I. PENDAHULUAN
- Latar belakang
Sungai sebagai salah satu ekosistem perairan memiliki manfaat yang besar bagi makhluk hidup. Kehidupan yang terdapat di dalam ekosisitem tersebut memiliki karakter khas dari ekosistem yang lain. Manusia sebagai makhluk yang juga ikut merasakan manfaat dari ekosistem ini memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan membedayakan potensi yang besar ini.
Sungai memiliki karakter dan sifat yang khas dari ekosistem perairan yang lain. Walaupun ekosistem laut juga merupakan ekosistem perairan tetapi ada faktor – faktor pembatas yang membedakan. Perbedaan itu juga dapat terjadi karena beberapa parameter yang tidak sama. Perbedaan yang mencolok dapat dilihat dari salinitas air, kadar DO dan suhu. Perbedaan tersebut juga mengakibatkan perbedaan yang terjadi pada spesies – spesies yang hidup di dalamnya. Berbagai parameter serta tolak ukur yang dijadikan tumpuan dalam pengkajian kualitas perairan ini diantaranya menggunakan pihak – pihak populasi biota sungai tersebut, seperti mikrobentos dan atau makrobentos.
Hubungan timbal balik antara lingkungan dengan makhluk hidup di dalamnya merupakan suatu pola interaksi dua arah yang sangat mempengaruhi eksistensi dari ekosistem tersebut. Manusia sebagai makhluk yang selalu mempelajari, sudah tentu diharapkan dapat memberikan sumbangsih kepada lingkungan, tidak merusak dan menghancurkan ekosistem yang ada.
B. Tujuan Praktikum
- Mempelajari karakteristik ekoaiatem sungai dan factor – factor pembatasnya.
- Mempelajari cara – cara pengambilan data tolak ukur ( parameter ) fisik, kimia dan biologi suatu perairan.
- Mempelajari korelasi antara beberapa tolak ukur lingkungan dengan populasi biota perairan, khususnya plankton dan/atau makrobentos.
- Mempelajari kualitas perairan sungai berdasarkan indeks diversitas plankton.
C. Waktu dan tempat
Hari / Tanggal : Jumat, 18 Maret 2005
Waktu : 14.30 - selesai
Tempat : Sungai Winongo dan Lab. Ekoper Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
Universitas GajaMada
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi adalah ilmu yang membicarakan tentang spectrum hubungan timbal balik yang terdapat antara organisme dan lingkungannya serta antara kelompok-kelompok organisme. Dalam proses interaksi ini, orang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan dengan lingkungan disekitarnya. Ekosistem merupakan satu kesatuan yang paling kompleks diantara yang kompleks dan saling mempengaruhi. System ini begitu besar dan kompleks sehingga ekologiawan cenderung untuk mempelajarinya dengan mengkonsentrasikan perhatiannya pada bagian komponen-komponennya, misalnya oada bagian komunitas atau populasi.
