganggu proses respirasi ikan. Jangka waktu yang lama akan menyebabkan insang mengeluarkan darah karena keracunan (Brown, 1976).
            Cuka memiliki sifat mempengaruhi keasaman air. Cuka disebut juga asam asetat. Penggunaan cuka akan menurunkan pH air dari netral menjadi asam (Fessenden, 1982). Cuka termasuk asam karboksilat yang rantai alkilnya jenuh. Cuka mengandung gugus karboksil juga memiliki gugus hidroksil. Distribusi H+ dari cuka tersebut dapat menurunkan suhu sekitar. Senyawa karbon organik relatif tidak tahan terhadap pemanasan, titik cair dan titik didih yang rendah, larut dalam pelarut non polar dan kereaktifan lebih lambat (Sackheim, 1981).
5. Obat nyamuk cair
            Obat nyamuk cair merupakan bahan aktif yang termasuk dalam golongan organofosfat. Bahan aktif yang terkandung dalam obat nyamuk cair merupakan jenis insektisida pembunuh sehingga yang dapat menyebabkan keracunan (Anonim, 2003). Umumnya bahan aktif pada obat nyamuk cair dapat cepat terurai dan berdaya racun yang sangat tinggi. Daya tersebut sedikit banyak akan membawa dampak negatif bagi hewan-hewan perairan. Obat nyamuk cair memiliki daya racun tinggi yang memiki konsentrasi lebih rendah dari obat nyamuk baker (Anonim). Bahan organik juga penting, mengingat bahwa bahan organik tersebut merupakan penyebab timbulnya rasa yang ada di dalam air minum terutama bila air tersebut dilakukan klorinasi. Bahan organik tersebut dihasilkan oleh industri dan apabila konsentrasi mencapai 500 mg/l masih dapat dioksidasi melalui proses biologis, akan tetapi akan sulit penguraiannya apabila melebihi kadar diatas (Sugiharto, 1987).
6. Formalin
               Menurut Saparinto (1996), Formalin adalah zat yang berbahaya dan beracun. Bentuknya berupa cairan. Formalin biasa dipasarkan dengan konsentrasi sekitar 40 %. Kadar formalin yang tinggi pada tubuh ikan akan bereaksi secara kimia dengan semua zat yang terdapat di sel tubuh ikan, sehingga menekan fungsi sel dan mengakibatkan kematian sel.
            Senyawa penyusun dari formalin adalah gabungan dari senyawa aldehid dan keton. Formalin merupakan bahan pencemar yang dapat membahayakan ikan. Sifat formalin yang dapat larut dalam air tersebut dapat mempengaruhi derajat keasaman ikan secara langsung, yaitu dapat menyebabkan kematian pada ikan. Formalin termasuk bahan pencemar yang memiliki daya racun yang tinggi (Fardiaz, 1992). Formalin tergolong aldehid dan keton sehingga formalin merupakan larutan 40% methanol dalam air. Larutan tersebut mempunyai sifat sebagai bahan pengawet sehingga digunakan untuk menyimpan preparat biologi (Sackheim, 1981).


