ESTIMASI POPULASI MAKROBENTOS


I.                   PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keanekaragaman gastropoda dan makrobentos merupakan parameter biologi utama yang menunjukkan tingkat pencemaran ekosistem sungai. Sungai termasuk habitat lotik (bergerak satu arah)  ekosistem terbuka yang memperoleh masukan-masukan unsur hara yang terkikis dari bagian hulu hingga hilir. Pada ekosistem sungai, kecepatan arus merupakan faktor pembatas terpenting. Kecepatan arus dapat mendistribusikan kandungan oksigen terlarut dalam ekosistem sungai tersebut. Kecepatan arus ditentukan atas kecuraman sungai itu sendiri yang disebabkan oleh ketinggian dan kekasaran dasar sungai, kedalaman serta luas badan air.
Secara ekologis, organisme yang mendiami daerah bentik dilihat dari segi kebiasaan makannya dapat dikelompokkan menjadi dua. Kelompok yang pertama adalah epifauna, dan yang kedua adalah infauna. Gastropoda sendiri dimasukkan ke dalam kelompok infauna, yang menempati substrat yang lembut.
Gastropoda adalah organisme yang menempati dasar perairan baik sungai, danau maupun laut. Gastropoda sendiri memiliki kemampuan untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik yang terakumulasi di dasar perairan. Ketahanan gastropoda terhadap berbagai parameter lingkungan yang rendah, termasuk cukup tinggi. Contohnya terhadap oksigen terlarut yang rendah, gastropoda masih memiliki toleransi, begitu juga dengan kandungan CO2 bebas, alkalinitas dan lainnya.
Pencemaran di beberapa daerah akibat limbah industri dan rumah tangga seringkali menjadi penyebab menurunnya jumlah makrobentos serta organisme lainnya dalam perairan. Gastropoda sebagai indikator perairan yan mempunyai sifat kosmopolit, dapat menjadi parameter sejauh mana tingkat pencemaran limbah-limbah tersebut terhadap perairan. Praktikum kali ini penting bagi pengelolaan secara biologis lingkungan, karena lingkungan adalah pembatas organisme yang hidup di dalamnya.

B. Tujuan
1. Mempelajari penerapan metode tanpa plot (plotless) untuk mengestimasi populasi Gastropoda.
2.   Mempelajari korelasi antara beberapa tolak ukur lingkungan dengan populasi Gastropoda.
C. Tinjauan Pustaka
Bentos merupakan organisme yang hidupnya berada di daerah sedimen dasar perairan. Berdasarkan cara makannya, Bentos dapat dibedakan menjadi dua, yaitu filter feeder (kerang-kerangan) dan deposit feeder (siput). Bentos berfungsi sebagai pakan alami bagi organisme yang ada di atasnya seperti ikan (Heddy 1989).
Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar suatu perairan. Zoobentos memiliki peranan-peranan penting diantaranya menduduki beberapa tingkatan trofik pada rantai makanan, serta berperan dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material-material organik yang memasuki kawasan perairan.Beberapa jenis Zoobentos ada yang memegang sebagai konsumen primer, konsumen sekunder, ataupun pada tingkatan yang lebih tinggi (Odum 1993).
Kehidupan Bentos sangat dipengaruhi oleh aliran air. Adanya aliran air yang lambat, dapat menyebabkan suatu perairan memiliki kandungan bahan organik yang tinggi serta kuantitas fauna yang tinggi. Sebagian besar makro bentos dapat dijumpai di daerah pinggiran sungai, karena wilayah tersebut mendapat masukan bahan organik yang banyak (Barnes dan Mann 1980)
Gastropoda merupakan salah satu contoh dari beberapa jenis makrobentos. Hewan-hewan yang tergolong dalam kelas gastropoda umumnya pada memiliki cangkang. Berdasarkan alat pernafasannya, gastropoda dapat dibedakan menjadi prosobranchiata, yaitu kelompok gastropoda yang bernafas dengan insang, dan pulmonata, yaitu kelompok gastropoda yang menggunakan paru-paru sebagai alat pernafasan (Oemarjati 1990).
Kelas gastropoda lebih dikenal dengan nama keong. Beberapa jenis keong memiliki lempeng yang keras dan bundar, memiliki zat kapur di bagian belakang kakinya. Gastropoda memiliki operkulum yang dapat menjadi sumbat penutup lubang cangkang yang amat ampuh untuk melindungi tubuhnya yang bersifat lunak. Beberapa jenis keong mencari makan dengan menggunakan radula untuk mengeruk alga yang menempel pada batu. Ada pula yang memakan alga besar, dan sebagian lagi menelan lumpur-lumpur permukaan untuk menyerap pertikel-pertikel organik.

II. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Hari dan tanggal         : Rabu, 18 Maret 2005.
Pukul                           : 13.30 – selesai.
Tempat                        : Sungai Winongo Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan
1. Alat :
   a. Tongkat.                                       g. pH meter.
   b. Roll meter.                                   h.Botol oksigen.
   c. Bola tenis meja.                            i. Erlenmeyer.
   d. Buret.                                           j. Penggaris.
   e. Termometer.                                 k.Gelas ukur.
   f. Pipet tetes.                                    j. Kertas label.
2. Bahan :                   
   a. Larutan MnSO4.                           f. Indikator PP.                                  
   b. Larutan reagen oksigen.               g. Larutan MO.
   c. Larutan H2SO4 pekat                   h. Larutan HCl                                                
   d. Larutan NaOH
   e. Larutan Na2S2O3.
   .


C. Cara Kerja
1. Membagi lokasi sungai menjadi tiga stasiun, yaitu stasiun I di daerah sebelum kota, stasiun II di tengah kota, dan stasiun III di daerah sesudah kota.
2.Mengambil beberapa titik pengamatan secara acak dengan menancapkan tongkat ke dasar sungai.
3. Mencari gastropoda yang terdekat dari tongkat yang telah ditancapkan ke dasar sungai.
4. Mengukur dan mencatat jarak gastropoda yang terdekat.
5. Menghitung densitas (kerapatan) gastropoda dengan menggunakan rumus :
      D = densitas plankton (individu/I)
      A = cacah individu plankton dalam SR
                   Indeks diversitas atau indeks keanekaragaman plankton dihitung dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener:
      H   = ∑ 
      H   = indeks diversitas
      Ni  = cacah individu suatu genus
      N   = cacah individu seluruh genera

6.Mengukur beberapa tolak ukur lingkungan, antara lain : suhu, kecepatan arus, derajat keasaman (pH), kadar oksigen terlarut, kadar karbondioksida bebas, dan alkalinitas serta vegetasi yang terdapat di sekitar lokasi pengamatan.





III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
(Terlampir)

B. Pembahasan
Pengamatan dilakukan di tiga stasiun, yaitu stasiun sebelum kota, tengah kota , dan sesudah kota. Lokasi pengamatan adalah sungai Winongo Yogyakarta.