Sungai dapat juga dianggap sebagai satu kesatuan ekosistem dimana serangkaian komunitas dipengaruhi oleh dan pada gilirannya, mempengaruhi factor-faktor fisik- kimia air di sekelilingnya. Selanjutnya ekosistem yang besar ini dapat dibagi lagi menjadi seksi atau daerah yang lebih kecil dimana parameter fisik- kimia mempunyai pengaruh yang berbeda –beda terhadap populasi organisme, dengan demikian menentukan perubahan komposisi dan adaptasi organisme dalam satu daerah yang berada di bawah pengaruh tersebut ( James W.Nyabakken.1992 )
Ekosistem sungai dihuni oleh berbagai macam organisme. Menurut Noughton ( 1978 ) penghuni ekosistem sungai antara lain :
1. Neuston ( meliputi organisme yang aktif di permukaan air )
2. plankton ( meliputi semua organisme mikroskopik yang melayang-layang dalam air )
3. Nekton ( meliputi berbagai organisme akuatik yang dapat bergerak atau berenang bebas )
4. Bentos ( meliputi organisme khususnya hewan yang hidup atau aktif di dasar perairan )
5. Peropiton ( meliputi organisme yang hidup menempel pada benda atau organisme lain )
Sungai yang merupakan salah satu ekosistem perairan terbentuk karena adanya perbedaan tinggi antara sumber air dan muara. Sumber ini berasal dari air hujan yang masuk ke dalam tanah dan sebagian akan keluar sebagai mata air. Mata air inilah yang merupakan sumber air dari sungai. Sambil mengalir air sungai itu mengikis tanah dan batu-batuan yang dilewati. Kikisan tanah dan batu-batuan yang berbentuk butir-butir dan melayang-layang dalam air dan ikut mengalir dengan air sungai ke laut, danau, waduk dan rawa-rawa. Intensitas pengikisan itu diantaranya dipengaruhi oleh jenis-jenis tanah dan batu-batuan yang dilewati. Tanah dan batu-batuan yang dikikis oleh air itu kerasnya berbeda, karena itu tak ada sebuah sungai yang mengalir secara lurus; mengalirnya sungai berkelok-kelok mengikuti ketinggian tanah dan memilih tanah danbatu-batuan yang lunak ( Kaslan.A.Tohir 1991 ). Air sungai yang dalam perjalanannya menuju ke laut itu nyatanya membawa dan mengangkut berbagai jenis benda dan bahan materil, seperti batu-batuan, Lumpur atau bahan- bahan organik pencemar.
DAS adalah daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang jelas. DAS itu merupakan satu ekosistem dan kesatuan tata air. Unsur-unsur utama dari ekosistem DAS adalah : vegetasi, tanah, air dan manusia. Keseimbangan antara unsure-unsur tersebut mutlak diperlukan demi kepentingan manusia. Dengan adanya keseimbangan dalam ekosistem DAS sumberdaya alam seperti vegetasi, tanah, dan air akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia dam bagi perkembangan daya –upayanya secara langgeng.
Ekologiawan yang mempelajari ekosistem daerah aliran sungai, membagi DAS menjadi tiga bagian yaitu, daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal berikut :
1. Daerah konservasi
1. Mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi
2. Merupakan daerah kemiringan lereng besar ( lebih besar dari 15 % )
3. Bukan merupakan daerah banjir
4. Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase
5. Jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan
Sementara daerah hilir DAS diartikan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Merupakan daerah pemanfaatan
2. Kerapatan drainase lebih kecil
3. Merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil ( lebih kecil dari 8 % )
4. Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir ( genangan )
5. Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi
6. Jenis vegetasi di dominasi tanaman pertanian, kecuali daerah estuaria yang didominasi hutan bakau /gambut
Daerah Aliran Sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda di atas ( Chay Asdak. 2002 ).
Ekosistem sungai dihuni oleh berbagai
Air sebagai penyusun utama ekosistem sungai tentunya sangat mempengaruhi keadaan ekosistem sungai. Mutu suatu sungai terhadap lingkungan dan makhluk hidup di sekitarnya sangat tergantung dengan zat-zat yang ikut bersama air. Rusaknya ekosistem sungai banyak diakibatkan oleh ulah manusia yang kurang menjaga lingkungan khususnya sungai, sehingga sungai menjadi sumber pembawa penyakit.
Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.KEP-03/MENKLH/II/1991 menyebutkan:
“ Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnyatatanan air oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.” ( Valentinus D. 1994 ).
Akhir kata, kita semua adalah bagian dari seluruh ekosistem yang ada dan memegang peranan penting dalam prosesnya daik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa kita sadari berbagai tindak-tanduk kita terhadap lingkungan selalu membawa manfaat hanya untuk kita, tetapi merugikan makhluk hidup yang lain. Seharusnya manusia sebagai makhluk yang sempurna yang diciptakan Allah SWT dapat menjaga lingkungan sebaik-baiknya.
Allahu a’lam bissawab
“ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari ( akibat ) perbuatan mereka, agar mereka kembali ( ke jalan yang benar ).”
( Q.S.Ar-Rum: 41 )
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ekosistem sungai ini dilaksanakan pada:
1. Pengambilan data:
Hari, tanggal : Jumat, 18 Maret 2005
Waktu : 13.30 – selesai
Tempat : Sungai Winongo
Stasiun I (sebelum kota) : Sleman
Stasiun II (tengah kota) : Kotamadya Yogyakrta
Stasiun III (setelah kota) : Bantul
2. Pengamatan Plankton
Hari, tanggal : Sabtu, 19 Maret 2005
Waktu : 13.30 – selesai
Tempat : Laboratorium Ekologi Perairan
Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada
B. Alat dan Bahan
1. Alat
- Ember Plastik
- Bola tenis meja
- Stop-watch atau arloji
- Roll-meter
- Meteran kain atau penggaris
- Termometer
- Botol Oksigen
- Erlemeyer
- Gelas Ukur
- Pipet ukur atau buret
- Mikroburet
- Kertas label
- Pensil
- Jaring plankton
- Petersen grab atau surber
2. Bahan
- Kertas pH atau pH meter
- Larutan MnSO4
- Larutan Reagen oksigen
- Larutan H2SO4 pekat
- Larutan 1/80 N Na2S2O3
- Larutan KOH-Kl
- Larutan 1/40 N Na2S2O3
- Larutan 1/44 N NaOH
- Larutan 1/50 N H2SO4
- Larutan 1/0 N Na2S2O3
- Larutan indicator Phenolphphtalein (PP)
- Larutan indikator Methyl Orange (MO)
- Larutan indikator Bromcresol Green/ Methyl Red (BCG/MR)
- Larutan 4 % formalin
- Larutan Indikator
C. Cara Kerja
1. Membagi perairan sungai menjadi tiga stasiun pengamatan yaitu: sebelum kota, dalam kota dan sesudah kota.
2. Mengambil cuplikan plankton pada masing-masing stasiun dengan cara:
a. Mengambil sampel (cuplikan) air dengan volume tertentu (misalnya 20 ml) dan memampatkan ke dalam botol atau flakon yang sudah diketahui volumenya dengan menggunakan jaring plankton (plankton net) nomor 25 (berukuran 200 mesh)
b. Fiksasi cuplikan plankton yang sudah berada dalam botol atau plankton dengan cara diberi ± 1 ml larutan 4 % formalin (formadehida)
c. Menutup rapat-rapat botol flakon/ tabung reaksi dengan tutup karet dan plastik serta ikat dengan karet gelang.
d. Memberi label atau catatan singkat tentang lokasi dan waktu pengambilan cuplikan pada masing-masing botol atau flakon.
e. Mengemabs dengan botol atau flakon
f. Mengamati plankton dengan mikroskop dan Sedgwick Rafter Counting Cell (SR) bervolume 1 ml dengan menggunakan teknik penghitungan total (total strip counting)
Densitas atau kepadatan plankton dinyatakan dalam suatu individu pervolume air, yang diperoleh dengan menggunakan rumus:
D = densitas plankton (individu/I)
A = cacah individu plankton dalam SR
Indeks diversitas atau indeks keanekaragaman plankton dihitung dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener:
H =
H = indeks diversitas
Ni = cacah individu suatu genus
N = cacah individu seluruh genera
g. Menggunakan klasifikasi kualitas air menurut Probosunu (1999) atau derajat pencemaran menurut Lee et al guna mengetahui kualitas air perairan berdasarkan indikator biologik (plankton).
3. Mengambil cuplikan pada masing-masing stasiun dengan cara:
a. Mengambil substrat Lumpur dasar perairan dengan segala organisme yang ada diatasnya dengan menggunakan Petersen grab bervolume tertentu.
b. Memasukkan cuplikan lumpur yang mengandung bentos ke dalam kantong plastik.
c. Memberi larutan 4 % formalin dan menutup atau menikat kantong plastik.
d. Memberi label dan catatan singkat tentang lokasi dan waktu pengambilan cuplikan pada masing- masing kantong plastik.
e. Mengidentifikasi bentos dengan menggunakan bantuan kaca pembesar atau mikroskop binokuler.
f. Menggunakan klasifikasi derajat pencemaran menurut Lee et al (1978) unruk mengetahui tingkat pencemaran perairan berdasarkan indicator biologik (makrobentos).
4. Melakukan pengukuran beberapa tolok ukur lingkungan seperti :
a. Suhu
1) Mengukur suhu air dengan cara membenamkan bagian ujung termometer ke dalam air selama ± 5 menit.
2) Membaca skala termometer sewaktu ujung alat masih tercelup dalam alat.
b. Kecepatan Arus
1. Menentukan suatu jarak pada sungai dengan arah dari hulu ke hilir (misal 5 atau 10 m)
2. Melepaskan bola tenis meja yang diberi sedikit pemberat atau benda lain yang cukup ringan dan dapat terapung dari awal hingga akhir jarak yang sudah ditentukan sebelumnya.
3. Mencatat waktu tempuh benda yang dilepaskan tersebut.
4. Mengukur kecepatan arus di bagian tepi maupun tengah aliran sungai.
Perhitngan:
V = S/t m/dt
V = kecepatan arus (m/dt)
S = jarak yang ditempuh (m)
t = waktu tempuh (dt)
c. Derajat Keasaman (pH)
1. Mencelupkan kertas pH ke dalam air selama beberapa saat.
2. Membandingkan warna kertas pH tersebut dengan warna baku
3. Memasukkan pH meter ke dalam air beberapa saat hingga menunjukkan nilai pH yang stabil (jika menggunakan pH meter).
d. Kandungan O2 terlarut (Dissolved Oxigen atau DO)
Metode Winkler:
1. Mengambil cuplikan air yang akan diperiksa dengan memasukkan botol oksigen ke dalam air, menutup rapat-rapat jangan sampai timbul gelembung udara.
2. Menambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml reagen (pereaksi) oksigen ke dalam botol oksigen.
3. Menutup botol oksigen, kemudian menggojok perlahan- lahan dengan car membolak- balik botol hingga reaksi berjalan sempurna.
4. Mendiamkan beberapa saat hingga endapan yang timbul terlihat mengendap sempurna.
5. Membuka tutup botol dan menambahkan 1 ml larutan H2SO4 pekat.
6. Menutup botol, menggojok seperti di atas hingga endapan larut sempurna dan mendiamkan selama beberapa menit (± 10 menit).
7. Mengambil larutan hasil reaksi diatas sebanyak 50 ml dan memasukkan ke dalam erlemeyer 250 ml.
8. Menitrasi dengan larutan 1/80 NanS2O3 sambil erlemeyer digoyang-goyang hingga larutan berwarna kuning.
9. Menambahkan 3 tetes indikator amilum, menggoyang- goyang dan lartan akan berubah menjadi warna biru, kemudian mantitrasi hingga warna biru tepat hilang.
10. Mencatat banyak larutan 1/80 N NanS2O3 yang digunakan untuk titrasi dari awal hingga akhir (= a ml).
Perhitungan:
1 ml 1/80 N NanS2O3 = 0,1 mg O2/l
Kandungan O2 terlarut = 
(f) = faktor korelasi= 1
e. Kandungan CO2 bebas
Metode alkalimetri
1. Mengambil cuplikan air yang akan diperiksa dengan caran memasukkan botol oksigen ke dalam air, menutup rapat- rapat dan menjaga jangan sampai timbul gelembung udara.
2. Mengambil cuplikan air sebanyak 50 ml dan memasukkan ke dalam erlemeyer secara perlahan- lahan.
3. Menambahkan 3 tetes indikator Phenolphphtalein (PP)
a. Jika warna berubah menjadi merah muda (rose), berarti tidak ada kandungan CO2 bebas.
b. Jika air cuplikan tetap tidak berwarna (bening), maka dititrasi dengan larutan 1/44 N NaOH sambil menggoyang- goyang hingga warna berubah menjadi merah muda.
4. Mencatat banyak larutan 1/44 N NaOH yang digunakan (= b ml)
Perhitungan
1 ml 1/44 N NaOH = 1 mg CO2
Kandungan CO2 = 
(f) = faktor koreksi = 1
f. Alkalinitas
Metode alkalimetri
1. Mengambil cuplikan air yang akan diperiksa dengan cara memasukkan botol oksigen ke dalam air, menutup rapat- rapat dan jaga jangan sampai timbul gelembung udara.
2. Mengambil cuplikan air sebanyak 50 ml dan memasukkan ke dalam erlemeyer secara perlahan- lahan.
3. Menambahkan 3 tetes indikator Phenolphtalein (PP)
Jika berwarna merah muda (rose), dititrasi dengan larutan 1/50 N H2SO4 hingga berwarna merah muda tepat hilang. Mencatat banyak titran (1/50 N H2SO4) yang digunakan (= c ml), diperoleh nilai alkalinitas “P” atau alkalinitas karbonat (CO3-)
4. Menambahkan 3 tetes indikator Methyl Orange (MO) sehingga cuplikan berwarna kuning.
5. Menitrasi dengan larutan 1/50 H2SO4 hingga warna kuning tepat berubah menjadi kemerahan. Mencatat banyak titran yang digunakan (= d ml), diperoleh nilai alkalinitas “M” atau alkalinitas bikarbonat (HCO3-).
Perhitungan:
Kandungan CO3- =
Kandungan HO3- =
(f) = faktor koreksi = 1
Alkalinitas total = (x) + (y) mg/l
III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
- Hasil Pengamatan
Terlampir…
- P e m b a h a s a n
Praktikum ekologi perairan yang dilaksanakan bertempat di daerah aliran sungai Winongo Jogjakarta. Praktikan membagi zona / wilayah penelitian menjadi tiga stasiun. Stasiun I bertempat di hulu sungai, yaitu di wilayah jombor, Kabupaten Sleman.Stasiun II bertempat di tengah sungai, yaitu di wilayah Kotamadya Jogjakarta dan Stasiun III bertempat di hilir sungai di wilayah Kabupaten Bantul. Penilitian yang dilakukan di tiap stasiun menggunakan beberapa parameter, yaitu :
1. Kimia, diantaranya : DO, CO2 dan Alkalinitas
2. Fisik, diantaranya : Kecepatan, debit air, suhu air, suhu udara dan PH
3. Biologi, diantaranya : Kepadatan plankton dan indeks diversitas
Berikut ini akan dibahas perstasiun antar parameter.
Stasiun I ( Kab. Sleman )
Stasiun ini merupakan daerah hulu sungai.. Kadar oksigen terlarut wilayah ini 6,6 ppm pada suhu 31oC. Kondisi normal kadar oksigen terlarut pada perairan tawar berkisar antara 14.6 ppm pada 0oC hingga 7 ppm pada 35oC pada tekanan udara 1 atm. Jika di amati, terlihat bahwa kondisi diatas berada di luar garis normal. Namun factor penting yang tidak teramati praktikan adalah nilai tekanan udara di wilayah tersebut. Hal ini sangat penting karena kelarutan gas oksigen dan beberapa gas yang lain rendah. Maka kelarutan gas-gas tersebut pada suhu tertentu tergantung pada tekanan udara. Keadaan ini sangat penting terutama pada tempat-tempat tinggi. Jika melihat topografi dan hewan air yang hidup di perairan tersebut, yaitu ikan, kepiting dan udang menunjukkan bahwa perairan tersebut masih dalam batas normal, karena kadar oksigen terlarut bagi ikan di suatu perairan antara 3 – 5 ppm. kadar O2 yang lebih rendah dari kadar CO2 disebabkan vegetasi yang berkanopi sehingga menghalangi mikroorganisme seperti fitoplankton untuk berfotosintesis, akibatnya suplai oksigen menjadi berkurang. Perombakan bahan-bahan organik juga mempengaruhi kadar CO2 dalam air, Sedangkan hewan air memerlukan oksigen untuk respirasi dan proses metabolisme tubuhnya.