7.  Natrium kloroksida (NaC10) 5,25% 20 ml
            Menurut Soemarwoto (1984), biasanya zat anorganik tersebut berasal dari kotoran manusia, khususnya urine, yang mengandung sejumlah klorida. Zat tersebut merupakan zat anorganik yang larut, mereka tidak dipengaruhi oleh sedimentasi atau oleh proses­proses biologis. Sejumlah klorida yang berlebihan terbukti dapat langsung meracuni tanaman dengan jalan menyebabkan kekeringan pada daun. Perairan masih dianggap aman jika mengandung zat tersebut kurang dari 150 ppm.
            Menurut Alabaster (1992), NaClO banyak digunakan dalam industri tekstil dan pembuatan pulm kertas sebagai pemutih. Klorin juga digunakan sebagai disinfektan   dalam jumlah kecil. Klorin sebagai asam hipoklorin (HOCI) bersifat sangat beracun ikan. Asam tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar jika masuk ke dalam tubuh ikan   melalui proses respirasi. Reaksi pembentukan asam klorin dari natrium kloroksida dan air adalah
                      Na(OCl) + H2O                      Na+ + OCI-
­                      H + OCl-                                   HOCI
8. Deterjen
            Menurut Wardhana (2001), deterjen adalah bahan pembersih yang terbuat dari senyawa petrokimia. Bahari buangan berupa deterjen ini dikatakan berbahaya karena:
a. Deterjen yang menggunakan bahan non-Fosfat akan menaikkan pH air hingga 10,6 -11 ppm.
b. Bahan antiseptik yang terkandung di dalamnya juga dapat mengganggu kehidupan organisme air bahkan dapat menyebabkan kematian.
c. Ada sebagian bahan deterjen yang tidak dapat dipecah oleh mikroorganisme yang ada      didalam air.
Deterjen atau surfaktan adalah golongan molekul organik yang dipergunakan sebagai pengganti sabun untuk pembersih supaya mendapatkan hasil yang lebih baik. Deterjen dalam air menimbulkan buih dan selama proses aerasi buih tersebut berada di atas permukaan gelembung udara dan biasanya relatif tetap (Sugiharto, 1987).
9. Pestisida
            Pestisida adalah unsur kimia yang digunakan untuk membasmi hama dalam praktek pertanian maupun perkebunan yang dapat terbawa aliran air hujan. Beberapa dari unsur kimia tersebut bersifat biodegradable (bisa terurai secara biologis) sehingga tidak berbahaya bagi kehidupan, namun beberapa lainnya bersifat nonbiodegradable (tak dapat terurai secara biologis) dan  berarti bahwa tetap akan berbahaya dalam jangka waktu yang lama (Anonim, 2005).
            Pestisida terutama insektisida organoklorin mampu meningkatkan aktivitas sistem organ hati, yang dapat menimbulkan efek samping. Efek-efek tersebut antara lain adalah: (1) efek sinergi dan antagonis melalui rangsangan terhadap sistem enzim untuk menetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh; (2) penyimpanan hipofilik insektisida yang saling bertentangan di dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan tubuh; (3) pergantian peningkatan hormon karena terinduksi enzim akan menyebabkan penyimpangan hubungan antar endokrin yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya penyimpangan prilaku fisiologi pada hewan (Connel, 1984).
            Tanda-tanda ikan yang sakit, keracunan, dan tercemar secara umum yaitu: geraknya tidak lincah dan relatif lemah, sifat malu-malunya hilang serta tidak segera bersembunyi jika diberi gangguan. Ikan yang keracunan zat asam maka akan ada bercak darah pada insangnya dan warnanya menjadi pucat, sedang bila racunnya bersifat basa maka insangnya akan diliputi darah (Anonim, 2004).
Menurut Anonim (2004), beberapa cara pengujian yang dapat dilakukan untuk -menentukan derajat kesehatan ikan antara lain dengan cara:
1. Uji Escape Reflex
Ikan yang berada dalam bak diganggu dengan memberi kejutan berupa kerukan, bayangan dan penyinaran yang kuat dan mendadak Ikan yang sehat akan bergerak cepat mengelilingi aquarium/bak dan atau bersembunyi.
2. Uji Devensive Reflex
Ikan dikeluarkan dari dalam bak dan diletakkan pada bidang datar. Ikan yang sehat akan menggelepar-gelepar secara energik dalam interval waktu tertentu.
3. Uji Tail Reflex
Ikan dipegang pada bagian caput dan diarahkan mendatar, lalu diamati bagian tubuh dan ekornya. Ikan yang sehat akan mengangkat cauda horizontalnya dan mengembangkan pinna caudalisnya seperti kipas serta mempertahankan bentuk tubuh ventralnya agar tetap datar.
4. Uji Ocular Reflex
Ikan dipegang dengan posisi horizontal, dengan dorsal pada sisi atas. Ikan diputar-putar sepanjang sumbu longitudinal ke kiri atau ke kanan. Ikan yang sehat akan selalu mempertahankan bola mata pada pqsisi semula (vertikal) sehingga iris dan pupilnya akan  tertutup oleh tepi rongga mata.























 METODOLOGI

Alat dan Bahan
Alat-alat yang diperlukan:
  1. bejana uji (ember)
  2. stopwatch/arloji
  3. erlenmeyer
  4. sarung tangan
  5. gelas ukur
  6. pipet tetes
  7. termometer
  8.  pH meter
  9. buffer pH
  10. aquarium
2.      Bahan-bahan :
a.       ikan uji
ikan Nila (Oreochromis sp.)
ikan Lele (Clarias sp.)
ikan Gurami (Osphronemus gouramy)
larutan buffer pH 7
air control
bahan-bahan pencemar
minyak goreng
pupuk organik
deterjen
pestisida
obat nyamuk
NaClO
formalin
spiritus
cuka


Cara Kerja
1.      Mengisi masing-masing ember dengan air sampai garis batas 10 liter
2.      Masing-masing ember berisi air 10 liter diberi perlakuan sebagai berikut :
  1. Ember I berisi air 10 liter sebagai air kontrol
  2. Ember I berisi air 10 liter dengan penambahan  10 g pupuk organik
  3. Ember I berisi air 10 liter dengan penambahan  10 ml ml minyak goreng
  4. Ember I berisi air 10 liter dengan penambahan  10 ml spritus
  5. Ember I berisi air 10 liter dengan penambahan 10 ml asam cuka
  6. Ember I berisi air 10 liter dengan penambahan 10 ml obat nyamuk cair
  7. Ember I berisi air 10 liter dengan penambahan  10 ml formalin
  8. Ember I berisi air 10 liter dengan penambahan  10 ml NaClo 5,25%
  9. Ember I berisi air 10 liter dengan penambahan  10 g  deterjen
  10. Ember I berisi air 10 liter dengan penambahan  10 ml asap pestisida
3.      Mengukur suhu dengan termometer pada awal dan akhir pengatan (pada menit 0’ dan menit 60’)
4.      Mengukur pH dengan pH meter pada awal dan akhir pengamatan (pada menit 0’ dan menit 60’) setelah sebelumnya mencuci pH meter dengan aquades, lalu mengelapnya dengan tisu dan melakuakan standardisasi dengan larutan buffer pH 7,0
5.      Masukkan ikan uji pada masing-masing kelompok























  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar