I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki pesisir pantai terpanjang di dunia. Panjang pesisir pantai milik Negara ini adalah 81.000 km. Berbagai populasi berkumpul di berbagai tempat pesisir membentuk suatu komunitas. Interaksi antar berbagai komuitas dengan lingkungannya menghasilkan suatu ekosistem. Termasuk di daerah pesisir dan sekitarnya, ekosistem pesisir pantai, ekosistem laguna dan ekosistem sungai pasang surut merupakan hasil interaksi antar kesatuan komunitas. Bila kita menggabungkan kesemua ekosistem yang berada di sekitar muara sungai dan pantai maka kita bisa menyatukan ke dalam satu bentuk ekosistem, yaitu ekosistem estuarin.
Sumber daya alam yang terdapat di sekitar pantai dan aliran muara sungai jumlahnya sangat banyak. Berbagai jenis biota dan organisme bayak hidup di tempat ini. Biota yang hidup pada kondisi perairan yang payau tentunya berbeda dengan biota yang ada di perairan tawar maupun perairan asin (laut). Karakterisitik dari ekosistem inipun berbeda dengan karakteristik ekosistem yang ada di perairan tawar maupun di perairan asin.
Masyarakat pesisir seperti petani tambak dan nelayan mata pencahariannya banyak bergantung pada ekosistem ini. Keseimbangan lingkungan, salinitas air dan penghubung antara perairan tawar dan perairanan asin melalui kawasan ini. Namun tidak sedikit masyarakat pesisir yang berlaku destruktif terhadap lingkungan pesisir, pantai dan perairannya. Alih-alih untuk mencari pendapatan—walaupun benar—kegiatan tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan bahkan dapat terjadi kerusakan ekosistem. Mengingat begitu besarnya potensi yang terdapat pada ekosistem tersebut , maka perlu adanya suatu pembelajaran tentang biota, karakteristik dan kualitas air yang terdapat pada ekosistem estuarin.
Tidak ada warisan terbaik yang dapat kita berikan kepada anak cucu kita selain sebuah ‘’rumah alam’’ yang indah, lingkungan yang bersih dan kondisi kenyamanan hidup untuk mereka. Melestarikan ekosistem berarti melindungi keanekaragaman suatu komunitas dan lingkungannya yang berfungsi sebagai satu kesatuan ekologi dalam alam, dimana komunitas antara manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan saling membutuhkan kehadirannya.
….Allahua’lam bishawab….
B. Tujuan
1. Mempelajari karakteristik ekosistem estuari (muara) serta faktor-faktor pembatasnya.
2. Mempelajari korelasi antara beberapa tolok ukur lingkungan dengan populasi biota perairan estuari.
3. Mempelajari kualitas perairan estuari berdasarkan atas indeks diversitas plankton.
C. Waktu Dan Tempat
Praktikum ekologi perairan “Ekosistem Estuari” dilaksanakan pada :
1. Praktikum Lapangan
Hari : Minggu
Tanggal : 17 April 2005
Waktu : 07.00 – selesai
Tempat : Pantai Glagah Kulon Progo
2. Pengamatan plankton, analisis salinitas, BO, TSS, pH
Hari : Senin
Tanggal : 18 April 2005
Waktu : 08.30 – selesai
Tempat : Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan
3. Analisis BOD5
Hari : Jumat
Tanggal : 22 April 2005
Waktu : 08.30 – selesai
Tempat : Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Estuari menurut definisi sederhana adalah bentuk teluk di pantai yang sebagian tertutup, dimana air tawar dan air laut bercampur dan bertemu. Definisi ini memberi arti adanya hubungan bebas antara laut dengan sumber air tawar dan paling sedikit selama setengah waktu dari setahun. Pengertian yang beraneka ragam dari estuari menyebabkan sebagian kenyataan bahwa beberapa bentuk geomorfologis garis pantai misalnya gobah, rawa, fyord dan bentuk teluk dangkal lainnya sering kali dianggap sebagai estuari (Nybaken 1992).
Estuari adalah suatu badan air pantai yang semi tertutup yang berhubungan langsung dengan laut terbuka sehingga perairan estuari dipengaruhi oleh pasang-surut air laut dan air tawar yang berasal dari daratan. Secara khusus, komunitas estuari terdiri dari campuran antara jenis-jenis endemik yang berasal dari dari laut dan beberapa spesies dari air tawar yang memiliki kemampuan osmoregulasi yang tinggi sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan dengan salinitas yang berfluktuasi. Tiram dan kepiting merupakan biota estuari yang merupakan spesies spesies dari laut yang dapat beradaptasi dengan salinitas yang berfluktuasi ( Odum 1993).
Estuari dapat digunakan daur hidup sementara beberapa udang dari lepas pantai sebagai tempat asuh larva-larva udang. Lokasi estuari digunakan sebagai tempat daur hidup sementara karena estuari memiliki salinitas yang berfluktuasi akibat pengaruh ampilitudo pasang surut air laut yang membuang limbah dari estuari dan membawa nutrien dari laut (Romimohtarto dan Juwana 2001). Wilayah estuari yang letaknya di dekat daerah urban dan industri mengalami pencemaran udara. Perkembangan teknologi membuat estuari dijadikan tempat pembuangan limbah sehingga hanya organisme yang dapat beradaptasi saja yang dapat hidup. Estuari memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam menangani bahan yang berbahaya tergantung dengan luas dan sistem, pola aliran, jenis estuari dan iklimnya (Odum 1993).
Komponen fauna di estuari dikelompokkan menjadi 3, yaitu lautan, air tawar, dan air payau. Komponen fauna lautan ini merupakan yang terbesar dalam jumlah spesies dan terdiri dari 2 subkelompok. Binatang laut stenohaline merupakan tipe yang tidak mampu atau mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mentolerir perubahan salinitas. Komponen ini mempunyai salinitas 30 o/oo atau lebih. Binatang laut eurihaline merupakan tipe yang mempunyai kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas dibawah 30 o/oo. Komponen air payau sebenarnya terdiri dari spesies yang terdapat di pertengahan daerah estuari pada salinitas antara 5 o/oo dan 30 o/oo tetapi tidak terdapat baik di air tawar atau di daerah yang sepenuhnya air laut. Komponen air tawar biasanya tidak mentolerir salinitas di atas 5 o/oo dan terbatas pada bagian hulu estuari (Mc Lusky 1971).
Menurut Kennish (1990), berdasarkan adaptasinya organisme di lingkungan estuari mempunyai 3 (tiga) tipe adaptasi yaitu:
1. Adaptasi morfologis : Organisme yang hidup di lumpur memiliki rambut-rambut halus (setae) untuk menghambat penyumbatan-penyumbatan permukaan ruang pernafasan oleh partikel lumpur.
2. Adaptasi fisiologis : Berkaitan dengan mempertahankan keseimbangan ion cairan tubuh dalam mengadaptasi fluktuasi salinitas eksternal
3. Adaptasi tingkah laku : Pembuatan lubang ke dalam lumpur oleh organisme khususnya invertebrata.
Menurut Mays (1996), ekosistem estuari dikenal 3 tipe rantai makanan yang didefinisikan berdasarkan bentuk makanan atau bagaimana makanan itu dikonsumsi : grasing, detritus, dan osmotik. Fauna di estuari seperti udang, kepiting, kerang, ikan, dan berbagai jenis cacing bereproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai dan jaring makanan yang kopleks.
Berdasarkan pola sirkulasi dan stratifikasi air estuari dibagi menjadi 3 (tiga) tipe (Bengen, 1999) yaitu :
1. Estuari berstratifikasi sempurna / nyata atau baji garam, dimana aliran air tawar dan sungai lebih dominan dan pada intuisi air asin.
2. Estuari berstratifikasi sebagian / parsial, dimana aliran air tawar dan sungai seimbang dengan air laut yang masuk melalui pasang.
3. Estuari campuran sempurna atau estuari homogen vertikal, arus pasang surut sangat dominan dan kuat, air estuari tercampur sempurna dan tidak terdapat stratifikasi.
Estuari adalah perairan peseisir yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga dipengaruhi pasang surut dan terjadi percampuran yang masih dapat terukur antara air laut dengan air tawar yang berasal dari drainase daratan. ( Odum, 1971)
Menurut Smith (1990), populasi mengalami berbagai bentuk dinamika, dinamika populasi organisme estuary ditentukan oleh faktor fisik, kimia, dan biologis. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kondisi fisik air
a. Temperatur air
Suhu air lebih stabil dari suhu daratan. Suhu air tidak mengalami fluktuasi yang tajam, tetapi mengalami perubahan secara perlahan-lahan. Air menjadi hangat dengan menyerap panas melalui radiasi matahari dan air menjadi dingain melalui pelepasan panas dengan cara radiasi, evaporasi dan pencairan es. Perubahan suhu air juga dipengaruhi oleh padatan tersuspensi. Semakin banyak padatan tersuspensi maka perubahan suhu akan semakin cepat.
b. Kecerahan dan warna air
Kualitas kecerahan di lingkungan perairan tidak sama dengan di daratan. Kecerahan akan bervariasi antara satu bagian air dengan bagian air yang lain. Kecerahan dipengaruhi oleh materi tersuspensi dan fitoplankton sebagai media pemindahan cahaya, dengan demikian media penyalur cahaya juga menetukan warna perairan. Warna perairan tergantung pada konsentrasi partikel material di air yang mempengaruhi intensitas cahaya.
c. Gelombang permukaan air
Gelombang permukaan air terjadi karena tekanan angin. Angin dapat menyebabkan sirkulasi air. Sirkulasi air juga dapat disebabkan perbedaan suhu.
2. Kondisi Kimia Perairan
a. Oksigen
Oksigen masuk ke perairan melalui absorbsi dari atmosfer secara difusi silang permukaan air dan melalui fotosintesis. Kandungan oksigen dan gas-gas lainnya dalam air tergantung pada temperatur, tekanan air dan salinitas.kandungan oksigen akan menurun sejalan dengan naiknya temperatur yang menyebabkan turunyya kapasitas fotosintesis fitoplankton dan meningkatnya respirasi dari organisme. Kandungan oksigen meningkat di sekitar permukaan air dimana terjadi perubahan karena adanya angin.
b. Karbondioksida, Alakalinitas, dan pH
Karbondioksioda dalam air berada dalam keadaan bebas ataupun dalam keadaan berikatan dengan atom lain seperti halnya oksigen, karbondioksida bebas dalam arus air yang cepat sama kuantitasnya dengan yang ada pada atmosfer. Karbondioksida di udara sedikit, sehingga karbondioksida bebas di air juga sedikit (hanya 0.2 cc/L pada suhu 24
). Karbondioksida bebas akan bereaksi dengan membentuk asam karbonat dan bikarbonat.
Jika karbondioksida bebas tinggi maka alkalinitasdan pH juga rendah. Tingginya kadar
bebas akan menyebabkan reaksi berjalan kekanan sehingga alkalinitas dan pH juga meningkat. Demikian terus berjalan bolak-balik karena reaksi pembentukan
bebas maka alkalinitas merupakan reaksi keseimbangan. Hubungan antara pembentukan dan penguraian kalsium karbonat respirasi dan fotosintesis dapat digambarkan dengan reaksi berikut: 

Karbondioksida akan lepas ketika kalsium karbonat terurai (1) dan akan terserap ketika berikatan dengan ion kalsium (2) pada proses fotosintesis. Kadar alkalinitas akan mempengaruhi keberadaan invertebrata perairan karena eksoskeleton invertebrata air sebagian besar tersusun atas kalsium karbonat.
c. Salinitas dan materi terlarut
Lingkungan perairan mengandung banyak substansi terlarut dari tanah atau lumpur, aliran permukaan, sumber batuan, presipitasi, dan atmosfer. Sejumlah materi terlarut dalam air mempunyai pengaruh terhadap osmoregulasi organisme air. Secara umum ion-ion di lingkunagn perairan berada dalam bentuk padatan terlarut seperti sodium, potasium, kalsium, magnesium, ferrum, klorin dan lain-lain. Sejumlah garam terlarut dalam perairan sering disebut klorinitas atau salinitas. Salinitas dipengaruhi oleh evaporasi, presipitasi, perpindaham massa air, percampuran bagian air.
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
a. Praktikum ini dilaksanakan pada :
Hari / tanggal : Minggu, 2 Mei 2004
Pukul : 07.30-16.30 WIB
Tempat : Pantai Congot, Kabupaten Kulon Progo, DIY
b. Pengamatan plankton :
Hari / tanggal : Kamis, 6 Mei 2004
Pukul : 13.30-16.30 WIB
Tempat : Laboratorium Ekologi Perairan, Jurusan Perikanan, Faperta UGM
c. Perhitungan BOD5 :
Hari / tanggal : Jum’at, 7 Mei 2004
Pukul : 10.00-11.30 WIB
Tempat : Laboratorium Ekologi Perairan, Jurusan Perikanan, Faperta UGM
B. Alat dan Bahan
1. Alat :
a. Termometer.
b. Refraktometer.
c. Botol oksigen.
d. Erlenmeyer.
e. Gelas ukur.
f. Pipet ukur atau buret.
g. Pipet tetes.
h. Timbangan analitik.
i. Ember plastik.
j. Jaring plankton.
k. Kertas label.
l. Alat tulis.
m. pH meter.
n. Corong.
o. Pemanas listrik.
p. Beker gelas.
q. Tissu.
r. Kain lap.
s. SR (Sedgwick Rafter Counting Cell).
t. Mikroskop.
u. Karet penghisap.
v. Botol plankton.
w. Botol Aqua.
x. Kertas saring.
2. Bahan :
a. Larutan MnSO4.
b. Larutan reagen oksigen.
c. Larutan H2SO4 pekat.
d. Larutan 0,1 N Amonium oksalat.
e. Larutan 1/80 N Na2S2O3.
f. Larutan 1/44 N NaOH.
g. Larutan indikator amilum.
h. Larutan indikator Phenolphphtalein (PP).
i. Larutan 0,01 N Kalium Permanganat.
j. Larutan 0,01 N Asam Oksalat.
k. Larutan 6 N H2SO4.
l. Larutan 4 N H2SO4.
m. Larutan 0,1 N Kalium Permanganat.
n. Larutan buffer dan larutan 4 % formalin.
C. Cara Kerja
1. Menentukan ekosistem perairan estuari yang akan digunakan sebagai lokasi praktikum, yaitu di Pantai Congot, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
2. Melakukan pengukuran atau pencatatan tolok ukur (parameter), yaitu :
a. Parameter fisik :
- Suhu udara (o C).
- Suhu air (o C).
b. Parameter kimia :
- DO (ppm).
- CO2 bebas (ppm).
- Bahan organik / BO (ppm).
- BOD5 (ppm).
- TSS (ppm).
- Salinitas (o/oo).
- pH.
c. Parameter biologi :
- Densitas plankton (ind / L).
- Indeks diversitas plankton.
3. Melakukan pengukuran pada bagian ekosistem perairan estuari.
4. Melakukan pengamatan dan perhitungan plankton di bawah mikroskop dengan menggunakan Sedgwick Rafter Counting Cell.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
(Terlampir)
B. Pembahasan
Praktikum ekosistem estuarin dilaksanakan di pantai Glaga Indah, Kulon Progo, kabupaten Sleman, Yogyakarta. Wilayah pengamatan terbagi menjadi enam stasiun yang tersebar di sekitar pantai dan muara sungai. Pembagian stasiun yaitu, stasiun I dan II terletak pada daerah (inlet) sungai. Stasiun III terletak pada daerah tengah sungai dan stasiun IV, V dan VI terletak di daerah pantai. Prosedur pengamatan adalah penentuan kualitas air dengan menggunakan beberapa parameter yaitu, parameter fisik, kimia dan biologi. Penghitungan Indeks diversitas dan densitas plankton juga dilakukan sebagai tolak ukur kualitas air. pembahasan mengacu pada parameter di tiap stasiun dan hasilnya akan menjadi perbandingan antar stasiun.
1. Pembahasan Per Stasiun.
a. Stasiun I
Stasiun ini terletak di daerah (inlet) sungai. Meskipun stasiun ini termasuk dalam wilayah sungai, namun karakteristik dari perairan ini berbeda dengan perairan di hulu ataupun wilayah tengah sungai. Salah satu perbedaan adalah salinitas air yang lebih tinggi. Berikut akan dijelaskan parameter/ tolak ukur kualitas di stasiun ini.
a.1. Parameter Fisik.
Hasil pengukuran dengan menggunakan thermometer batang di peroleh suhu udara di stasiun ini 34oC. Besarnya nilai suhu ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk ke permukaan bumi. Matahari bersinar terik dan dengan hembusan angin yang kencang membuat suhu udara menjadi tinggi. Keadaan vegetasi sekitar stasiun ini yang terdapat gugusan Pescaprae membuat akses masuknya cahaya matahari besar sehingga suhu udara sekitar pun menjadi tinggi. Tumbuhan sekitar stasiun menggunakan sinar matahari dalam proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, sehingga suhu udara yang terik tetap terasa nyaman jika berada di bawah pohon.
Suhu air pada stasiun ini adalah 32oC. Kondisi tersebut berbeda dengan suhu udara. Karena intensitas cahaya yang masuk ke dalam air lebih sedikit daripada untuk udara bebas. Zona / mintakat pengukuran suhu pada wilayah epilimnion, yaitu zona air panas yang dipengaruhi oleh angin. Pengaruh debit air yang mengalir dari hulu sungai yang mempunyai suhu berbeda dapat juga merubah suhu perairan. Besarrnya kandungan padatan tersuspensi (TSS) pada stasiun ini juga mempengaruhi suhu perairan.
Tingkat kecerahan stasiun I sampai 68,76 cm dari permukaan air. Intensitas sinar matahari yang masuk kedalam air pun menjadi besar sehingga mempengaruhi suhu air. selain itu pengaruh padatan tersuspensi yang ikut terbawa arus air juga mempengaruhi kecerahan. Hal tersebut dapat dilihat dari warna air sungai. Biasanya terlihat berwarna coklat, karena bahan-bahan atau material yang terbawa seperti tanah batu-batuan kecil. Benda tersebut dapat menghalangi pemanasan air sungai.
a.2. Parameter Kimia
Kadar oksigen terlarut (DO) pada stasiun ini adalah 6,0 ppm. Nilai ini masih tergolong normal untuk perairan yang belum tercemar, karena ikan cocok pada perairan yang memiliki kadar DO di atas 6,0 ppm (Pramudya sunu.2001). kadar DO pada perairan ini disebabkan oleh aktivitas organisme, khususnya fitoplankton dan tumbuhan di dalam air yang melakukan proses fotosintesis sehingga dihasilkan oksigen. Tinggi rendahnya kandungan DO ini pun dipengaruhi kecepatan arus sungai yang mengalir, karena pergerakan air dapat mempercepat proses difusi oksigen ke dalam air.
Udara yang mengandung karbondioksida akan berpotensi mempengaruhi oksigen terlarut dalam air, bila keduanya bersentuhan. Kepekatan oksigen terlarut dalam air tergantung dari kepekatan CO2 yang ada. Pencemaran udara seperti CO2 karena asap pabrik dan kendaraan bermotor akan mengurangi jumlah sinar matahari , sehingga akan berpengaruh terhadap kandungan oksigen di permukaan bumi termasuk di dalam air.
Karbondioksida bebas (CO2) yang terkandung di dalam air adalah 31 ppm. Nilai ini paling tinggi di antara stasiun yang lain. Pengaruh terhadap kualitas air juga semakin memburuk jika perairan tersebut kaya akan CO2. Tingginya kadar CO2 ini disebabkan factor respirasi tumbuhan air dan aktivitas organisme anaerob maupun aerob. Proses dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di perairan stasiun I menyebabkan kebutuhan akan oksigen tinggi sehingga menghasilkan CO2 sebagai output.
Alkalinitas adalah kapasitas atau kemampuan air untuk menetralisir keasaman dalam air, atau dengan kata lain, alkalinitas adalah kemampuan air untuk mempertahankan pH agar stabil. Alkalinitas pada stasiun I sebesar 476 ppm. Terdapat kaitan antara alkalinitas dengan kandungan CO2 bebas. Semakin tinggi kadar CO2 maka alkalinitas semakin rendah. Diketahui kandungan CO2 bebas pada stasiun I cukup tinggi, maka alkalinitas nya pun seharusnya rendah.
Nilai pH biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman dan kebasaan air yang di kaji. Nilai pH yang lebih besar dari 7 tergolong basa dan nilai pH lebih kecil dari 7 bersifat asam. pH yang nilai nya 7 menunjukkan perairan tersebut netral. Nilai pH pada stasiun ini adalah 7, artinya perairan pada stasiun ini bersifat netral. Kondisi tersebut sangat baik untuk kehidupan organisme air, terutama ikan dan mikroorganisme air. Air yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH antara 6,5-7,5. Untuk air minum sebaiknya memenuhi pH antara 6,5-8,5.
Biological oxygen demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah –mendegradasi—atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat di lingkungan air. BOD5 memiliki prinsip yang sama, hanya saja sample air disimpan selama 5 hari. Sample air terbagi menjadi dua jenis botol berbeda—terang dan gelap—dengan hasil untuk BOD5 terang adalah 2 ppm dan BOD5 gelap adalah 1,6. Kandungan bahan tersuspensi (TSS) juga mempengaruhi nilai BOD5 dimana partikel tersuspensi tersebut dapat berupa bahan-bahan pencemar di perairan tersebut. BOD5 gelap merupakan BOD5 yang berada di botol gelap dimana oksigen dikonsumsi oleh respirasi mikroba aerob. BOD5 terang merupakan BOD5 yang ditaruh di botol terang dimana cahaya bisa masuk sehingga terjadi fotosintesis.
Padatan tersuspensi total (TSS) adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung. Padataan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lain-lain. Stasiun I memiliki nilai TSS sebesar 33 mg/l. tingginya nilai BOD juga merupakan iondikator tingginya TSS dalam bentuk bahan organik, hal tersebut juga dapat terlihat dari tingkat kekeruhan air. Nilai TSS rendah karena nilai BOD5 rendah yang menandakan bahwa perairan tersebut sedikit tercemar oleh partikel-partikelyang umumnya tersuspensi di perairan. Salinitas yang rendah juga berpengaruh karena menyebabkan kandungan garam yang berada dalam bentuk partikel tersuspensi rendah.
Nilai BO stasiun ini ialah 97,1041 mg/l. Nilai BO yang tinggi ini dipengaruhi oleh letak stasiun yang berada diantara sungai dan laut. Letak stasiun ini merupakan daerah terakumulasinya bahan organik yang dibawa oleh sungai dan juga laut sehingga membuat BO menjadi tinggi. Bahan organik yang berasal dari detritus umumnya diperoleh dengan mengubah sisa-sisa organisme hidup yang telah mati dan tenggelam pada dasar perairan. Sedangkan yang berasal dari sumber alami dapat berupa pelapukan batuan maupun pengikisan tanah oleh erosi hulu kemudian terbawa arus sungai ke laut.
Salinitas adalah banyaknya kadar garam pada suatu perairan. Stasiun I merupakan wilayah muara sungai dimana air laut juga memiliki peran dalam penentuan salinitas. Salinitas pada stasiun ini adalah 1 ‰. Nilai Salinitas yang rendah ini karena masukan (input) air tawar lebih banyak daripada air laut sehingga salinitasnya rendah. Selain itu tingginya nilai DO juga membuat salinitas menjadi rendah.
a.3. Parameter Biologi
Parameter yang biasa di gunakan adalah densitas plankton dan indeks diversitas plankton. Densitas plankton adalah banyaknya plankton di suatu perairan. Densitas plankton dipengaruhi oleh DO, kecerahan atau intensitas sinar matahari. Semakin tinggi densitas plankton maka semakin tinggi DO dan semakin menurun tingkat kecerahannya. DO yang tinggi disukai oleh semua organisme karena itu adalah salah satu komponen hidup terpenting. Banyaknya plankton mempangaruhi kecerahan perairan karena air yang keruh dapat menghambat masuknya sinar matahari. Indeks diversitas plankton dipengaruhi oleh besar kecilnya densitas plankton. Indeks diversitas dapat dihitung dengan rumus Shannon-Wiener. Sehingga, kenaikan densitas plankton akan menyebabkan kenaikan pada indeks diversitasnya. Densitas plankton di stasiun ini ialah 1162,5 ind/l. Densitas plankton yang cukup tinggi disesuaikan dengan tingginya DO yang digunakan sebagai sumber oksigen bagi plankton. Kadar bahan organik juga menntukan nilai densits plankton karena sebagai sumber makanan juga. Indeks diversitas pada stasiun ini ialah 3,246. Indeks diversitas ini menyesuaikan dengan besarnya densitas plankton. Stasiun ini derajat toleransi plankton terhadap lingkungannya semakin sempit, dengan demikian plankton yang ada pada daerah tersebut terbatas pada plankton yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang mempunyai salinitas tinggi. Sehingga indek diversitas plankton yang ada pada daerah tersebut menjadi rendah.
b. Stasiun II
Stasiun II terletak agak mendekat pada muara hilir atau muara sungai tempat pertemuan antara air laut dengan air sungai.
b.1. Parameter Fisik
Hasil pengukuran dengan menggunakan thermometer batang di peroleh suhu udara di stasiun ini 35,5oC. Nilai suhu ini lebih tnggi dari stasiun sebelumnya. Pengaruh intensitas cahaya yang masuk ke permukaan bumi merupakan factor utama. Matahari bersinar terik dan dengan hembusan angin yang kencang membuat suhu udara menjadi tinggi. Keadaan vegetasi sekitar stasiun ini juga mempengaruhi masuknya cahaya matahari besar sehingga suhu udara sekitar pun menjadi tinggi. kecepatan angin yang tinggi mempercepat penguapan air sehingga suhu udaranya menjadi tinggi. Suhu udara di pantai Glagah juga bersifat fluktuatif (sering berubah-ubah).
Suhu air pada stasiun ini adalah 33ºC. Kondisi tersebut berbeda dengan suhu udara. Karena intensitas cahaya yang masuk ke dalam air lebih sedikit daripada untuk udara bebas. Zona / mintakat pengukuran suhu pada wilayah epilimnion, yaitu zona air panas yang dipengaruhi oleh angin. Sifat air yang mempunyai kemampuan menyimpan panas lebih lama juga ikut mempengaruhi suhu udara di air. Pengaruh debit air yang mengalir dari hulu sungai yang mempunyai suhu berbeda dapat juga merubah suhu perairan. Besarrnya kandungan padatan tersuspensi (TSS) pada stasiun ini juga mempengaruhi suhu perairan.
Kecerahan di stasiun II adalah 36 cm. Kecerahan dipengaruhi oleh keadaan cuaca , kekeruhan dan padatan tersuspensi. Kecerahan di stasiun II cukup rendah hal ini disebabkan karena padatan tersusupesi yang banyak sehingga membuat air menjadi keruh.
b.2. Parameter Kimia
Kadar oksigen terlarut (DO) pada stasiun ini adalah 5,62 ppm. Oksigen terlarut merupakan parameter yang penting karena nilai oksigen terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran air. untuk dapat mempertahankan kehidupan di air antara lain diperlukan kadar oksigen terlarut minimum sebayak 5 ppm. meskipun lebih rendah dari stasiun I, namun stasiun ini memiliki kualitas yang baik terhadap kehidupan organisme air di dalamnya.
Karbondioksida bebas (CO2) yang terkandung di dalam air adalah 13,5 ppm. Harga CO2 pada stasiun ini cukup tinggi. Pengukuran oksigen terlarut dan CO2 lebih baik diterapkan dalam mengkaji masalah kualitas air. Tingginya kandungan CO2 menunjukkan indikasi bahwa perairan tersebut tidak cukup baik bagi kehidupan organisme di dalamnya. Besarnya kadar karbondioksida di perairan karena aktivitas respirasi organisme yang tinggi ditambah dengan tumbuhan air yang juga melakukan respirasi. Bakteri aerob juga memegang peranan dalam mengasilkan CO2, karena merombak bahan-bahan organik yang terdapat di perairan.
Alkalinitas adalah kapasitas atau kemampuan air untuk menetralisir keasaman dalam air, atau dengan kata lain, alkalinitas adalah kemampuan air untuk mempertahankan pH agar stabil. Alkalinitas pada stasiun II sebesar 444 ppm. Terdapat kaitan antara alkalinitas dengan kandungan CO2 bebas. Semakin tinggi kadar CO2 maka alkalinitas semakin rendah. Diketahui kandungan CO2 bebas pada stasiun II cukup tinggi, maka alkalinitas nya pun seharusnya rendah.
Nilai pH biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman dan kebasaan air yang di kaji. Keasaman yaitu kemampuan untuk menetralkan basa. Sedangkan kebasaan air yaitu suatu kapasitas air untuk menetralkan asam yang disebabkan adanya basa atau garam basa yang terdapat di dalam air. Harga pH pada stasiun ini adalah 7,1. Perairan stasiun kondisi derajat keasaman tergolong normal dan masih dalam kualitas baik.
Nilai BOD5 terang ialah 3,65 ppm dan BOD5 gelap ialah 4,65. BOD5 ialah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam perairan tersebut. Kandungan bahan tersuspensi (TSS) juga mempengaruhi nilai BOD5 dimana partikel tersuspensi tersebut dapat berupa bahan-bahan pencemar di perairan tersebut. BOD5 gelap merupakan BOD5 yang berada di botol gelap dimana oksigen dikonsumsi oleh respirasi mikroba aerob. BOD5 terang merupakan BOD5 yang ditaruh di botol terang dimana cahaya bisa masuk sehingga terjadi fotosintesis.
Hasil pengukuran TSS pada stasiun II adalah 54 mg/l. Nilai TSS stasiun ini ialah 54 mg/l. TSS merupakan jumlah padatan terlarut didalam air, dapat berupa koloid, lumpur, pasir maupun bahan organik dan anorganik lainnya. Padatan ini berasal dari pelapukan batuan atau erosi tanah dihulu sungai. tingginya nilai BOD juga merupakan iondikator tingginya TSS dalam bentuk bahan organik, hal tersebut juga dapat terlihat dari tingkat kekeruhan air. Nilai TSS rendah karena nilai BOD5 rendah yang menandakan bahwa perairan tersebut sedikit tercemar oleh partikel-partikelyang umumnya tersuspensi di perairan.
Nilai BO stasiun ini ialah 42,38 mg/l. Nilai BO yang tinggi ini dipengaruhi oleh letak stasiun yang berada diantara sungai dan laut. Letak stasiun ini merupakan daerah terakumulasinya bahan organik yang dibawa oleh sungai dan juga laut sehingga membuat BO menjadi tinggi. Selain itu TSS yang tinggi juga mempengaruhi BO karena BO dapat berada di perairan dalam bentuk suspensi.
Salinitas adalah banyaknya kadar garam pada suatu perairan. Stasiun II merupakan wilayah muara sungai dimana air laut juga memiliki peran dalam penentuan salinitas. Salinitas pada stasiun ini adalah 1 ‰. Nilai Salinitas yang rendah ini karena masukan (input) air tawar lebih banyak daripada air laut sehingga salinitasnya rendah. Selain itu tingginya nilai DO juga membuat salinitas menjadi rendah.
b.3. Parameter Biologi
Densitas plankton di stasiun ini ialah 2265 ind/l. Densitas plankton dipengaruhi oleh DO, kecerahan atau intensitas sinar matahari. Semakin tinggi densitas plankton maka semakin tinggi DO dan semakin menurun tingkat kecerahannya. DO yang tinggi disukai oleh semua organisme karena itu adalah salah satu komponen hidup terpenting. Banyaknya plankton mempangaruhi kecerahan perairan karena air yang keruh dapat menghalangi cahaya masuk kedalam air sehingga proses fotosintesis dapat terhambat.
Indeks diversitas pada stasiun ini ialah 3,449. Indeks diversitas ini menyesuaikan dengan besarnya densitas plankton. Indeks diversitas ini rendah karena dikarenakan stasiun ini derajat toleransi plankton terhadap lingkungannya semakin sempit, dengan demikian plankton yang ada pada daerah tersebut terbatas pada plankton yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang mempunyai salinitas tinggi. Sehingga indek diversitas plankton yang ada pada daerah tersebut menjadi rendah.
c. Stasiun III
Penelitian di staiun ini merupakan tempat dimana sungai dengan air laut mengalami pencampuran dengan kadar air laut lebih dominant. Dasar perairan yang berpasir dan dangkal merupakan karakteristik yang berbeda dari dua stasiun sebelumnya.
c.1. Parameter Fisik
Hasil pengukuran suhu air di stasiun ini adalah 31ºC. Hasil pengukuran ini mengalami penurunan dari suhu sebelumnya. Vegetasi di sekitar perairan meliputi tanaman pescaprae, rumput lari-lari, tanaman pandan mempengaruhi suhu perairan. kecepatan angin sangat mempengaruhi suhu perairan ini karena mempercepat penguapan serta wilayah perairan yang relative dangkal menyebabkan suhu sp perairan tersebut cukup tinggi.
Berbeda dengan suhu perairan, suhu udara lebih tinggi yaitu 32ºC. Kondisi ini terjadi karena air sulit dalam menyerap kalor, sedangkan udara cepat sekali dalam mengalami perubahan suhu. Kecepatan angin dan intensitas sinar matahari yang tinggi menyebabkan suhu udara semakin tinggi.
Tingkat kecerahan perairan di stasiun ini mencapai 53,5 cm. Tingkat kecerahan pada stasiun ini dipengaruhi oleh besarnya kandungan bahan tersuspensi. Harga TSS yang tinggi dapat mengurangi kecerahan. Tingkat kecerahan pada stsiun ini lebih rendah dari stasiun I karena harga TSS yang lebih tinggi yaitu 49 mg/l. Disamping itu kadar CO2 juga bisa menyebabkan kekeruhan pada perairan.
c.2. Parameter Kimia
Stasiun III memiliki kadar DO sebesar 6 ppm. Nilai tersebut sama dengan yang dimiliki oleh stasiun pertama. Pengaruh kecepatan angin terhadap perairan ini sangat besar, karena proses penguapan berjalan cepat. Kadar DO ini akan berpengaruh terhadap densitas plankton dan indeks diversitas plankton. Stasiun ini termasuk ke dalam kualitas perairan yang baik, karena kadar DO yang mencukupi untuk kehidupan organisme di dalamnya. Arus air yang mengalir ke laut pun mempengaruhi difusi oksigen dari udara. Selain itu proses fotosintesis oleh organisme fotosintetik membantu dalam pengadaan oksigen terlarut di dalam perairan stasiun III.
Meskipun memiliki kadar DO yang sama, namun jumlah CO2 yang dikandung perairan ini jauh lebih sedikit daripada stasiun I. Kadar CO2 stasiun III sebesar 10 ppm. Kondisi perairan di stasiun III yang mendekati laut tidak seperti keadaan di stasiun I dilihat dari pencemar yang dikandung, seperti sampah organik dan limbah buangan rumah tangga. Udara yang mengandung karbondioksida akan berpotensi mempengaruhi oksigen terlarut dalam air, bila keduanya bersentuhan. Kepekatan oksigen terlarut dalam air tergantung dari kepekatan CO2 yang ada.
Alkalinitas adalah kemampuan suatu perairan untuk mempertahankan harga pH agar tetap stabil. Stasiun III memiliki alkalinitas sebesar 394 ppm. Jumlah ini lebih kecil dari dua stasiun sebelumnya. Harga alkalinitas dipengaruhi oleh kadar CO2 dalam air, karena CO2 dapat menyebabkan suatu perairan menjadi basa, walaupun dalam intensitas kecil.
Derajat keasaman / pH pada stasiun III adalah 7,2. Kenaikan dari harga pH tidak mengganggu atau merubah kondisi perairan karena masih dalam batas toleransi kewajaran, artinya kehidupan organisme masih bisa toleran terhadap kondisi tersebut. Organisme yag merombak bahan organik akan menyesuaikan diri pada kisaran pH 6,5 - 8,3.
BOD5 terang hasil analisis pada stasiun ini sebesar 5, 35 ppm. Jumlah tersebut paling tinggi dari stasiun yang lain. BOD5 dilakukan untuk menentukan tingkat pencemaran air lingkungan yang pada dasarnya uji tersebut untuk mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan melalui reaksi biokimia oleh organisme hidup. Artinya pada stasiun ini aktivitas organisme yang melakukan perombakan bahan-bahan organik jumlahnya paling banyak, hal tersebut dapat dilihat dari indeks diversitas plankton yang dimiliki stasiun III juga yang terbanyak. Hal yang sama juga terjadi kandungan BOD5 gelap yang dimiliki stasiun ini, yaitu sebesar 5,6 ppm.
Padatan tersuspensi diartikan sebagai zat padat yang mempunyai diameter 1 Ìm, yang dapat menyebabkan kekeruhan pada air ( Pramudya Sunu.2001). Padatan tersuspensi / TSS akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air, sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Nilai TSS hasil analisis pada stasiun ini sebesar 49 ppm. Jumlah ini tertinggi setelah stasiun II. Kenaikan yang mendadak padatan yang tersuspensi dapat diakibatkan antara lain oleh erosi tanah, pembakaran sampah kota yang kapasitasnya menurun, jika hujan lebat. Sampah yang kebanyakan dari zat organik tersebut banyak memerlukan oksigen selama diuraikan. Kejernihan dan warna air akan dipengaruhi oleh padatan terlarut dan tersuspensi. Kejernihan air yang rendah menunjukkan produktivitas tinggi, karena sifat kejernihan ada hubungannya dengan produktivitas.
Bahan Organik (BO) yang terkandung pada stasiun ini dapat diidentifikasi oleh hasil analisis BOD5. Tingginya nilai BOD5 menunjukkan kandungan bahan organik di stasiun III juga tinggi. Stasiun III memiliki kadar BO sebesar 42,38 ppm. Tingginya kandungan BO juga akibat limbah organik yang terdapat di perairan yang berasal dari organisme atau limbah rumah tangga/ kota.
Salinitas atau kadar garam yang terkandung di perairan ini sebesar 4 ‰. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh percampuran air tawar dari sungai dengan air laut. Intensitas penguapan yang tinggi membuat perairan tersebut mengalami penurunan volume air, namun kadar garam tetap bahkan cenderung bertambah. Salinitas pada suatu perairan dipengaruhi oleh banyaknya sungai yang bermuara , intensitas hujan pada kawasan tersebut dan penguapan yang terjadi. Suhu yang tinggi pada stasiun III menyebabkan intensitas penguapan tinggi sehingga kadar garam yang dikandung stasiun ini pun tinggi.
c.3. Parameter Biologi
Densitas plankton adalah jumlah kepadatan plankton dalam setiap liter air, dikawasan perairan tertentu. Stasiun III, berdasarkan analisis didapat besar dari densitas planktonnya adalah 670 ind/l. Jumlah ini mengalami penurunan dari dua stasiun sebelumnya. Densitas plankton dipengaruhi oleh DO, kecerahan atau intensitas sinar matahari. Semakin tinggi densitas plankton maka semakin tinggi DO dan semakin menurun tingkat kecerahannya. DO yang tinggi disukai oleh semua organisme karena itu adalah salah satu komponen hidup terpenting. Banyaknya plankton mempangaruhi kecerahan perairan karena air yang keruh dapat menghalangi cahaya masuk kedalam air sehingga proses fotosintesis dapat terhambat.
Selain dari hal tersebut di atas indeks diversitas juga sebagai parameter biologi. Stasiun ini memiliki indeks diversitas plankton sebesar 4,1424. Indeks diversitas ini menyesuaikan dengan besarnya densitas plankton. Indeks diversitas ini rendah karena dikarenakan stasiun ini derajat toleransi plankton terhadap lingkungannya semakin sempit, dengan demikian plankton yang ada pada daerah tersebut terbatas pada plankton yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang mempunyai salinitas tinggi. Sehingga indek diversitas plankton yang ada pada daerah tersebut menjadi rendah.
d. Stasiun IV
Stasiun IV merupakan kawasan perairan yang memiliki beberapa cirri, yaitu hubungan denan laut sempit, kurang luas dan dangkal bila dibandingkan dengan teluk, amplitude pasang surut relative kecil, aliran masuk air tawar , sirkulasi air terbatas hingga flushing biasanya terbatas, kecuali jika aliran masuk air tawar besar.
d.1. Parameter Fisik
Hasil pengukuran dengan menggunakan thermometer batang di peroleh suhu udara di stasiun ini 29oC. Nilai suhu ini lebih rendah dari stasiun sebelumnya. Pengaruh intensitas cahaya yang masuk ke permukaan bumi merupakan factor utama. Matahari bersinar terik dan dengan hembusan angin yang kencang membuat suhu udara menjadi tinggi. Keadaan vegetasi sekitar stasiun ini juga mempengaruhi masuknya cahaya matahari besar sehingga suhu udara sekitar pun menjadi tinggi. kecepatan angin yang tinggi mempercepat penguapan air sehingga suhu udaranya menjadi tinggi. Suhu udara di pantai Glagah juga bersifat fluktuatif (sering berubah-ubah).
Kondisi suhu udara juga dapat mempengaruhi suhu diperairan. Kalor yang ada di atmosfer/ udara akan mempengaruhi perairan, sehingga suhu perairan akan bertambah tinggi. Suhu memberi pengaruh terhadap kebanyakan reaksi biokimia. Aktivitas biologis ditingkatkan dengan meningkatnya suhu sampai 60oC. Suhu air pada stasiun ini adalah 31oC. Kondisi suhu air pada stsiun ini lebih tinggi dari suhu udara. Factor kecepatan arus dari stasiun yang lain membawa debit air dengan suhu tinggi hingga sampai ke stasiun ini. Besarrnya kandungan padatan tersuspensi (TSS) pada stasiun ini juga mempengaruhi suhu perairan. Sifat air yang mempunyai kemampuan menyimpan panas lebih lama juga ikut mempengaruhi suhu udara di air.
Tingkat kecerahan stasiun ini mencapai 76,75 cm. Nilai tersebut merupakan yang terbesar dari stasiun yang lain. factor penyebab tingginya kecerahan adalah intensitas cahaya yang masuk ke dalam air lebih besar. Dangkalnya perairan juga merupakan salah satu factor. Selain itu bahan suspensi terlarut yang tidak tinggi, dan kandungan CO2 yang kecil menyebabkan perairan tidak terlalu keruh.
d.2. Parameter Kimia
Oksigen terlarut (DO) stasiun ini sebesar 6,3 ppm. kadar oksigen yang tinggi ini didukung oleh tingkat kecerahan perairan, sehingga aktivitas biokimia seperti fotosintesis berjalan baik. Oksigen terlarut merupakan parameter mutu air yang penting karena nilai oksigen terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran air. oksigen terlarut ini akan menentukan kesesuaian suatu jenis air sebagai sumber kehidupan biota—flora dan fauna—di suatu daerah.
Stasiun ini termasuk ke dalam kualitas perairan yang baik, karena kadar DO yang mencukupi untuk kehidupan organisme di dalamnya. Arus air yang mengalir ke laut pun mempengaruhi difusi oksigen dari udara. Selain itu proses fotosintesis oleh organisme fotosintetik membantu dalam pengadaan oksigen terlarut di dalam perairan stasiun IV.
Kadar karbondioksida erat kaitannya dengan kadar oksigen dalam air. hasil fotosintesis dari organisme fotosintetik yang berupa oksigen terlarut akan di pergunakan untuk proses respirasi dan perombakan bahan organik oleh detrivor, yang akan menghasilkan CO2 dalam jumlah banyak, CO2 yang dikeluarkan kemudian dipergunakan untuk proses fotosintesis. Siklus yang terjadi akan tetap berjalan jika keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Udara yang mengandung karbondioksida akan berpotensi mempengaruhi oksigen terlarut dalam air, bilakeduanya bersentuhan. Kepekatan oksigen terlarut dalam air tergantung dari kepekatan CO2 yang ada. Pencemaran udara seperti CO2 karena asap pabrik dan kendaraan bermotor akan mengurangi jumlah sinar matahari , sehingga akan berpengaruh terhadap kandungan oksigen di permukaan bumi termasuk di dalam air.
Kadar CO2 stasiun IV sebesar 14 ppm. Besarnya kadar karbondioksida di perairan karena aktivitas respirasi organisme yang tinggi ditambah dengan tumbuhan air yang juga melakukan respirasi. Bakteri aerob juga memegang peranan dalam mengasilkan CO2, karena merombak bahan-bahan organik yang terdapat di perairan. Proses dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di perairan stasiun ini menyebabkan kebutuhan akan oksigen tinggi sehingga menghasilkan CO2 sebagai output.
Alkalinitas pada stasiun ini sebesar 356 ppm. Alkalinitas adalah kapasitas atau kemampuan air untuk menetralisir keasaman dalam air, atau dengan kata lain, alkalinitas adalah kemampuan air untuk mempertahankan pH agar stabil.Terdapat kaitan antara alkalinitas dengan kandungan CO2 bebas. Semakin tinggi kadar CO2 maka alkalinitas semakin rendah. Diketahui kandungan CO2 bebas pada stasiun I cukup tinggi, maka alkalinitas nya pun seharusnya rendah.
Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hydrogen dalam air. Derajat keasaman atau pH pada stasiun ini sebesar 7,1. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH antara 6,5-7,5. perubahan asam pada perairan—pH naik bersifat basa, pH turun bersifat asam—akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya.
Biological Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah—mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat di air lingkungan. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Kandungan BOD5 adalah kandungan BOD dengan sitematika analisa yang mengharuskan penyimpanan sample selama lima hari. Sample pada BOD5 ada dua jenis, yaitu BOD5 botol gelap dan BOD5 botol terang. Nilai BOD5 terang ialah 2,1 ppm dan BOD5 gelap ialah 0,6 ppm. Hasil analisis menunjukkan kadar tersebut kecil bila dibandingkan dengan stasiun yang lain. hasil terebut dapat dijadikan acuan bahwa kandungan bahan-bahan organik di stasiun ini sedikit. Kandungan BOD5 botol gelap menunjukkan aktivitas organisme berhenti karena kurangnya cahaya yang masuk sehingga oksigen tidak dapat dihasilkan melalui proses fotosintesis. Akibatnya proses perombakan terhenti.
Padatan tersuspensi / TSS akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air, sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Nilai TSS hasil analisis pada stasiun ini sebesar 32 ppm. Jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan stasiun III. Kenaikan yang mendadak padatan yang tersuspensi dapat diakibatkan antara lain oleh. Sampah yang kebanyakan dari zat organik tersebut banyak memerlukan oksigen selama diuraikan. Kejernihan dan warna air akan dipengaruhi oleh padatan terlarut dan tersuspensi. Kejernihan air yang rendah menunjukkan produktivitas tinggi, karena sifat kejernihan ada hubungannya dengan produktivitas.
Nilai BO stasiun ini ialah 34 mg/l. Nilai BO yang tinggi ini dipengaruhi oleh letak stasiun yang berada diantara sungai dan laut. Letak stasiun ini merupakan daerah terakumulasinya bahan organik yang dibawa oleh sungai dan juga laut sehingga membuat BO menjadi tinggi. Selain itu TSS yang tinggi juga mempengaruhi BO karena BO dapat berada di perairan dalam bentuk suspensi.
Salinitas atau kadar garam yang terkandung di perairan ini sebesar 2 ‰. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh percampuran air tawar dari sungai dengan air laut. Intensitas penguapan yang tinggi membuat perairan tersebut mengalami penurunan volume air, namun kadar garam tetap bahkan cenderung bertambah. Salinitas pada suatu perairan dipengaruhi oleh banyaknya sungai yang bermuara , intensitas hujan pada kawasan tersebut dan penguapan.
d.3. Parameter Biologi
Densitas plankton di stasiun ini ialah 490 ind/l. Densitas plankton yang cukup tinggi disesuaikan dengan tingginya DO yang digunakan sebagai sumber oksigen bagi plankton. Kadar bahan organik juga menntukan nilai densits plankton karena sebagai sumber makanan juga. Indeks diversitas pada stasiun ini ialah 4,5. Indeks diversitas ini menyesuaikan dengan besarnya densitas plankton. Stasiun ini derajat toleransi plankton terhadap lingkungannya semakin sempit, dengan demikian plankton yang ada pada daerah tersebut terbatas pada plankton yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang mempunyai salinitas tinggi. Sehingga indek diversitas plankton yang ada pada daerah tersebut menjadi rendah.
e. Stasiun V
Stasiun ini memiliki terletak di kawasan yang agak jauh dari muara sungai, dengan ciri-ciri, yaitu hubungan dengan laut relative sempit, aliran masuk air tawar kecil, salinitas relative tinggi dan konstan dan sirkulasi air lamban. Ciri tersebut dapat disesuaikan dengan ekosistem Laguna.
e.1. Parameter Fisik
Hasil pengukuran dengan menggunakan thermometer batang di peroleh suhu udara di stasiun ini 29oC. Nilai suhu ini lebih rendah dari stasiun sebelumnya. Pengaruh intensitas cahaya yang masuk ke permukaan bumi merupakan factor utama. Matahari bersinar terik dan dengan hembusan angin yang kencang membuat suhu udara menjadi tinggi. Keadaan vegetasi sekitar stasiun ini juga mempengaruhi masuknya cahaya matahari besar sehingga suhu udara sekitar pun menjadi tinggi. kecepatan angin yang tinggi mempercepat penguapan air sehingga suhu udaranya menjadi tinggi. Suhu udara di pantai Glagah juga bersifat fluktuatif (sering berubah-ubah).
Suhu air pada stasiun ini adalah 29,75 oC. Kondisi suhu air pada stsiun ini lebih tinggi dari suhu udara. Factor kecepatan arus dari stasiun yang lain membawa debit air dengan suhu tinggi hingga sampai ke stasiun ini. Besarrnya kandungan padatan tersuspensi (TSS) pada stasiun ini juga mempengaruhi suhu perairan. Sifat air yang mempunyai kemampuan menyimpan panas lebih lama juga ikut mempengaruhi suhu udara di air.
Tingkat kecerahan stasiun ini mencapai 52,52 cm. Nilai tersebut merupakan yang. factor penyebab tingginya kecerahan adalah intensitas cahaya yang masuk ke dalam air lebih besar. Dangkalnya perairan juga merupakan salah satu factor. Selain itu bahan suspensi terlarut yang tidak tinggi, dan kandungan CO2 yang kecil menyebabkan perairan tidak terlalu keruh.
e.2. Parameter Kimia
Stasiun V memiliki kadar DO sebesar 6,3 ppm. Nilai tersebut tertinggi dari yang dimiliki oleh stasiun lain. Pengaruh kecepatan angin terhadap perairan ini sangat besar, karena proses penguapan berjalan cepat. Kadar DO ini akan berpengaruh terhadap densitas plankton dan indeks diversitas plankton. Stasiun ini termasuk ke dalam kualitas perairan yang baik, karena kadar DO yang mencukupi untuk kehidupan organisme di dalamnya. Arus air yang mengalir ke laut pun mempengaruhi difusi oksigen dari udara. Selain itu proses fotosintesis oleh organisme fotosintetik membantu dalam pengadaan oksigen terlarut di dalam perairan stasiun V. Stasiun ini termasuk ke dalam kualitas perairan yang baik, karena kadar DO yang mencukupi untuk kehidupan organisme di dalamnya. Arus air yang mengalir ke laut pun mempengaruhi difusi oksigen dari udara. Selain itu proses fotosintesis oleh organisme fotosintetik membantu dalam pengadaan oksigen terlarut di dalam perairan stasiun V.
Kadar CO2 stasiun IV sebesar 8 ppm. Besarnya kadar karbondioksida di perairan karena aktivitas respirasi organisme yang tinggi ditambah dengan tumbuhan air yang juga melakukan respirasi. Bakteri aerob juga memegang peranan dalam mengasilkan CO2, karena merombak bahan-bahan organik yang terdapat di perairan. Proses dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di perairan stasiun ini menyebabkan kebutuhan akan oksigen tinggi sehingga menghasilkan CO2 sebagai output.
Alkalinitas pada stasiun ini sebesar 234 ppm. Alkalinitas adalah kapasitas atau kemampuan air untuk menetralisir keasaman dalam air, atau dengan kata lain, alkalinitas adalah kemampuan air untuk mempertahankan pH agar stabil.Terdapat kaitan antara alkalinitas dengan kandungan CO2 bebas. Semakin tinggi kadar CO2 maka alkalinitas semakin rendah.
Nilai pH biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman dan kebasaan air yang di kaji. Keasaman yaitu kemampuan untuk menetralkan basa. Sedangkan kebasaan air yaitu suatu kapasitas air untuk menetralkan asam yang disebabkan adanya basa atau garam basa yang terdapat di dalam air. Harga pH pada stasiun ini adalah 6,9. Perairan stasiun kondisi derajat keasaman tergolong normal dan masih dalam kualitas baik.
BOD5 terang hasil analisis pada stasiun ini sebesar 1,5 ppm. Jumlah tersebut paling rendahdari stasiun yang lain. BOD5 dilakukan untuk menentukan tingkat pencemaran air lingkungan yang pada dasarnya uji tersebut untuk mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan melalui reaksi biokimia oleh organisme hidup. Artinya pada stasiun ini aktivitas organisme yang melakukan perombakan bahan-bahan organik jumlahnya paling sedikit, hal tersebut dapat dilihat dari indeks diversitas plankton yang dimiliki stasiun III juga yang terbanyak. Hal yang sama juga terjadi kandungan BOD5 gelap yang dimiliki stasiun ini, yaitu sebesar 1,45 ppm.
Padatan tersuspensi diartikan sebagai zat padat yang mempunyai diameter 1 Ìm, yang dapat menyebabkan kekeruhan pada air. Padatan tersuspensi / TSS akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air, sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Nilai TSS hasil analisis pada stasiun ini sebesar 32 ppm. Jumlah ini tertinggi. Kenaikan yang mendadak padatan yang tersuspensi dapat diakibatkan antara lain oleh erosi tanah, pembakaran sampah kota yang kapasitasnya menurun, jika hujan lebat. Sampah yang kebanyakan dari zat organik tersebut banyak memerlukan oksigen selama diuraikan. Kejernihan dan warna air akan dipengaruhi oleh padatan terlarut dan tersuspensi. Kejernihan air yang rendah menunjukkan produktivitas tinggi, karena sifat kejernihan ada hubungannya dengan produktivitas.
Nilai BO stasiun ini ialah 40,1701 mg/l. Nilai BO yang tinggi ini dipengaruhi oleh letak stasiun yang berada diantara sungai dan laut. Letak stasiun ini merupakan daerah terakumulasinya bahan organik yang dibawa oleh sungai dan juga laut sehingga membuat BO menjadi tinggi. Selain itu TSS yang tinggi juga mempengaruhi BO karena BO dapat berada di perairan dalam bentuk suspensi.
Salinitas atau kadar garam yang terkandung di perairan ini sebesar 2 ‰. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh percampuran air tawar dari sungai dengan air laut. Intensitas penguapan yang tinggi membuat perairan tersebut mengalami penurunan volume air, namun kadar garam tetap bahkan cenderung bertambah. Salinitas pada suatu perairan dipengaruhi oleh banyaknya sungai yang bermuara , intensitas hujan pada kawasan tersebut dan penguapan.
d.3. Parameter Biologi
Densitas plankton di stasiun ini ialah 1010 ind/l. Densitas plankton yang cukup tinggi disesuaikan dengan tingginya DO yang digunakan sebagai sumber oksigen bagi plankton. Kadar bahan organik juga menntukan nilai densits plankton karena sebagai sumber makanan juga. Indeks diversitas pada stasiun ini ialah 3,403. Indeks diversitas ini menyesuaikan dengan besarnya densitas plankton. Stasiun ini derajat toleransi plankton terhadap lingkungannya semakin sempit, dengan demikian plankton yang ada pada daerah tersebut terbatas pada plankton yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang mempunyai salinitas tinggi. Sehingga indek diversitas plankton yang ada pada daerah tersebut menjadi rendah.
f. Stasiun VI.
Stasiun VI memiliki karakteristik yang sama dengan stasiun sebelumnya, yaitu stasiun V. Lokasi stasiun ini lebih ke barat dari muara sungai dan stasiun V.
f.1. Parameter Fisik

























0 komentar:
Posting Komentar