Suhu air yang terdapat pada stasiun I adalah 31oC. Nilai suhu tersebut dipengaruhi beberapa factor yaitu, intensitas cahaya yang tembus ke dalam air kurang. Kurangnya intensitas cahaya yang masuk disebabkan lingkungan perairan ditumbuhi tumbuhan berkanopi dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Parameter lain adalah kadar CO2 adalah 9 ppm. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh vegetasi disekitar perairan. Proses fotosintesis yang membutuhkan CO2 disuplai oleh organisme yang hidup disana. Nilai CO2 ini juga sangat mempengaruhi harga pH perairan. Kadar karbondioksida yang tinggi menaikkan nilai pH, berarti perairan bersifat lebih asam. Hal ini disebabkan kadar CO2 yang dapat bersenyawa dengan air membentuk H2CO3, reaksi berikutnya akan menguraikan H2CO3 menjadi HCO3. reaksi yang terjadi adalah :
CO2 + H2O ® H2CO3
H2CO3 ® H+ + HCO3-
HCO3- ® H+ + CO32-
pH perairan stasiun I masih dalam keadaan normal yaitu 7,1. Keseimbangan antara alkalinitas, yang menyebabkan asam, berjalan baik dengan factor lain dalam ekosistem stasiun III. Nilai alkalinitas stasiun I adalah 41. selain itu tingkat kepadatan plankton baik, mencapai 520 ind/l. Plankton menyukai tempat yang kaya akan bahan organik, DO yang cukup dan perairan yang suhunya relatif stabil yaitu tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, serta plankton menyukai perairan yang masih bersih (belum tercemar).
Stasiun II ( Kotamadya Jogjakarta )
Stasiun II terletak di pusat kota Jogjakarta. Wilayah stasiun ini mengalami perubahan di tiap parameter dari stasiun I. Hal tersebut terjadi akibat dekatnya pemukiman manusia di sekitar lingkungan ekosistem sungai. Kegiatan dan aktivitas manusia mempengaruhi keadaan lingkungan tersebut. Kadar DO adalah 6.6 ppm. kondisi ini bagus pada perairan karena ikan dan hewan air yang lain masih dapat hidup,.namun kenyataan di lapangan hewan dengan jumlah populasi terbanyak berasal dari kelas Gastropoda. Keadaan perairan mengalami pencemaran oleh bahan buangan manusia, seperti sampah dan limbah rumah tangga. Kadar DO dan CO2 juga terpengaruhi. Limbah rumah tangga yang berupa bahan organik diuraikan oleh organisme melalui proses oksidasi yang membutuhkan banyak oksigen. Sedangkan proses fotosintesis oleh fitoplankton di wilayah tersebut tidak seimbang disebabkan vegetasi yang berkanopi, sehingga proses fotosisntesis menjadi berkurang. Hal tarsebut juga berpengaruh terhadap suhu perairan yang berkurang menjadi 27.5oC, akibat intensitas cahaya yang sedikit masuk ke dalam air. Nilai alkalinitas perairan ini adalah 141, ini juga adalah indikasi suatu perairan tercemar. Harga pH dipengaruhi oleh nilai alkalinitas dan kadar CO2. Alkalinitas yang tinggi menghasilkan senyawa yang mempengaruhi harga pH menjadi basa, namun pada kenyataannya pH perairan netral, yaitu 7. kondisi tersebut disebabkan kadar CO2 yang tinggi, 11 ppm, berpengaruh terhadap pembentukan asam sehingga menyeimbangkan pH perairan. Hal lain yang menarik pada stasiun ini adalah terdapat karamba yang dipasang di sungai. Karamba ini milik warga sekitar sungai tersebut. Walaupun kondisi perairan yang tercemar, namun kulitas air masih dalam batas toleransi ikan untuk dapat hidup. Jenis vegetasi yang ada di sekitar stasiun I, yaitu poho bambu, ketapang dan randu. Jenis hewan yang hidup adalah dari kelas Gastropoda.
.
Stasiun III
Wilayah stasiun III adalah hilir sungai Winongo, tepatnya di kawasan Bantul. Sungai memiliki kemampuan untuk dapat pulih dan menguraikan limbah sendiri. Daerah hilir merupakan kawasan yang telah mengalami pemulihan dari limbah atau pencemaran yang terjadi di stasiun II. Namun di beberapa tempat masih terdapat limbah rumah tangga yang dibuang oleh penduduk sekitar kawasan sungai. Kepadatan plankton di stasiun ini tinggi, mencapai 517,5 ind/l. Cahaya matahari dapat langsung menembus kedalam air, sehingga fitoplankton banyak melakukan fotosintesis di stasiun ini, kadar O2 yang dihasilkan pun tinggi, yaitu 6,125 ppm sedangkan kadar CO2 sedikit bila dibandingkan dengan kadar O2, hanya mencapai 2.65 ppm. penguraian limbah organik dan proses respirasi yang sedikit adalah indikasi dari harga CO2 yang rendah. Tingkat kualitas air sangat dipengaruhi oleh harga diversitas plankton. Penelitian yang dilakukan untuk mengukur tingkat diversitas menghasilkan nilai diversitas yang baik, yaitu 3, 036. meskipun terdapat limbah dan bahan pencemar namun kadar atau jumlahnya belum sampai taraf membahayakan hewan air. Menurut Shannon-Wiener dalam klasifikasi Derajat Pencemaran Berdasarkan Indeks Diversitas, harga tersebut masuk ke dalam tolak ukur belum tercemar. Harga pH perairan ini netral, yaitu 7. Kepadatan plankton kawasan ini tinggi, yaitu 517 ind/l. kepadatan tersebut mempengruhi harga CO2 dan DO perairan. Parameter lain dari stasiun ini adalah suhu air 28,25oC, suhu udara yaitu 31oC. Alkalinitas 162 dan kecepatan air 0.26 m/s. Selain itu debit air yang terukur adalah 1,76 m3/s. Vegetasi yang ada di kawasan tersebut adalah ilalang, bamboo, umbi-umbian, petai-petaian dan mangga. Sedangkan hewan yang hidup adalah kepiting, ikan centhul dan gastropoda.
C. Pembahasan umum
Ekosistem sungai winongo yang terbagi menjadi tiga stasiun pengamatan memiliki karakteristik yang berbeda disetiap stasiunnya. Kondisi perairannya yang berbeda disebabkan perameter fisik-kimia dan biologi yang berbeda pula. Secara garis besar ada dua fase berbeda menurut tingkat pencemaran air di wilayah tersebut. Fase pertama adalah kondisi perairan yang tercemar. Wilayah tercemar pada stasiun II wilayah Kotamadya Jogjakarta. Hal tersebut disebabkan letak aliran sungai yang berada pada pusat kota yang padat penduduknya. Limbah dan bahan pencemar yang berasal dari rumah tangga atau industri masuk ke dalam perairan hingga mencemari aliran sungai. Hewan air yang dapat alami hidup di wilayah tersebut hanya dari kelas Gastropoda. Fase kedua adalah kondisi perairan yang bersih dan belum tercemar. Fase ini terjadi pada stasiun I dan III. Pada stasiun I merupakan daerah hulu sungai dimana kondisi wilayah di tempat tersebut belum padat penduduk seperti di stasiun II. Vegetasi dan hewan air yang hidup juga beragam jenisnya. Stasiun III mengalami kondisi perbaikan dan rehabilitasi perairan. Hal tersebut karena sifat sungai yang mampu mengalami perbaikan sendiri terhadap kondisi yang tercemar. Vegetasi yang membedakan antara stasiun I dan III adalah tumbuhan berkanopi. Stasiun I memilki banyak tumbuhan tersebut sedangkan stasiun III tidak. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan suhu perairan dan kadar CO2. fitoplankton pada stasiun I kurang mendapat masukan cahaya sehingga proses fotosintesis kurang maksimal akibatnya kadar O2 yang di hasilkan lebih kecil dari stasiun III. Sebaliknya kadar DO stasiun III tinggi karena cahaya matahari dapat tembus ke dasar perairan, sehingga fitoplankton dan tumbuhan air dapat melakukan proses fotosisntesis dengan baik. Harga pH pada setiap stasiun sama. Indikasi ini merupakan penjelasan terhadap keseimbangan nilai CO2 dan alkalinitas dalam menjaga harga pH agar tetap netral. Meskipun tercemar, kondisi di setiap stasiun masih dalam toleransi hewan air untuk dapat hidup di sana. Indikasinya adalah harga DO masih diatas normal.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Faktor

























0 komentar:
Posting Komentar