1. Stasiun I
Nilai densitas gastropoda di stasiun ini adalah 5,33 x 10-4m/s2 Nilai densitas gastropoda ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang cukup baik. Kondisi suhu  pada stasiun ini adalah 280C untuk suhu air, serta untuk suhu udara adalah 310C, sedangkan untuk nilai pH adalah sebesar 7,1. Keadaan suhu dan pH yang demikian akan cukup bagi gastropoda untuk dapat berkembang secara normal. Perairan pada stasiun ini memiliki kecepatan arus yang lambat (0,277m/s), debit air yang cukup (52,15m3/s), serta kadar oksigen termasuk yang paling tinggi diantara semua stasiun (6,6ppm), sehingga dengan keadaan perairan yang seperti ini akan sangat mendukung kehidupan gastropoda, khususnya dalam hal kadar oksigen terlarut, hal tersebut menyebabkan kebutuhan gastropoda akan oksigen akan tercukupi. Adanya kapasitas oksigen terlarut juga tidak terlepas dari nilai kepadatan plankton sebesar 530 ind/l, dimana nilai tersebut adalah yang tertinggi dari seluruh stasiun, sehingga hal tersebut dapat menambah kadar oksigen terlarut  melalui proses fotosintesis yang dilakukan plankton. Semua faktor-faktor diatas disebabkan oleh letak perairan yang terletak pada hulu dan letaknya dekat dengan sumber mata air, sehingga kadar pencemaran air tidak tinggi.
2. Stasiun II
Kondisi suhu serta pH pada stasiun II relatif normal yang disebabkan oleh vegetasi yang terdapat disekitar stasiun ini. Densitas gastropoda di stasiun ini adalah 2,192 x 10-3m/s2 Nilai densitas yang cukup tinggi ini disebabkan oleh kadar oksigen yang termasuk tertinggi jika dibandingkan dengan kawasan yang lain. Pengaruh kadar oksigen terlarut nampaknya kurang berpengaruh terhadap kepadatan plankton, hal ini dikarenakan aliran pada stasiun II merupakan aliran yang tercepat diantara dua stasiun lainnya. Adapun faktor lain yang berpengaruh ialah dikarenakan letak sungainya yang berada di tengah kota, sehingga tingkat pencemaran  menjadi lebih tinggi. Hal ini ditandai dengan banyaknya sampah di daerah sekitar sungai maupun di sungai itu sendiri. Selain itu, karena letak sungai yang sudah agak jauh dari sumbernya, maka kemurnian airnya telah banyak berkurang jika dibandingkan dengan kemurnian air pada stasiun I . `
3. Stasiun III
Densitas gastropoda pada stasiun ini adalah 3,17 x 10-4m/s2 Nilai ini dipengaruhi oleh kadar oksigen terlarut yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar oksigen terlarut pada stasiun I. Kondisi ini juga menyangkut kepadatan plankton sebesar 517,5 ind/l yang menyebabkan oksigen terlarut yang dihasilkan menjadi sedikit. Keadaan suhu dan nilai pH pada wilayah ini relatif normal. Nilai densitas plankton pada stasiun ini adalah yang  terkecil jika dibandingkan dengan dua stasiun lainnya. Hal ini disebabkan kondisi di sekitar perairan sangat kotor, begitupun halnya dengan kondisi perairannya sendiri. Adapun kualitas air yang jelek ini dapat disebabkan letak wilayah perairan ini yang jauh dari sumber airnya, dan menjadi tempat penampungan sampah serta bahan pencemar lainnya yang terbawa sejak dari wilayah perairan sebelum kota.


IV. KESIMPULAN
1.       Keberadaan gastropoda dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan kualitas suatu perairan.
2.       Semakin tinggi nilai  densitas serta diversitas gastropoda dalam suatu perairan, maka akan semakin tinggi pula kualitas perairan tersebut
3.       Semakin tinggi kadar bahan pencemar pada suatu perairan, maka kualitas suatu perairan serta perkembangan gastropoda  akan semakin menurun.
4.                              Nilai densitas gastropoda pada masing-masing stasiun adalah :
Stasiun I         : 5,33 x 10-4m/s2 
Stasiun II        : 2,192 x 10-3m/s2
Stasiun III      : 3,17 x 10-4m/s2

DAFTAR PUSTAKA


Barnes, R.S.K. and K.H. Mann, 1980. Fundamental of Aquatik Ecosystem. Blackwell Scientific Publication, Oxford.

Heddy, Suwarsono. 1989. Pengantar Ekologi. Rajawali Press. Jakarta.

Odum, P. Eugene. 1993. Dasar-dasar Ekologi, edisi ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Oemarjati, S. Boen dan Wisnu Wardhana, 1990. Taksonomi Avertebrata. Pengantar Laboratorium, UI Press, Jakarta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar